Sultan menjelaskan, jika demikian Indonesia tidak sekadar gambar dengan deretan pulau yang banyak. Tetapi, menjadi negara yang disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Dengan kerja sama, kata Sultan, kita mampu membangun prestasi bangsa yakni Indonesia-Maju yang gemilang. Jangan hanya secara simbolis.
Sultan kemudian memaparkan cara merajut kembali persatuan bangsa secara metaforis. Diumpamakan di setiap dada manusia Indonesia tersemat simbol Garuda Pancasila. Walaupun berbeda etnis, suku, agama, dan budaya, hingga tradisi dan bahasa, Kita tetap 'Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Bahasa Indonesia'.
Namun, untuk mewujudkan persatuan, tidak cukup dengan simbolis saja. Tetapi juga direalisasikan dalam bentuk aksi di dunia nyata. Sultan mengatakan, caranya dengan mendekatkan perbedaan menjadi satu kekuatan.
"Ibaratnya meski jari-jari kita itu memiliki ukuran, karakter, dan fungsi yang berbeda-beda, tetapi dalam satu genggaman tangan, akan memiliki kekuatan bangsa yang dahsyat," kata Sultan dalam orasinya.
Sultan pun menyayangkan sedikitnya masyarakat kita yang mempunyai perhatian terhadap penerapan Pancasila sebagai ideologi praktis.
Dengan sedikitnya pemikir yang menaruh perhatian ke sana, wajar apabila masyarakat mengalami kesulitan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, menurut Sultan, Pancasila perlu ditransformasikan ke dalam model-model yang aplikatif.
"Dalam konteks Pancasila sebagai ideologi praktis, kita memiliki tanggung jawab untuk menerjemahkannya sebagai pedoman berbangsa dan menjadikannya metode hidup. Dengan kata lain, aktualisasi Pancasila tidak akan bisa membumi, jika tetap hanya dijadikan mitos, tanpa memiliki model praktis dalam memecahkan masalah hidup masyarakat," paparnya.
Menurut Sultan, dengan dikembangkannya Pancasila sebagai ideologi praktis, maka segala konflik dapat diselesaikan dengan cara yang bermartabat. Sebab, kita semua telah mempunyai landasan nilai-nilai yang berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat. Ubah mitos menjadi etos. Mitos politik yang berkembang di masyarakat juga perlu menjadi perhatian.
Menurut Sultan, ini tidak selamanya negatif, tetapi mitos dalam kehidupan bernegara yang modern dan menuntut transparansi, menjadi racun riil dari yang fiksi, subjektif dari yang objektif, serta partikular dari yang universal.
Sultan menganjurkan Pancasila jangan hanya dijadikan mitos, tetapi dijadikan etos sebagai media untuk 'Merajut Kembali Persatuan Bangsa', terutama di tengah tarikan global.