Mohon tunggu...
Davi Julio
Davi Julio Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Untirta

an movie addict

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membongkar Kasus Korupsi dan Kolusi di Era Digital

18 Maret 2024   22:03 Diperbarui: 18 Maret 2024   22:03 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan institusi negara. Ketika kasus korupsi bansos COVID-19 terungkap, masyarakat umumnya merasa kecewa dan marah. Mereka mengharapkan tindakan tegas dari pemerintah untuk mengungkap pelaku korupsi, memulihkan dana yang telah disalahgunakan, serta memberikan sanksi yang sesuai bagi para pelaku. Namun, proses penegakan hukum terkadang diwarnai oleh berbagai hambatan, termasuk intervensi politik, kurangnya transparansi, dan kelemahan dalam sistem pengawasan.

Untuk mengatasi kasus korupsi bansos COVID-19, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan lembaga penegak hukum. Pertama, pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk memberantas korupsi dengan melakukan investigasi yang mendalam dan transparan terhadap kasus-kasus tersebut. 

Lembaga penegak hukum juga perlu diberikan mandat dan sumber daya yang cukup untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku korupsi. Selain itu, perlu diperkuat mekanisme pengawasan dan kontrol dalam pengelolaan dana bansos. Hal ini termasuk peningkatan transparansi dalam alokasi dan penggunaan dana, serta penguatan sistem pelaporan dan audit. Masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif dalam memantau penggunaan dana bansos dan melaporkan setiap indikasi penyelewengan kepada lembaga yang berwenang.

Selain tindakan penegakan hukum, penting juga untuk mendorong perubahan budaya dan sistem dalam pemerintahan. Hal ini mencakup peningkatan integritas dan akuntabilitas para pejabat publik, serta pembentukan mekanisme insentif dan hukuman yang efektif untuk mencegah praktik korupsi. 

Kasus korupsi bansos COVID-19 menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan tata kelola dan pengelolaan dana publik. Dengan langkah-langkah yang tegas dan komprehensif, kita dapat memastikan bahwa dana bantuan sosial digunakan secara efektif dan efisien untuk membantu mereka yang membutuhkan, serta membangun kepercayaan publik yang lebih kokoh terhadap pemerintahan.

Sebagai negara hukum, Indonesia telah merdeka hampir selama 78 tahun seperti terdapat pada  Undang-Undang  Dasar (UUD) 1945 Pasal  1  Ayat  3. Bahwa  aspek kesamaan  di  muka hukum untuk setiap warga negara merupakan asas penting negara hukum  


Akan tetapi,  sistem supremasi hukum  Indonesia cenderung menurun. Ini  terbukti  dalam perkara pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia, seorang Aparat Penegak Hukum yang  terlibat  dalam kasus  gratifikasi  dan penyogokan bernama Bambang Kayun . Sekalipun telah  diputuskan  bersalah,  kasus  ini menyita perhatian rakyat  Indonesia karena  keputusan hukumannya  dianggap  kontroversial.  

Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun, Bekas Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Divisi Hukum Polri,  terbukti  melanggar kode  etik  dan profesi polri (KEPP) di Propam Polri pada Oktober  2016.  Dalam kasus itu, Bambang disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Setelah itu, Bambang ditahan dan menjadi tersangka pada 3 Januari 2023. 

Dan pada saat yang bersamaan praktik suap semakin mengancam integritas aparat penegak hukum, tidak hanya terbatas pada hakim agung, tetapi juga melibatkan anggota Mabes Polri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dugaan praktik suap yang dilakukan oleh anggota Mabes Polri.

Kasus gratifikasi yang melibatkan aparat penegak hukum terjadi dari 6 Desember 2016 hingga April 2021. KPK menahan Ajun Komisaris Besar Bambang Kayun, mantan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri, sebagai tersangka penerima gratifikasi senilai lebih dari Rp 50 miliar dari beberapa pihak. Penerimaan suap dari beberapa pihak pertama kali terungkap melalui kasus pengurusan perkara pemalsuan surat dalam perselisihan hak waris PT Aria Citra Mulia. Dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada hari Selasa, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan bahwa Bambang diduga menerima imbalan sebesar Rp 6 miliar dan sebuah mobil mewah dari Emilya Said dan Herwansyah.  

Kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan aparat penegak hukum merupakan contoh serius dari penyimpangan dalam sistem peradilan yang seharusnya menjaga keadilan dan integritas. Ketika aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung hukum malah terlibat dalam praktik korupsi, hal tersebut tidak hanya merusak citra lembaga penegak hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun