Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"ENTAH" dan Teater Daring

28 Maret 2021   20:25 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:43 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan di dalam trailer / Youtube/ARTmediaNET

Inilah yang memunculkan faktor keempat, yaitu keberadaan talenta penggarap musik di komunitas teater. Dalam beberapa kesempatan, saya melihat beberapa komunitas teater mulai akrab dengan keberadaan anggota-anggota yang memang mahir bermain musik.

Ketika melihat potensi itu, jelas, tidak ada sutradara teater yang ingin menyia-nyiakannya. Menurut saya, itu langkah cerdas dan wajar.

Itu juga akan membuat teater tidak hanya dikenal sebagai penghasil aktor-aktor hebat yang nantinya menjadi tulang punggung jagat perfilman. Teater juga bisa menjadi wahana berkarya para musisi.

Sampul lagu / Youtube/ARTmediaNET
Sampul lagu / Youtube/ARTmediaNET
Artinya, keberadaan soundtrack "Terbelenggu" karya Andre Kurniawan dalam pementasan "ENTAH" menurut saya bukan suatu kejutan. Ini adalah langkah tepat untuk membuat pementasan ini dapat menarik perhatian bagi mereka yang belum begitu familier dengan pertunjukan teater.

Kalau aplikasi berjoget-joget saja tidak ingin melepaskan diri dari musik, maka teater juga harus begitu. Teater harus merangkul musik dengan erat untuk menggaet penonton serta calon penonton teater dari segala lapisan, agar penontonnya tidak hanya berkutat pada pertemanan belaka. Harapannya begitu.

Pembahasan kedua adalah tentang keberadaan teknik sinematografi dalam pementasan "ENTAH". Secara pribadi, saya tidak memperdebatkan hal ini.

Alasannya, saya sudah menonton trailer-nya terlebih dahulu. Saya juga menonton video klip lagu "Terbelenggu". Maka, saya sudah punya sedikit bayangan, bahwa pementasan ini tidak hanya merekam adegan, tetapi juga menggunakan teknik pengambilan gambar ala film.

Alasan lain, setelah saya menonton pementasan tersebut, saya tidak merasa banyak terganggu. Termasuk dalam hal kekhawatiran penonton terhadap 'perasaan'.

Biasanya, penonton teater mampu merasakan kelekatan terhadap cerita dikarenakan dapat mengeksplorasi seluruh adegan di panggung. Aktor, tempat, suasana, dan pergerakan dapat dilihat dengan bebas.

Itu yang membuat penonton teater dapat menangkap 'perasaan' terhadap pementasan. Bagaimana dengan saya?

Sejauh saya menonton teater, tidak semua pementasan dapat menggugah 'perasaan'. Faktornya macam-macam. Bisa karena kisah yang diangkat, kejelasan vokal aktor, atau jarak antara panggung dengan tempat saya menonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun