Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Geopolitics Enthusiast

Learn to live, live to learn.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ekonomi Global dalam Cengkraman "Yo-yo" Trump

19 Juli 2025   19:52 Diperbarui: 20 Juli 2025   10:36 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AFP/MANDEL NGAN via KOMPAS.com)

Tarif-tarif itu bukan hanya mengacaukan pasar, tetapi juga "melumpuhkan investasi asing langsung". Laporan dari UNCTAD (Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan) menyebut bahwa investasi internasional telah turun ke level 2008 --- masa ketika dunia dilanda krisis finansial global.

Dengan kata lain, hanya lima bulan Trump menjabat, dunia kembali ke titik terendah yang pernah kita kenal dua dekade lalu.

Ekonomi AS bertumbuh atau justru terkapar?

Trump sering mengklaim bahwa kebijakannya akan "membawa pulang kemakmuran ke rumah". Tapi kenyataannya, ekonomi AS pun ikut terguncang.

Lembaga pemeringkat Moody's merilis proyeksi mengejutkan: 48% kemungkinan resesi dalam waktu dekat. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak masa kelam pandemi. Mengapa? Salah satu jawabannya adalah kelesuan konsumen. Pada Mei lalu, warga Amerika memangkas pengeluaran mereka untuk mobil, hotel, dan restoran. Ini sinyal waspada dalam perekonomian berbasis konsumsi.

Trump menjanjikan pertumbuhan, tetapi yang terjadi adalah ketidakpastian dan inflasi yang tak sepenuhnya padam. Ia menjanjikan lapangan kerja, tetapi yang muncul adalah gelombang PHK dari Asia hingga Amerika Latin.

Trump berulang kali berjanji bahwa perang dagangnya akan "membawa pulang" lapangan kerja ke Amerika. Dalam berbagai kampanye dan wawancara sejak 2018 hingga periode kepemimpinannya yang baru, ia menegaskan bahwa mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor akan mendorong perusahaan kembali memproduksi di dalam negeri --- dan menciptakan jutaan pekerjaan bagi rakyat AS.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Gelombang PHK justru menyebar dari Asia hingga Amerika Latin, dampak langsung dari kebijakan tarif dan ketidakpastian perdagangan global.

Di Meksiko dan Brasil, negara-negara yang menjadi pusat produksi otomotif dan elektronik untuk pasar Amerika Utara, PHK massal terjadi pada perusahaan-perusahaan subkontraktor. Menurut laporan Latin American Economic Observatory (LAEO), sekitar 145.000 pekerjaan manufaktur hilang sepanjang semester pertama 2024. Banyak di antaranya bekerja untuk perusahaan multinasional yang memutuskan menunda ekspansi atau merelokasi produksi karena ketidakpastian perdagangan lintas batas.

Ironisnya, semua ini terjadi tanpa terciptanya lapangan kerja baru secara signifikan di Amerika Serikat. Bureau of Labor Statistics (BLS) AS mencatat bahwa pada periode yang sama, pekerjaan sektor manufaktur di AS hanya bertambah 22.000. Angka tersebut tidak sebanding dengan jutaan yang dijanjikan Trump. Bahkan, beberapa sektor seperti otomotif justru mengalami stagnasi karena kenaikan harga bahan baku akibat tarif impor dari mitra dagang utama.

Alih-alih menciptakan lapangan kerja, kebijakan Trump justru membuat perusahaan multinasional gamang. Mereka enggan berinvestasi, menunda perekrutan, bahkan memangkas tenaga kerja di lokasi-lokasi yang sebelumnya dianggap aman dan murah.

Negara berkembang menjadi korban di antara dua raksasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun