Tantangan dalam Implementasi PP 23 Tahun 2018
Meskipun PP 23 Tahun 2018 memberikan banyak manfaat bagi pelaku UMKM, implementasi kebijakan ini juga menghadapi sejumlah tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan utama dalam implementasi PP 23 Tahun 2018:Â
1. Kurangnya Sosialisasi kepada Pelaku UMKM
Salah satu tantangan utama dalam implementasi PP 23/2018 adalah minimnya pemahaman di kalangan pelaku UMKM mengenai aturan ini. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah menyebabkan banyak pelaku UMKM tetap menggunakan sistem perpajakan lama atau bahkan menghindari kewajiban perpajakan karena merasa prosesnya sulit. Selain itu, banyak UMKM yang masih menggunakan metode pencatatan keuangan secara manual atau bahkan tidak memiliki pembukuan sama sekali, sehingga mereka merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan perpajakan yang ada. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut dari pemerintah, seperti program edukasi, pelatihan, dan pendampingan bagi UMKM agar mereka dapat memahami dan memanfaatkan kebijakan ini secara optimal.
2. Transisi ke Sistem Pajak Normal
PP 23 Tahun 2018 menetapkan bahwa tarif pajak 0,5% dari omzet hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu. Setelah masa berlaku berakhir, UMKM wajib beralih ke sistem perpajakan normal, yang berarti mereka harus membayar pajak berdasarkan laba bersih dengan tarif pajak penghasilan yang lebih tinggi. Perubahan ini menjadi tantangan besar bagi UMKM, terutama yang belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang memadai. Maka dari itu, diperlukan  adanya pendampingan dan dukungan dari pemerintah, seperti pelatihan akuntansi sederhana, insentif bagi UMKM yang patuh dalam transisi, serta penyediaan layanan konsultasi perpajakan yang mudah diakses.Â
3. Kemungkinan Penyalahgunaan Aturan
Beberapa usaha dengan omzet yang jauh lebih besar dari batasan yang ditetapkan dalam aturan mungkin berusaha menghindari kewajiban pajak yang lebih tinggi melalui berbagai cara, seperti membagi omzet menjadi beberapa anak usaha kecil atau tidak melaporkan pendapatan mereka secara akurat. Tanpa adanya pengawasan yang ketat, ada risiko bahwa kebijakan ini justru dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang sebenarnya sudah mampu membayar pajak dengan tarif normal, sementara UMKM yang benar-benar memerlukan manfaat dari kebijakan ini justru tidak mendapatkan informasi atau dukungan yang memadai.Â
     Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah perlu meningkatkan sistem pengawasan dan penegakan aturan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem audit yang lebih baik, memanfaatkan teknologi untuk pemantauan transaksi usaha, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran atau memanipulasi pajak.Â
KesimpulanÂ
     PP 23 Tahun 2018 merupakan kebijakan yang sangat bermanfaat bagi UMKM karena menawarkan keringanan pajak dan kemudahan dalam administrasi perpajakan. Dengan menetapkan tarif pajak final sebesar 0,5% dari omzet bruto, UMKM dapat lebih leluasa dalam mengembangkan usaha tanpa terbebani oleh pajak yang tinggi. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak.Â