Mohon tunggu...
Danu Supriyati
Danu Supriyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis menempuh pendidikan jurusan Fisika, pernah menerbitkan buku solo Pesona Fisika, Gus Ghufron, dan beberapa antologi baik puisi maupun cerpen. Semoga tulisannya dapat bermanfaat bagi pembaca. Jejak tulisannya dapat dibaca di https://linktr.ee/danusupriyati07

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Mengejar Jodoh Juleha (3a)

1 Desember 2023   05:56 Diperbarui: 1 Desember 2023   06:02 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Kisah gadis tomboi yang berliku dalam menemukan jodohnya. Ikuti kisah Juleha by Danu. Dilarang copas, ygy.

Juleha memperhatikan jarum jam dinding yang berputar secara periodik. Gadis berkulit bersih tersebut sedang menata hati untuk ikhlas sebab harus melepas peluang ikut seleksi sebagai supervisor. Telepon dari tetangganya semalam sukses membuat kegigihannya tumbang, dia pun akan pulang pagi ini juga.

"Seru banget dah, Ha. Emakmu sama madunya menggemparkan gang kita," celoteh tetangganya melalui telepon.

"Ada wasitnya nggak, Bude?"

"Woeee! Kamu kira mereka bertanding? Emakmu bonyok, Leha. Ya, kaleee ... lawannya bemper buldoser gitu. Pokoknya kamu pulang, urus masalah ini!"

Menurut penuturan tetangganya, dua istri bapak sempat terlibat pergulatan fisik. Hal ini membuat hati Juleha bimbang karena dia makin ingin mengetahui kondisi emaknya.


[Serius kamu tidak jadi ikut seleksi? Ini kesempatan emas, Juleha. Divisi kita menjagokan kamu, loh]

Pesan dari bagian administrasi membuat galau, tetapi bayangan emak terus menghantuinya.

[Ya, Mbak. Mungkin emang belum rezekiku ikut seleksi. Semoga kandidat yang lain dari divisi kita tidak mengecewakan]

Tas punggung sudah diisi dengan baju secukupnya, Juleha memastikan kondisi kamar telah aman lalu segera berpamitan kepada ibu kost. Dia mengendarai motor matic-nya pelan-pelan karena jalan raya terpantau padat merayap. Setelah menempuh perjalanan selama empat jam, dia pun tiba di rumahnya dengan selamat. Emak memberondongnya dengan keluhan penuh drama.

"Kita harus bikin perhitungan sama istri tua bapakmu! Emak nggak rela disakitin kek gini, Ha!"

"Aku istirahat dulu," kata Juleha sambil melepas sepatu dan jaket.

"Bapakmu itu cemen. Masa emak dibiarkan aja saat istrinya yang pengkhianat ngreog, Ha."

Dilihatnya fisik emak yang utuh tanpa luka sedikit pun. Juleha berpikir keras tentang kemungkinan persengkokolan antara emak dan tetangga yang meneleponnya. 

"Emak nggak terluka? Jadi, semua kabar semalam itu boongan?"

"Eng ... a--nu ... kamu tahu kalau Yu Linik itu,"

"Tega bener sama aku!" Juleha merajuk. "Emak tahu kan kalau hari ini harusnya aku ikut seleksi jadi supervisor?"

Hati gadis cantik tersebut seketika terpotek karena merasa dibohongin oleh emak dan tetangganya. Padahal, dia sudah mengorbankan impiannya dan harus berakhir sia-sia. Dia mengabaikan tatapan emak yang penuh penyesalan lalu memilih masuk ke kamar. Dia merasa sangat bodoh karena masuk jebakan emak.

Hingga sore hari, Juleha tetap melakukan aksi tutup mulut. Dia acuh terhadap sapaan emak, tida mau makan, minum, dan mandi. Dia memutuskan ke rumah Mak Linik daripada terus memendam rasa dongkol kepada emaknya. 

"Kamu mau ke mana?" tanya emak lirih.

"Ke rumah Mak Linik." Leha menjawab dengan nada dingin. "Mencari aura yang lebih jujur."

Dia meninggalkan emak yang salah tingkah lalu mengendarai motornya dengan wajah cemberut. Ketika bertemu dengan tetangga yang menelponnya, dia pun tetap bungkam. Wika dan Mak Linik menyambutnya dengan sumringah, sementara bapak menatap dengan sorot yang susah diterjemahkan.

"Jadi, kamu pulang karena dikabarin bibik luka parah?" Wika bertanya penuh antusias. "Lah, harusnya kamu ingat kalau emakku bukan wanita bar-bar."

"Namanya juga kena pelet, Mbak. Mana ingat Mak Linik anti kontak fisik?"

"Sadar juga kalau emakmu suka main pelet," sahut Mak Linik.

Juleha tersenyum tipis, dia memang sudah biasa mendengar omelan emak tirinya.

"Mandi terus makan sono, Ha."

"Iya, Mak. Makasih."

Namun, alih-alih mandi, Juleha justru mendekati bapaknya yang tengah terbatuk-batuk. Tangan mulusnya mengambil minum untuk sang bapak. Wika buru-buru mengambil tisu lalu mengelap mulut bapak.

"Bapak minta kepada kalian, jadikan pengamalan orang tua sebagai cermin agar kelak tidak terjebak dalam kubangan yang sama. Tidak mudah menjalani kehidupan poligami."


***Bersambung***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun