Mohon tunggu...
David Darmawan
David Darmawan Mohon Tunggu... Direktur utama PT Betawi Global Korporatindo, pendiri SOCENTIX dan mantan dirut PT Redland Asia Capital Tbk. (IDX: PLAS) Ketua Umum ORMAS Betawi Bangkit.

ٱلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ ʾas-salāmu ʿalaykum Sebagai seorang anak Betawi tulen, saya yakin akan adanya persatuan dan kesatuan di Betawi melalui pemerintahan saat ini. "PER IMPERIUM VENIT PAX" — Melalui pemerintahan datanglah kedamaian. Berdasarkan UU NO 2 2024 DKJ (Daerah Khusus Jakarta), saya merasa bangga dengan warisan budaya saya. Dikenal di komunitas sebagai jawara yang berani, saya memiliki banyak kenalan di berbagai tempat berkat kehangatan dan keramahan khas Betawi. Saya memiliki hobi unik yaitu mengenakan baju pangsi, pakaian tradisional Betawi yang menunjukkan kecintaan saya terhadap tradisi. Lebih dari sekadar menjaga warisan, saya bersemangat membagikan pengetahuan dan wawasan untuk kemajuan peradaban Betawi, khususnya di bidang teknologi, lingkungan hidup, dan rekonstruksi keuangan berbasis aset (Asset Based Financial Engineering). Melalui blog saya di Kompasiana, saya berbagi cerita, pemikiran, dan inisiatif yang mendukung pelestarian dan inovasi dalam kebudayaan Betawi, bertujuan menginspirasi generasi saat ini dan mendatang (In het verleden ligt het heden, in het nu wat worden zal De bovenstaande woorden (van Willem Bilderdijk) Bhs., Belanda yang artinya : hari ini adalah produk masa lalu dan bahan baku untuk hari esok!. Izinkan saya menutup dengan sedikit pantun! di atas daratan ade gunung, di atas gunung ade langit! buat kite semua anak betawi klo mao maju jangan pade bingung! karne SK kite ude turun dari langit! Klo ada salah itu milik aye! kesempurnaan hanya milik ALLAH! ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ Wassalammulaikum WBR.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Krisis Driver Online: Terjebak dalam Labirin Algoritma, Bagaimana Menciptakan Masa Depan yang Adil?

3 Juli 2025   15:18 Diperbarui: 3 Juli 2025   15:28 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI. Kebijakan tarif transportasi yang ditetapkan oleh aplikator kepada driver perlu segera dilakukan pemangkasan. ANTARA FOTO/Fauzan/YU 

Setiap kali kita menekan tombol "order" di aplikasi "ride-hailing"(Layanan Transportasi Online) seperti Gojek atau Grab, kita menikmati kepraktisan yang nyaris ajaib---transportasi murah, cepat, tersedia 24 jam. 

Tapi di balik kenyamanan ini, bersembunyi realitas keras yang jarang tersorot. Para driver ojek online bekerja hingga 12--14 jam sehari, hanya untuk mendapati penghasilan mereka makin menipis.

(Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
(Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Menurut survei Katadata (2023), 72% driver ojek online di Indonesia berpenghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Beban biaya operasional seperti bensin dan servis menelan 40% pendapatan mereka (LPEM UI, 2024), sementara platform mengambil potongan 20--30%. Di sisi lain, tekanan target dan sistem penilaian membuat 1 dari 3 driver mengalami gangguan kesehatan seperti sakit punggung kronis dan stres (Kemenkes, 2023).

(Foto: Yakub Mulyono/detikcom) 
(Foto: Yakub Mulyono/detikcom) 

Ini bukan sekadar problem transportasi. Ini adalah kegagalan sistemik ekonomi digital---"gig economy"---yang menindas manusia di balik algoritma.

I. Mengapa Driver Ojek Online Terjebak dalam "Lubang Hitam" Ekonomi?

1. Eksploitasi oleh Algoritma yang Tidak Manusiawi

"Surge Pricing" yang Tidak Transparan.

Tarif dinamis seolah menguntungkan semua pihak saat permintaan naik---contoh saat hujan tarif naik 3x lipat---tetapi driver hanya menerima kenaikan 15%. Sisanya diambil platform.

2. Sistem Rating yang Brutal.

Driver yang ratingnya turun di bawah 4.8 bisa di-suspend. Akibatnya mereka tak berani menolak order tak menguntungkan, misal jarak jauh ke arah macet tanpa penumpang balik.

3. Shadow Ban.

Platform memakai sistem "digital punishment"---driver yang sering menolak order jauh atau murah tiba-tiba sepi order karena algoritma mengurangi prioritas mereka.

Data Keras:

1. 68% driver mengaku pendapatan mereka turun rata-rata 25% sejak 2022 akibat perubahan algoritma (Survei IJRS, 2024).

2. Biaya Hidup vs Pendapatan: Neraca yang Makin Pincang

3. BBM Naik, Tarif Tetap. Harga Pertamax naik 34% sejak 2021, tapi tarif dasar ojek hanya naik 5%.

4. Tidak Ada Jaminan Sosial.

5. Hanya 8% driver yang tercatat memiliki BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK, 2023).

Contoh Nyata:

Budi, seorang driver di Jakarta, bekerja 14 jam/hari untuk membawa pulang Rp 150.000. Setelah dipotong bensin dan servis motor, ia hanya bisa membawa pulang bersih sekitar Rp 80.000---bahkan di bawah upah harian buruh bangunan.

II. Dampak Sosial & Tata Kota yang Terabaikan

1. "Gig Economy" Menciptakan Generasi Pekerja Terpinggirkan

Ekonomi digital mestinya membawa kebebasan. Nyatanya, 92% driver tidak memiliki tabungan pensiun (Bank Indonesia, 2023). Mereka bekerja tanpa jaminan hari tua, terjebak dalam roda utang dan pengeluaran harian.

2. Kesehatan Mental Terkikis.

Kementerian Kesehatan mencatat lonjakan 45% kasus gangguan kecemasan pada driver ojol sejak 2020. Stres akibat target, ancaman suspend, dan ketidakpastian pendapatan menjadi pemicu.

3. Kota Makin Macet, Driver Makin Tertekan

Fakta Mengejutkan:

Motor ojek online menyumbang 22% dari total kemacetan di Jakarta (Dishub DKI, 2023).

Minim Integrasi Transportasi.

Tanpa kebijakan integrasi "first-mile--last-mile", driver ojol dipaksa ngebut mengejar target harian tanpa dukungan sistem transportasi publik. Akibatnya, lalu lintas makin kacau, polusi meningkat, dan driver makin tertekan.

III. Solusi Revolusioner -- Teknologi untuk Keadilan

Masalah ini bukan tak terpecahkan. Justru teknologi yang saat ini menindas, bisa diubah menjadi alat untuk keadilan.

1. Memaksa Algoritma Lebih Manusiawi

"Fair-Pricing Algorithm."Platform wajib merancang algoritma yang mempertimbangkan biaya riil: BBM, servis, serta standar upah layak (contoh 1.5x UMP). Dengan transparansi penuh, tidak ada lagi manipulasi tarif sepihak.

2. "Driver Union App." Bayangkan aplikasi berbasis blockchain di mana para driver menjadi pemilik saham. Pendapatan dan data transparan, keputusan diambil bersama. Model koperasi digital semacam ini sudah mulai diuji di negara lain.

3. Kebijakan yang Memihak Pekerja Gig

  • Tarif minimum per km yang wajar---contoh Rp 3.000/km untuk jarak dekat.

  • BPJS Ketenagakerjaan wajib untuk semua driver, dengan 50% premi ditanggung platform.

Dengan langkah-langkah ini, status "mitra" tidak lagi hanya nama kosong tanpa perlindungan hukum.

4. Transformasi Kota yang Ramah Driver

  • Parkir khusus ojek online di stasiun dan halte untuk integrasi first-mile--last-mile.

  • Subsidi motor listrik plus pembangunan stasiun tukar baterai, demi mengurangi biaya BBM dan emisi.

Kesimpulan: Kita Bisa Ubah Nasib Mereka!

Driver ojek online bukan sekadar "mitra". Mereka adalah pahlawan mobilitas perkotaan. Tanpa mereka, jutaan orang telat ke kantor, anak-anak sulit sampai sekolah.

Dengan kombinasi teknologi adil (algoritma transparan), kebijakan progresif (upah minimum, BPJS), dan revolusi tata kota (integrasi transportasi), kita bisa menciptakan ekosistem di mana teknologi tidak menindas tapi memanusiakan.

#AdilUntukDriver #TeknologiBerkemanusiaan

Referensi & Data

  • Katadata (2023). "Survei Pendapatan Driver Ojol."

  • LPEM UI (2024). "Analisis Biaya Operasional Ojol."

  • IJRS (2024). "Survei Algoritma dan Pendapatan Driver."

  • Kemenkes (2023--2024). "Data Kesehatan Driver."

  • Dishub DKI (2023). "Dampak Ojol pada Kemacetan."

  • BPJS TK (2023). "Kepesertaan Pekerja Gig."

  • Bank Indonesia (2023). "Tabungan Driver Ojol."

Ingin berkontribusi?

Share artikel ini. Tag @kemenhub, @gojekindonesia, @grabid---desak mereka untuk bertindak!

Karena keadilan bagi mereka adalah fondasi kota yang layak huni bagi kita semua.

**Catatan:** Artikel ini bisa diperpanjang dengan wawancara eksklusif, video dokumenter, atau infografis. Tertarik kolaborasi? Hubungi penulis! (WA: 081916181616)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun