Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Pertandingan" Sinisa Mihajlovic Melawan Leukemia, Buktikan Pelaku Sepak Bola Juga Manusia Biasa

6 Januari 2020   14:35 Diperbarui: 7 Januari 2020   02:27 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sinisa Mihajlovic masih semangat mengawal laju klubnya di Serie A 2019/20. Sumber gambar: Forbes.com/Gettyimages

Mungkin ada yang beranggapan bahwa orang yang berada di dunia sepak bola, entah di pinggir maupun di tengah lapangan adalah orang-orang kuat. 

Anggapan itu tidak salah. Karena banyak legenda sepak bola yang sampai detik ini masih hidup dan bahkan di usia yang mana para PNS sudah menikmati masa pensiunnya -di usia 60-an tahun ke atas. 

Mereka yang terlanjur nyemplung di dunia kepelatihan justru terus bertahan sampai banyak pelatih muda mulai bermunculan.

Ambil contoh Claudio Ranieri yang masih melatih klub profesional di usianya yang ke-68 tahun. Padahal di sekitarnya sudah ada pelatih-pelatih yang lebih muda darinya, seperti Maurizio Sarri (Juventus), Antonio Conte (Inter Milan), hingga Simone Inzaghi (Lazio) yang masih berusia 43 tahun.

Bahkan, Napoli juga memiliki pelatih muda yang bernama Gennaro Gattuso yang baru berusia 41 tahun atau baru beberapa tahun lalu si eks AC Milan itu gantung sepatu. Sehingga, kita perlu angkat topi terhadap sosok Ranieri yang masih bersedia beradu taktik dengan para pelatih muda.

Jika mundur ke tahun-tahun sebelumnya, ada nama Arsene Wenger yang mengakhiri karir kepelatihannya -saat ini tidak lagi melatih- di usia 68 tahun dengan klub terakhir yang diasuh adalah Arsenal.

Sedangkan rekan sedekadenya, Sir Alex Ferguson mengakhiri karir kepelatihan di usia 72 tahun. Luar biasa!

Semakin luar biasa ketika Sir Alex pensiun dengan memberikan gelar juara kepada Manchester United dan membuat Man United sampai sejauh ini bertahan sebagai klub peraih gelar terbanyak Liga Inggris dengan 20 trofi. 

Pencapaian yang membuat masyarakat dapat mengakui bahwa orang-orang yang hidup di sepak bola dapat terus bersaing secara produktif hingga usia yang sudah cukup jauh melebihi setengah abad.

Lalu, apakah itu artinya rating kesehatan mereka juga lebih baik dari orang-orang yang berprofesi lain?

Jika dinilai secara general angka kematian para pelaku sepak bola tidaklah tinggi jika dihitung dari usia muda (saat menjadi pemain) sampai maksimal 70 tahun ketika sudah pensiun -berpatokan pada tingkat keaktifan pelatih saat ini. 

Mereka yang pensiun dari tengah lapangan juga biasanya memutuskan untuk menjadi pelaku sepak bola di pinggir lapangan.

Namun, tidak sedikit juga yang memutuskan untuk sedikit jauh dari tepi lapangan, seperti menjadi pundit bola ataupun profesi lainnya. Keputusan beragam itu yang kemudian juga menentukan rate kesehatan mereka pasca tidak aktif sebagai pesepakbola.

Bagi mereka yang sudah jauh dari tepi lapangan, ada dua kemungkinan yang dapat mendasarinya. Kemungkinan pertama adalah kesehatan yang jauh menurun (faktor usia) dan perlu dirawat dengan cara mengurangi aktivitas, khususnya berpikir kompleks tentang sepak bola.

Sedangkan kemungkinan yang kedua adalah keinginan untuk tidak tersentuh pada pola hidup yang disiplin. Seperti halnya ketika masih bersentuhan dengan bola meski bukan lagi sebagai pemain -pensiun dari lapangan bukan karena faktor usia/kesehatan.

Satu hal yang perlu diketahui ketika membaca dua kemungkinan itu adalah berolahraga itu juga sangat penting bagi pelatih sepak bola. 

Jika tidak demikian, mereka juga akan kesulitan untuk lebih dekat dengan para pemainnya. Meski dalam hal instruksi teknis, para pelatih tersebut selalu dibantu oleh asisten-asistennya yang lebih muda dan masih bugar.

Namun, pemandangan semacam itu tidak membuat para pelaku sepak bola tidak seperti manusia pada umumnya. Mereka juga dapat sakit dan tentunya juga dapat memiliki penyakit yang dapat membuat mereka harus meninggal sewaktu-waktu.

Ambil contoh seperti alm Tito Vilanova yang harus meninggal karena kanker tiroid. Sebenarnya, eks asisten Guardiola itu sudah menjalani serangkaian operasi.

Tito Vilanova masih berusaha kawal Barcelona semusim penuh di tahun 2014. (Sindonews.com)
Tito Vilanova masih berusaha kawal Barcelona semusim penuh di tahun 2014. (Sindonews.com)
Namun dikarenakan stadiumnya yang sudah tinggi, akhirnya pemegang tongkat estafet kepelatihan langsung dari Pep Guardiola itu harus pergi meninggalkan Barcelona dan sepak bola untuk selama-lamanya. Semoga tenang di sana, Tito!

Eric Abidal jadi dirtek Barcelona. (Forbes.com)
Eric Abidal jadi dirtek Barcelona. (Forbes.com)
Ada pula pesepak bola yang semasa aktifnya harus menjalani operasi kanker, seperti Jonas Gutierrez dan Eric Abidal. 

Nama terakhir tentu sangat familiar bagi penikmat sepak bola era 2000-an yang mana masih dapat menyaksikan kualitas jempolan full back Prancis yang membela klub raksasa Spanyol, FC Barcelona.

Namun, pria yang kini berusia 40 tahun itu pernah harus menghadapi kanker hati (hepatitis) yang kemudian membuat dirinya harus segera pensiun agar dapat lebih fokus dalam pemulihan. 

Beruntung, operasinya berjalan lancar dan membuat dirinya kini masih berada di sekitar Camp Nou. Karena selepas pensiun, dirinya ditunjuk sebagai Direktur Teknik Barcelona.

Jonas Gutierrez cukup penting bagi Newcastle United. (Teamtalk.com)
Jonas Gutierrez cukup penting bagi Newcastle United. (Teamtalk.com)
Sedangkan Jonas Gutierrez pernah menjalani operasi untuk kanker testis yang membuat dirinya kala itu langsung menepi dari lapangan meski masih terikat kontrak sebagai pemain Newcastle United. 

Bahkan, pihak klub juga masih mendukung pemain asal Argentina itu untuk pemulihan meski kontraknya semakin menipis.

Meski di versi lain, Newcastle dikabarkan meminta Gutierrez untuk mencari klub lain. Namun, Gutierrez berhasil come back. Bahkan, pasca operasi pada 2014, full back kiri itu kembali bermain untuk Newcastle pada 2015 dan kini masih aktif bermain sepak bola dengan membela klub dari asal negaranya, Club Atletico Banfield.

Melihat keberhasilan dua pelaku sepak bola tersebut, tentu kita juga berharap hal yang sama terjadi pada pelatih Bologna saat ini, Sinisa Mihajlovic. Pria asal Serbia yang justru lahir di Kroasia itu dikontrak sebagai pelatih Bologna untuk mengarungi Serie A musim 2019/20.

Bahkan, dirinya menjadi pengganti pelatih muda, Filippo Inzaghi yang dinilai gagal membawa Bologna ke performa yang menjanjikan. 

Namun, di musim yang masih berjalan sengit ini, kabar buruk menimpa eks pemain Inter Milan tersebut. Dirinya positif didiagnosis mengidap kanker darah atau leukemia.

Meski demikian, aura semangatnya untuk berjuang sangat terlihat, meski cenderung dapat dilihat juga sebagai tindakan nekad. Seperti ketika Bologna bermain imbang melawan Verona pada Agustus lalu. 

Di pertandingan itu, dirinya hadir meski baru saja menjalani kemoterapi dan itu memberikan kejutan kepada publik.

Semangat yang luar biasa itu juga membuat pihak klub masih berpikir bahwa Mihajlovic masih mampu mengajak Riccardo Orsolini dkk untuk bermain bagus dan tetap eksis di Serie A. 

Dukungan pun terus mengalir, baik dari internal klub maupun dari berbagai pihak, dan itu membuat upaya keras Mihajlovic untuk menang dari leukemia semakin terbuka lebar.

Pasca vonis di bulan Juli 2019 lalu, kini Mihajlovic perlu menjaga kondisinya untuk tetap bagus. Dirinya juga masih cukup sering berjumpa dengan para pemainnya dan media massa, meski setiap saat harus menjalani program kemoterapi.

Upayanya itu membuat publik dan orang-orang di sekitarnya perlu tahu bahwa pelaku sepak bola juga masih manusia biasa. 

Di balik kebiasaan mereka yang dekat dengan dunia olahraga, tidak serta-merta menutup kemungkinan juga dapat mengalami hal-hal yang kurang bagus di kesehatannya.

Ibaratnya penyakit dan kesehatan adalah dua sisi koin yang saling melekat di dalam tubuh manusia. Mereka dapat berada di setiap tubuh tanpa peduli siapa orang itu dan apa hobinya.

Kini, kita hanya perlu berharap Sinisa dapat memenangkan pertandingan sengitnya melawan leukemia dan kembali ke tepi lapangan sebagai salah satu pelatih tangguh di Serie A. Semoga!

Malang, 6 Januari 2020
Deddy Husein S.

Berita terkait:

Forbes.com, Detik.com, Cnnindonesia.com, Tempo.co 1, Kompas.com, Tempo.co 2.

Artikel terkait:

Arnold Adoe (Kompasiana) dan Bobby (Kompasiana).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun