Mohon tunggu...
Darmawan bin Daskim
Darmawan bin Daskim Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang petualang mutasi

Pegawai negeri normal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cara Menciptakan Institusi Pemerintah yang Antikorupsi

5 Desember 2022   14:20 Diperbarui: 5 Desember 2022   15:40 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Terkungkung Masa Lalu

Beberapa teori perubahan mengatakan bahwa perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dan dukungan orang-orang penting dalam organisasi.

Bagaimana jadinya bila institusi pemerintah yang memiliki cita-cita mulia ingin mengubah dirinya menjadi institusi antikorupsi, tetapi tidak mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pejabat tingginya?

Menurut John P. Kotter (Kotter, 1996), suatu tindakan perubahan yang dilakukan tanpa dukungan koalisi yang cukup, bisa jadi sukses, namun tidak akan bertahan lama, kemudian akan muncul perlawanan-perlawanan yang akan membuat usaha dari perubahan menjadi lemah.

Mendukung apa yang dikatakan John P. Kotter di atas, sehebat apa pun konsep reformasi atau transformasi antikorupsi yang dimiliki suatu institusi pemerintah, hasilnya tidak akan terlihat nyata bila seluruh pegawainya, mulai dari pimpinan pejabat eselon I, pejabat eselon II, pejabat eselon III,   pejabat eselon IV, sampai dengan pelaksananya masih memiliki keraguan untuk berkoalisi mendukung.

Hasil yang akan diperoleh masih sebatas kulit luar yang dipercantik dengan skincare semacam sertifikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) atau Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani. Saat ditanya mengapa masih ada pegawai yang terlibat praktik korupsi, sangat tenang menjawab bahwa itu adalah oknum.

Rasa ragu yang dimiliki para pimpinan sampai bawahan untuk mendukung reformasi atau transformasi antikorupsi disebabkan karena sebenarnya masih ada praktik korupsi yang dilakukan. Kalau pun sudah tidak ada praktik korupsi, bayangan masa lalu yang kelam akan selalu mengungkung langkah geraknya dalam memberikan dukungan, terlalu banyak kekhawatiran pada diri mereka.

Hilangnya Teladan Nyata

Terkungkungnya pimpinan dengan masa lalu menjadi penghambat utama bagi institusi pemerintah yang sedang jatuh bangun bereformasi atau bertransformasi antikorupsi.

Beberapa ciri pimpinan yang terkungkung dengan masa lalu adalah jarang terlibat aktif dalam aksi reformasi atau transformasi antikorupsi, tidak memberikan arahan yang jelas terkait sikap antikorupsi, serta menjadikan fakta praktik korupsi para oknum di institusinya adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan.

Padahal tahap changing pada model perubahan Lewin membutuhkan teladan kuat dari pimpinan sebagai salah satu metode penyampaian kepada bawahan terkait reformasi atau transformasi antikorupsi.

Teringat akan sebuah pertanyaan seorang rekan sejawat saat kami berdiskusi di Pangkalan Bun tentang budaya organisasi, "Mas, siapa pimpinan institusi kita yang selama ini paling menjadi teladan Mas Darmawan?" Sebuah pertanyaan simpel yang sampai saat ini belum kami dapatkan jawabannya.

Meski pada perkembangannya sikap perilaku teladan pimpinan tidak selamanya dapat menggerakkan bawahan untuk mengikutinya, tetapi setidaknya masih ada harapan, apalagi pada institusi pemerintah yang sistem hierarkinya sangat kuat.

Reformasi atau Transformasi Antikorupsi Membutuhkan Pemimpin, bukan Pimpinan

Pimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kumpulan pemimpin. Sedangkan, pemimpin berarti orang yang memimpin. Menurut KBBI, pimpinan dan pemimpin memiliki definisi yang setara.

Beda halnya bila konsteksnya terkait leadership (kepemimpinan), ternyata pimpinan dan pemimpin berbeda makna. Pimpinan merujuk pada kedudukan seseorang secara hierarki pada suatu organisasi, mempunyai kekuasan formal berupa wewenang dan tanggung jawab, yang di institusi pemerintah (birokrat) dikenal dengan istilah pejabat. Sedangkan pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpinan.

Lebih mudahnya, untuk menjadi seorang pemimpin, tidak harus menjadi pimpinan atau pejabat terlebih dahulu. Orang yang mampu menerapkan kepemimpinan dalam organisasinya atau lingkungannya, dia layak mendapatkan status pemimpin.

Di sisi lain, pimpinan atau pejabat belum tentu layak disebut pemimpin bila dia belum menerapkan kepemimpinan di institusinya. Dia hanya sekadar menjalankan fungsinya sebagai pejabat birokrat yang selalu "mendisposisikan" kerjaannya (memberi perintah) kepada para bawahannya tanpa menyampaikan masukan, arahan, petunjuk, pendapat, pemahaman, pengertiannya terlebih dahulu.

John C. Maxwell dalam bukunya The 21 Irreputable Laws of Leadership mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah pengaruh, tidak lebih dan tidak kurang.

Pengaruh dalam KBBI berarti daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Pengaruh yang diberikan pemimpin kepada bawahannya tentunya lewat teladannya. Pengaruh dan teladan tersebut tidak akan diperoleh dari pimpinan (memang belum layak berstatus pemimpin) yang terkungkung dengan masa lalu kelam korupsi.

Model Perubahan Lewin yang Dapat Diterapkan pada Reformasi atau Transformasi Antikorupsi

Sejak gerakan reformasi 1998 serta mengingat dampak negatifnya yang luar biasa, tuntutan meninggalkan praktik-praktik korupsi pada institusi pemerintah sangat kuat.

Tuntutan masyarakat tersebut memberi tekanan pada institusi pemerintah untuk berubah, dari yang sebelumnya terbiasa korupsi menjadi antikorupsi. Suatu perubahan yang sangat sulit, tapi bukan suatu yang mustahil.

Kondisi tuntutan masyarakat yang selanjutnya menjadi tekanan bagi institusi pemerintahan tersebut selaras dengan pendapat seorang ahli fisika serta ilmuwan sosial bernama Kurt Lewin yang mengungkapkan bahwa dalam menghadapi tekanan, organisasi harus melakukan perubahan hingga perubahan tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

Kurt Lewin pun mengenalkan 3 (tiga) tahap perubahan yang terencana dengan menjelaskan bagaimana memulai, mengelola, dan menstabilkan proses perubahan. Model perubahan Lewin ini dapat diterapkan institusi pemerintahan dalam reformasi atau transformasi antikorupsi.

Tiga tahap tersebut adalah:

  • unfreezing
  • changing/movement
  • refreezing

Hal utama yang mesti diupayakan pada tahap unfreezing adalah menciptakan motivasi seluruh pegawai (pimpinan tertinggi sampai bawahan) untuk berubah jadi antikorupsi. Penciptaan motivasi yang paling kuat adalah dengan membuktikan bahwa sikap perilaku korupsi yang selama ini dilakukan adalah salah. Pembuktian tersebut bisa dengan memperlihatkan fakta kasus korupsi para pejabat yang membawa kerugian besar bagi pelaku, keluarganya, lingkungannya, institusinya, bahkan negaranya.

Contoh pembuktian tadi adalah pembuktian konsekuensi atas pelanggaran ketentuan institusi ataupun negara (hukum). Pembuktian lain yang lebih kuat adalah dengan memperlihatkan konsekuensi atas pelanggaran ketentuan Tuhan (agama) yang bernama dosa.

Aksi yang pas pada tahap unfreezing adalah internalisasi, sosialisasi, dan diseminasi antikorupsi kepada seluruh pegawai.

Setelah menciptakan motivasi pada tahap unfreezing, selanjutnya adalah penyampaian sikap perilaku terkini (yang diharapkan) pada tahap changing/movement, yaitu sikap perilaku antikorupsi.

Penyampaian sikap perilaku antikorupsi yang paling efektif adalah yang dari pimpinan tertinggi institusi diikuti oleh seluruh pimpinan tinggi lainnya, sebelum dari para ahli atau dari hasil benchmark, serta pelatihan antikorupsi.

Tahap terakhir dari model perubahan Lewin adalah tahap refreezing. Tahap ini adalah tahap stabilisasi perubahan dengan memberikan kesempatan kepada seluruh pegawai untuk menujukkan sikap perilaku terkini, sikap perilaku antikorupsi. Sikap perilaku para pegawai tersebut mesti diapresiasi secara fair lewat mekanisme reward and punishment.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pun dengan model perubahan Lewin ini. Salah satu keterbatasan model perubahan Lewin ini adalah terlihat menganjurkan pendekatan manajemen perubahan dari atas ke bawah.

Bila kaitannya dengan reformasi atau transformasi antikorupsi pada institusi pemerintah, justru keterbatasan model perubahan Lewin tersebut yang cocok. Pihak pimpinan yang memiliki kekuasan formal berupa wewenang dan tanggung jawab bisa leluasa mengarahkan seluruh pegawai (bawahannya) untuk menerapkan sikap perilaku antikorupsi.

Benchmark Model Perubahan Lewin kepada Kang Mus Preman Pensiun

Perkataan Kang Mus Preman Pensiun di hadapan para anak buahnya, "Dulu-dulu kita banyak salah, kita mungkin gak berkah. Sekarang pikiran kita sudah berubah. Kerja kita harus jadi ibadah. Bismillah."

Baca artikelnya di sini.

Kalimat "Dulu-dulu kita banyak salah" adalah penciptaan motivasi untuk berubah dari Kang Mus kepada para anak buahnya. Sedangkan kalimat "kita mungkin gak berkah" adalah pembuktian dari Kang Mus terhadap dampak negatif dari sikap perilaku lama mereka. Jadi, kalimat pertama Kang Mus adalah tahap unfreezing pada model perubahan Lewin.

Kalimat "Sekarang pikiran kita sudah berubah" adalah penyampaian sikap perilaku terkini (yang diharapkan) dari Kang Mus kepada para anak buahnya. Jadi, kalimat kedua Kang Mus adalah tahap changing/movement.

Kalimat "Kerja kita harus jadi ibadah. Bismillah" adalah stabilisasi perubahan dengan konsisten meninggalkan kerjaan sebagai preman, beralih menjadi pengusaha kecimpring dengan mempekerjakan beberapa mantan anak buahnya. Ini adalah kesempatan bagi beberapa mantan anak buahnya untuk menujukkan sikap perilaku terkini.

Empat kalimat Kang Mus tersebut adalah cerminan sikap seorang pemimpin, bukan pimpinan.

Sebagai seorang pemimpin, Kang Mus berani mengakui kesalahannya (mewakili seluruh anak buahnya), lalu berani mengatakan secara jelas tanpa lip service membentuk komitmen untuk berubah. Setelahnya, Kang Mus pun sanggup memberikan solusi sebagai pengganti sikap perilaku yang lama, yaitu beralih merintis usaha serta mengajak para mantan anak buahnya.

Kang Mus paham betul posisi dia sebagai pemimpin yang bisa memberikan teladan kepada para anak buahnya, tanpa pernah merasa terkungkung masa lalunya yang kelam.

Selamat Hari Antikorupsi Sedunia Tahun 2022. Indonesia pulih bersatu lawan korupsi.

Sumber:

Desy Prastyani, SE, MM. Universitas Esa Unggul. Modul Manajemen Perubahan dan Pengembangan (EBM 513). Modul 10 Model Perubahan Kurt Lewin dan John Kotter. digilib.esaunggul.ac.id. Diakses pada 25 November 2022.

E-Learning Leadership Work Value and Leadership Time Application. Modul Leading Team Achievement.

E-Learning Leadership Work Value and Leadership Time Application. Modul Esensial Achievement.

ide-bisnis.com. Law of the Influence. Diakses pada tanggal 5 Desember 2022.

transmediapustaka.com. John P. Kotter. Diakses pada tanggal 2 Desember 2022.

www.kompasiana.com/darmawan180277. Kang Mus Preman Pensiun sebagai Duta Transformasi (Bagian ke-2). Diakses pada tanggal 5 Desember 2022.

kbbi.kemendikbud.go.id

Surat Edaran Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 18 Tahun 2022 tentang Imbauan Penyelenggaraan Kegiatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun