Mohon tunggu...
Davinci P
Davinci P Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa semester 7 Program Studi Kedokteran. Selama menjalani masa perkuliahan, saya aktif terlibat dalam berbagai program kerja, baik di lingkungan internal kampus maupun eksternal. Saya suka menulis, karena melalui tulisan saya dapat mencatat ide, pengalaman, dan pemikiran saya, sekaligus menuangkannya menjadi bentuk yang dapat dibaca, diingat, dan dibagikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Miras Berujung Penikaman di Tanah Manado

11 Oktober 2025   06:54 Diperbarui: 11 Oktober 2025   06:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali pesawat mendarat di Bandara Sam Ratulangi, ada rasa hangat yang selalu sama, rasa yang selalu dirindukan ketika sedang berada di perantauan, rasa ingin bertemu dengan keluarga, kerabat, dan bernostalgia dengan masa lalu. Apalagi kerinduan mencium aroma dari ikang bakar tindarung, nasi kuning Manado, dan satu lagi yang tak mungkin lupa yaitu tinutuan, atau orang luar Manado menyebutnya "bubur Manado." Hari-hari balik dari perantauan memang selalu ditunggu-tunggu, apalagi ketika mendekati suasana hari Lebaran Idulfitri atau Natal, sangat membuat hati terdorong untuk balik ke rumah, rumah masa kecil yang dirindukan.

Sebelum sampai di Manado, saya membaca berita tentang terjadinya penikaman yang disebabkan oleh pertikaian di acara minum-minum. Sebagai orang Manado, pasti bukan hal yang aneh melihat orang minum-minum setiap ada acara, mungkin karena sudah menjadi kebiasaan dari dulu, yang dianggap sebagai penghangat dan perekat hubungan. Apalagi daerah Sulawesi Utara, tepatnya di Minahasa, merupakan tempat penghasil minuman beralkohol lokal yang dikenal dengan "cap tikus"; yaitu minuman yang dibuat dari penyulingan air nira pohon aren atau enau, yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi, sekitar 40--75%.

Di benak saya muncul pertanyaan, "Kiapa kang, acara kumpul-kumpul yang depe tujuan for mo menghangatkan deng mempererat hubungan (menurut dorang), mar malah bekeng jadi tampa bakutikang?"

Saya ingin mengambil sedikit contoh di tempat saya merantau, yaitu Jakarta. Di sana saya tidak menemukan kebiasaan minum-minum setelah acara seperti yang saya dapat di Manado. Tetapi tentu saja, Jakarta memiliki persoalan sendiri: dari perkelahian di jalan akibat saling senggol pengendara, masalah pribadi, dan sebagainya, namun jarang sekali diakhiri oleh penikaman. Jika kita berbicara tentang tingkat penikaman, Jakarta sepertinya kalah telak dengan Manado. Bahkan, saya pernah melihat peta lokasi zona merah, atau zona yang dikatakan rawan jika kita melintas karena sering terjadi penikaman. Setelah saya berkunjung ke banyak tempat, saya menyadari satu hal: di beberapa daerah, tawa setelah orang-orang minum bisa berhenti di meja, tapi di Manado, tawa itu kadang berakhir di berita.

Saya pernah, ketika di perjalanan balik ke rumah, melihat seorang anak muda yang tergeletak di samping jalan dengan wajah sedikit memar. Lantas, mobil yang saya kendarai saya berhentikan sedikit jauh untuk menjaga jarak aman. Saya tanyakan ke bapa yang saya temui di situ, "Om, tu anak kiapa?" dan bapaknya menjawab, "Biasa, cuman baku salah pas waktu minum." Yang terpikir di benak saya adalah, saking biasanya hal-hal seperti ini dibilang "cuman" atau mungkin dianggap masalah kecil, ya.

Di hari Sabtu ketika saya balik ke Manado, hari sebelumnya terjadi tawuran antar kampung. Saya pun penasaran akar masalahnya apa. Diceritakan oleh teman saya, kejadian itu awalnya disebabkan oleh anak muda asal kampung A yang membeli minuman di dekat kampung B dalam keadaan mabuk. Ketika melintas di gang B, karena efek alkohol, dia mengejar pemuda yang sedang duduk sampai ke dalam gang. Pemuda yang dikejar itu lalu melapor ke teman-temannya, sehingga terjadi pembalasan yang akhirnya harus dihentikan oleh polisi.

Lain cerita, ketika saya sedang di rumah kopi, saya berbincang dengan seorang mantan preman. Singkat cerita, dia mengatakan bahwa dia akan lebih berani jika minum alkohol dan menggunakan pisau ketika berkelahi, karena merasa lebih kebal setelah minum alkohol. Sebenarnya masih banyak lagi berita tentang penikaman yang terjadi; tetapi akan sangat panjang jika saya uraikan semuanya.

Saya sebelumnya pernah berdiskusi dengan teman saya di perantauan mengenai permasalahan ini. Kami merasa sangat kecewa melihat kota tempat kami dibesarkan, tempat yang kami anggap rumah yang aman, tetapi seiring berjalannya waktu menjadi tidak aman akibat oknum-oknum tertentu. Dari hasil analisis pribadi dan diskusi kecil, kami merasa hal seperti ini disebabkan bukan oleh satu hal tunggal, tapi multifaktorial:

  • Individu

Impulsivitas saat sampai pada tahap mabuk; alkohol menekan aktivitas neuron di prefrontal cortex, sehingga kemampuan seseorang untuk berpikir rasional, menimbang risiko, dan menahan keinginan berkurang drastis. Hasilnya, seseorang jadi lebih berani, nekat, dan spontan karena "rem" kendali dirinya tidak bekerja. Terjadi pelampiasan emosi yang berujung pada perkelahian dan KDRT yang ujung-ujungnya, jika tak tertahan, bisa berakhir pada kematian.

  • Kultural

Budaya minum di Manado sudah dianggap sebagai simbol kebersamaan atau kebiasaan setiap ada acara, bahkan pada hari biasa. Sampai ada kata-kata seperti, "Kalau nda minum, nda asik," yang membuat orang yang tak minum terdorong untuk coba.

  • Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun