Dalam konteks etika publik, Kant akan melihat perilaku tak etis sebagai pelanggaran terhadap kewajiban moral. Seorang pejabat publik memiliki kewajiban untuk melayani rakyat, bukan untuk memperkaya diri. Seorang akademisi memiliki kewajiban untuk mencari kebenaran, bukan untuk memanipulasi data demi kepentingan tertentu. Ketika mereka melanggar kewajiban ini, mereka tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga melanggar prinsip moral universal. Kant akan mengkritik keras perilaku para figur publik yang mengabaikan kewajiban moral mereka, karena hal itu merusak fondasi moral masyarakat.
Michel Foucault: Kekuasaan dan Manipulasi Etika
Filsuf Prancis, Michel Foucault, menawarkan catatan kritis dari sudut pandang yang berbeda, yaitu melalui lensa kekuasaan. Bagi Foucault, kekuasaan tidak hanya terpusat pada negara, tetapi menyebar di seluruh lapisan masyarakat. Kekuasaan bekerja melalui pengetahuan dan wacana, membentuk cara kita berpikir dan bertindak.
Foucault melihat fenomena memudarnya etika publik sebagai konsekuensi dari cara kekuasaan bekerja di era modern. Media dan teknologi tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga medan pertempuran kekuasaan. Popularitas, citra, dan narasi yang dibangun di media sosial adalah bentuk kekuasaan. Dalam konteks ini, perilaku tak etis dapat dipahami sebagai strategi untuk mengakumulasi kekuasaan dan mempertahankan dominasi, terlepas dari konsekuensi moralnya. Foucault akan menyoroti bagaimana etika publik menjadi subjek yang dinegosiasikan dan dimanipulasi oleh mereka yang memiliki akses ke sumber daya kekuasaan.
John Rawls: Ancaman Serius bagi Keadilan Sosial
Filsuf Amerika, John Rawls, dalam karyanya A Theory of Justice, menyoroti pentingnya keadilan sebagai prinsip utama masyarakat. Rawls berpendapat bahwa masyarakat yang adil adalah masyarakat yang diatur oleh prinsip-prinsip yang akan disetujui oleh semua orang dalam "posisi asli" (original position) di mana mereka tidak mengetahui posisi sosial mereka di masa depan. Dua prinsip utama yang ia ajukan adalah prinsip kebebasan yang sama dan prinsip perbedaan (difference principle).
Dari perspektif Rawls, memudarnya etika publik adalah ancaman serius bagi keadilan sosial. Ketika para figur publik, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan, justru merusak integritas sistem, maka prinsip keadilan akan terkikis. Korupsi, nepotisme, dan perilaku tak etis lainnya menciptakan ketidaksetaraan dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi. Rawls akan berpendapat bahwa etika publik adalah prasyarat fundamental untuk menciptakan dan mempertahankan masyarakat yang adil.
Menawarkan Jalur Solusi: Tanggung Jawab Kolektif
Dengan demikian, memudarnya etika publik bukanlah sekadar masalah individu, melainkan masalah kolektif yang berakar pada krisis moral dan kegagalan sistem. Lalu, ini tanggung jawab siapa untuk membenahi dan menanam kembali nilai-nilai etika publik yang kian memudar? Jawabannya tidak sesederhana menunjuk satu pihak, melainkan melibatkan seluruh sendi masyarakat.
1. Peran Sentral Lembaga Pembentuk Karakter
Membaca situasi nyata di atas, langkah efektif harus dimulai dari pilar-pilar utama yang membentuk karakter manusia yaitu.
- Mimbar Agama: