Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Evaluasi Sistem Pemilu Untuk Minimalisir Money Politics dan Institusionaliasi Partai

13 Maret 2024   00:08 Diperbarui: 13 Maret 2024   00:10 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Tribunnews.Com

Apa yang menarik sebagai bahan permenungan paska pelaksanaan pemilihan calon anggota legislatif Pemilu 14 Februari 2024 ?

Satu sisi, patut disyukuri pelaksanaan Pemilu kali ini relatif berjalan lancar, aman dan tidak ada peristiwa yang kerusuhan yang mengkuatirkan.

Namun disisi lain, dalam pelaksanaan pileg 2024 masih marak praktek pemberian uang (money politics) dilakukan caleg untuk mempengaruhi pilihan masyarakat sebagai konstituen.

Ironisnya, praktek money politics ini justru lebih marak terjadi di daerah, bukan di perkotaan. Bahkan lebih banyak dilakukan Caleg Tingkat II / Kabupaten dibandingkan Caleg Provinsi dan DPR RI.

Money politics lebih masif terjadi di daerah dibandingkan di perkotaan merupakan sebuah indikator menunjukkan betapa semakin rendahnya kualitas pelaksanaan demokratisasi, serta terjadi degradasi makna demokrasi di negeri ini dari periode ke periode.

Jika dibandingkan dengan Pemilu 1999 sebagai tonggak awal lahirnya reformasi dan demokrasi di Indonesia, sesungguhnya pada saat itu belum terdengar ada praktek money politics.

Memang Pemilu 1999 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup, yaitu konstituen hanya memilih gambar partai politik, bukan memilih nama caleg sebagaimana berlaku pada sistem proporsional terbuka di beberapa periode terakhir ini.

Perlu kajian lebih mendalam untuk mencari korelasi sistem pemilu proporsional tertutup maupun sistem proporsional tertutup terhadap terjadinya praktek money politics.

Namun secara empiris, dapat terlihat dengan kasat mata bahwa dalam pemilu sistem proporsional terbuka merupakan lahan subur terjadinya praktek money politics, karena berkaitan dengan kerasnya tingkat kompetisi diantara para caleg, baik sesama caleg internal partai maupun dengan caleg partai kompetitor.

Pemilihan anggota legislatif berbentuk Pemilu proporsional terbuka mempergunakan sistem sainte lague yang diterapkan dalam pelaksanaan dua kali Pileg terakhir juga semakin marak terjadi praktek money politics.

Dalam sistem perhitungan sainte lague memang dalam tahap awal konversi perolehan suara untuk menentukan jumlah kursi diperoleh berdasarkan jumlah grand total perolehan suara partai politik.

Tetapi untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh kursi di lembaga legislatif ditentukan berdasarkan jumlah perolehan suara terbanyak caleg, bukan berdasarkan nomor urut caleg.

Dengan berdasarkan perolehan suara caleg terbanyak di internal partai politik inilah menyebabkan terjadi kompetisi sengit antara caleg di dalam satu partai politik. Oleh karena itu sering jadi faktor penyebab timbulnya tindakan menghalalkan segala cara untik memenangkan persaingan, terutama lewat cara pragmatis melakukan praktek money politics.

Dengan maraknya praktek money politics maka calon terpilih akan didominasi oleh caleg yang memiliki modal uang besar. Hanya yang memiliki uang dalam jumlah besar terpilih jadi anggota legislatif.

Jadi tidak mengherankan bila anggota legislatif, terutama DPRD di Tingkat Kabupaten akhir-akhir lebih banyak diduduki oleh orang-orang yang mengandalkan uang. Baik itu berlatar belakang pengusaha dan pejabat beserta anak cucunya.

Kondisi yang terjadi seperti ini penyebab muncul sikap apatis dan skeptis terhadap kualitas anggota legislatif, terutama keraguan terhadap terjadi peningkatan kualitas demokrasi dan produk legislasi, pengawasan dan anggaran.

Untuk mencari akar masalah dan penyebab terjadinya praktek money politics saat ini, khususnya dalam pemilihan caleg tak ubahnya bagaikan mencari ujung pangkal benang kusut.

Karena sudah terjadi sengkarut kepentingan antara caleg dengan konstituen, bahkan seakan terwujud hubungan simbiosis mutualisma yang salah.

Sistem pemilu proporsional terbuka memang hanya salah satu faktor penyebab terjadinya praktek money politics disamping pengaruh variabel yang lain, misalnya sikap pragmatis.

Namun pemerintah hanya bisa meminimalisir terjadinya praktek money politics ini lewat revisi instrumen konstitusi, khususnya undang-undang pemilu.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mengembalikan sistem pileg ke sistem proporsinal tertutup. Selain diharapkan mampu meminimalisir money politics sekaligus memberi ruang terjadi institusionalisasi partai politik.

Partai politik sekarang ini telah terjebak hanya berorientasi kepada kemenangan elektoral belaka berdasarkan popularitas, elektabilitas dan isi tas (uang) para caleg tanpa memperdulikan latar belakang sebagai kader maupun kualitas. Tapi hanya mengejar kuantitas elektoral.

Padahal dengan fenomena seperti itu justru terjadi degradasi arti penting dan fungsi partai politik sebagai pilar utama demokrasi.

Banyak caleg maupun anggota legislatif tidak loyal terhadap partai, dan partai hanya dianggap sebagai perahu tumpangan menuju tujuan pribadi.

Jika kondisi seperti ini terus berlangsung maka partai politik semakin hari semakin kehilangan fungsi sebagai organ artikulasi kepentingan rakyat maupun sebagai partai kader.

Degradasi makna dan fungsi partai politik dewasa ini semakin kentara dan nampak jelas dari sikap beberapa elit politik yang seenaknya gonta ganti partai politik, bahkan berani mengatakan dimasa mendatang para generasi muda tidak membutuhkan partai politik jika ingin bertarung merebut kekuasaan.

Sudah pada tempatnya, dan sudah layak dilakukan pikir ulang untuk meningkatkan kualitas partai politik dan anggota legislatif lewat jalan revisi instrumen kontitusi dan meminimalisir praktek money politics.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun