Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

"ENTAH" dan Teater Daring

28 Maret 2021   20:25 Diperbarui: 28 Maret 2021   20:43 529 11
Jumat, 26 Maret 2021, saya mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan pementasan teater. Pementasan ini dipersembahkan oleh Teater Pribumi, sebuah komunitas teater asal Tuban. Naskah yang dipentaskan berjudul "ENTAH", karya Ekwan Wiratno, dan disutradarai oleh Siswandi.

Akibat masih adanya pandemi, pementasannya harus disaksikan secara daring. Selain itu, secara kemasan, memang ada unsur berbeda dari pertunjukan teater yang biasanya hanya didokumentasikan lewat video. Sedangkan, pementasan ini justru dikemas sedikit mirip film.

Hanya saja, sudahkah pementasan ini bisa disebut pementasan teater? Apakah ini yang bisa menjadi siasat dari kehidupan teater saat pandemi?

Saya ingin mengulasnya setahap demi setahap, sesuai dengan apa yang dapat saya tangkap saat menonton "ENTAH". Namun, patut diperhatikan, bahwa tulisan ini akan banyak menyingkap spoiler tentang pementasannya. Jadi, bacalah dengan bijak!

Pembahasan pertama saya awali lewat 'kegumunan' tentang keberadaan soundtrack dalam teater. Seiring berjalannya waktu, saya makin tidak asing dengan keberadaan soundtrack dalam teater.

Ada beberapa faktor yang melandasinya. Faktor pertama, saya pernah menyaksikan pementasan teater yang pernah digelar oleh salah satu teater di Universitas Brawijaya, Malang.

Seingat saya, teater itu bernama Teater Kertas. Dalam beberapa kesempatan, saya melihat mereka dapat menghadirkan lagu yang biasanya muncul di akhir pementasan.

Faktor kedua, teater juga dapat dikemas secara kolosal, alias beramai-ramai. Saat seperti ini, keberadaan musik dan lagu bisa menjadi bagian penting.

Soal bagus atau tidaknya, saya tidak akan membahasnya kali ini. Namun, saya ingin mengatakan bahwa musik dan lagu dalam pementasan teater bukan hal yang baru banget dan aneh. Keberadaan soundtrack juga merupakan hasil dari eksistensi dan perkembangan teater.

Faktor ketiga, teater memiliki keterlibatan beberapa aspek di dalamnya, salah satunya adalah tata bunyi. Tata bunyi ini tidak hanya berwujud bunyi/suara efek pembangun situasi dan suasana, tetapi juga bisa menghadirkan cabang populer, yaitu musik dan lagu.

Jika orang-orang di dalam teater tersebut menguasai bidang itu, mengapa tidak menghasilkan musik dan lagu khusus untuk pertunjukan teater?

Inilah yang memunculkan faktor keempat, yaitu keberadaan talenta penggarap musik di komunitas teater. Dalam beberapa kesempatan, saya melihat beberapa komunitas teater mulai akrab dengan keberadaan anggota-anggota yang memang mahir bermain musik.

Ketika melihat potensi itu, jelas, tidak ada sutradara teater yang ingin menyia-nyiakannya. Menurut saya, itu langkah cerdas dan wajar.

Itu juga akan membuat teater tidak hanya dikenal sebagai penghasil aktor-aktor hebat yang nantinya menjadi tulang punggung jagat perfilman. Teater juga bisa menjadi wahana berkarya para musisi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun