Mohon tunggu...
Achmad Daanii Haidar
Achmad Daanii Haidar Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggali Kemandirian Desa di Luar Dana Desa (Studi Kasus Inovatif: Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul)

9 Oktober 2025   15:07 Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:07 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan angin segar berupa Dana Desa (DD) yang mengalir langsung ke kas desa. Dana ini menjadi motor penggerak pembangunan di berbagai pelosok negeri. Namun, ketergantungan desa pada kucuran dana dari pusat memiliki batas waktu dan risiko. Desa yang benar-benar mandiri harus mampu berdiri di atas kaki sendiri. Analisis ini akan mengupas tuntas urgensi, bentuk inovasi, strategi, dan faktor penentu keberhasilan penggalian sumber dana pembangunan di luar DD, dengan mengambil Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sebagai contoh nyata yang inspiratif.  

1. Mengapa Desa Perlu Menggali Sumber Dana Pembangunan di Luar Dana Desa?

Ketergantungan total pada Dana Desa (DD) adalah ilusi kemandirian. DD, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bersifat tidak pasti (tergantung kebijakan fiskal) dan bersifat terbatas dalam jumlah serta peruntukan. Desa Panggungharjo menyadari betul bahwa pembangunan berkelanjutan membutuhkan sumber daya finansial yang lestari, fleksibel, dan terintegrasi dengan potensi lokal. 

Alasan utama desa perlu mencari sumber dana di luar DD:

* Pembangunan Berkelanjutan: DD sering kali lebih fokus pada pembangunan infrastruktur dasar. Untuk mencapai tujuan jangka panjang seperti peningkatan kualitas SDM, inovasi ekonomi, dan perlindungan lingkungan, desa memerlukan dana yang bisa dialokasikan secara fleksibel.

* Meningkatkan Otonomi Fiskal Desa: Sumber pendapatan asli desa (PADes) yang kuat akan meningkatkan daya tawar desa di hadapan pemerintah daerah dan pusat. Ini sejalan dengan cita-cita desa mandiri yang mampu merencanakan dan mendanai kebutuhannya sendiri.

• Stabilitas Keuangan Desa: Jika kebijakan pemerintah pusat berubah atau Dana Desa mengalami penurunan, desa yang hanya bergantung pada DANA DESA akan rentan. Sumber dana alternatif berfungsi sebagai "bantalan" (buffer) fiskal.

• Optimalisasi Potensi Lokal: Dana pusat cenderung seragam. Dengan menggali dana sendiri, desa dapat berinvestasi penuh pada potensi unik yang dimilikinya seperti pariwisata, budaya, atau produk unggulan yang belum tentu tercakup oleh prioritas DD.

2. Bentuk Inovasi Sumber Dana yang Bisa Dilakukan Desa dan Faktor Keberhasilan/Kegagalan:

Desa yang ambisius harus melihat potensi lokal bukan hanya sebagai aset, melainkan sebagai sumber pendapatan yang harus dikelola secara profesional. Dalam studi kasus Desa Panggungharjo, Bantul, mereka menempatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Panggung Lestari sebagai instrumen utama inovasi sumber dana di luar Dana Desa.

 Bentuk-Bentuk Inovasi Sumber Dana (Desa Panggungharjo):

• Pengelolaan Lingkungan Terintegrasi (Mengubah Masalah menjadi Uang):
Inovasi paling signifikan mereka adalah mengelola sampah dan limbah rumah tangga. Mereka mengumpulkan sampah organik dan non-organik dari warga dengan sistem berbayar (retribusi), kemudian mengolahnya. Sampah organik dijadikan pupuk kompos yang dijual kembali ke petani desa. Lebih inovatif lagi, mereka mendirikan unit pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar nabati (BBN) yang disebut Refined Used Cooking Oil (R-UCO). Inovasi ini memberikan dua manfaat: pemasukan dari retribusi dan penjualan produk, sekaligus menghilangkan biaya besar yang biasanya dikeluarkan desa untuk membuang sampah.

• Unit Usaha Jasa Publik dan Utilitas (Pendapatan Rutin yang Stabil):
BUMDes Panggung Lestari juga mengelola layanan dasar yang dibutuhkan semua warga, seperti jasa air bersih dan penyewaan peralatan. Karena jasa ini dibutuhkan secara rutin oleh hampir seluruh penduduk desa, unit usaha ini menghasilkan arus kas harian yang stabil dan merupakan fondasi keuangan desa yang sangat kuat, jauh lebih stabil daripada pendapatan dari sektor yang tidak pasti seperti wisata.

• Kemitraan Strategis (Akses Modal dan Teknologi Non-Utang):
Inovasi dalam mencari sumber dana tidak selalu berupa uang tunai, tetapi juga kerja sama. Panggungharjo secara aktif menjalin kemitraan dengan sektor swasta (CSR) dan akademisi. Contoh nyatanya adalah kemitraan dengan perusahaan air minum besar, Danone AQUA, yang tidak hanya memberikan bantuan dana, tetapi juga transfer teknologi, pelatihan, dan jaminan pasar untuk pengembangan unit pengolahan jelantah dan sampah. Kemitraan ini berfungsi sebagai sumber modal dan keahlian yang tidak harus dikembalikan dalam bentuk utang.

Faktor Penentu Keberhasilan dan Kegagalan Inovasi: 

Faktor keberhasilan = 

• Kepemimpinan Lokal yang Visioner dan Berani: Kepala Desa dan perangkatnya tidak takut mengambil risiko. Mereka melihat gambaran besar tentang kemandirian desa dan fokus pada investasi jangka panjang (seperti pengelolaan sampah dan jelantah) daripada proyek infrastruktur yang cepat selesai.

• Tata Kelola Profesional dan Akuntabel: BUMDes dikelola oleh tim yang terpisah dari struktur pemerintahan desa, diisi oleh generasi muda yang kompeten dan berintegritas. Pengelolaan keuangan dilakukan secara profesional dengan pembukuan yang rapi dan transparan yang dipublikasikan secara rutin.

• Partisipasi Masyarakat Sebagai Pemilik: Masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek dan pelaku utama. Warga terlibat aktif sebagai penyedia bahan baku (minyak jelantah, sampah) dan sebagai konsumen loyal jasa BUMDes (air bersih), menciptakan sense of ownership.

• Inovasi Berbasis Masalah Desa: Inovasi Panggungharjo didasarkan pada penyelesaian masalah nyata di desa (sampah, air bersih). Solusi yang ditawarkan bersifat ekonomis sekaligus sosial, sehingga dukungan masyarakat sangat tinggi.

Faktor Kegagalan =

• Hilangnya Integritas dan Transparansi: Ini adalah faktor kegagalan paling krusial. Jika pengelola BUMDes (atau perangkat desa) tidak transparan dan melakukan penyelewengan dana, kepercayaan publik akan hancur seketika. Tanpa modal sosial (kepercayaan), inovasi tidak akan berkelanjutan.

•  Intervensi Politik: Jika BUMDes dijadikan alat kepentingan politik kelompok tertentu, keputusan bisnisnya menjadi tidak rasional dan profesional. Penggantian pengurus BUMDes berdasarkan afiliasi politik sering kali menjadi penyebab utama kemacetan usaha.

• Kurangnya Kapasitas SDM: Banyak BUMDes gagal karena modal DD habis untuk usaha tanpa didukung oleh SDM yang memiliki kemampuan manajerial, pemasaran, dan pembukuan yang memadai. Inovasi teknologi yang dibawa dari luar akan sia-sia jika tidak ada SDM lokal yang mampu mengoperasikannya.

3. Strategi Tambahan Jika Saya Adalah Perangkat Desa;  Jika saya adalah perangkat desa di Panggungharjo atau desa dengan potensi serupa, strategi tambahan saya akan berfokus pada digitalisasi, peningkatan kualitas SDM, dan ekspansi pasar untuk melipatgandakan dampak BUMDes Panggung Lestari.

Strategi Tambahan:

A. Digitalisasi Layanan BUMDes dan Data Desa: 

• Mengembangkan Aplikasi Layanan Digital Terpadu Desa (misalnya, platform e-commerce lokal) untuk memasarkan produk BUMDes (pupuk, kerajinan) dan produk UMKM desa secara langsung ke pasar nasional dan internasional.

• Menerapkan sistem pembayaran digital (QRIS) untuk semua transaksi BUMDes dan layanan desa untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

B. Membentuk Venture Capital (VC) Mikro Desa:

• Mengalokasikan sebagian laba BUMDes untuk membentuk dana investasi mikro bagi anak-anak muda desa yang memiliki ide bisnis baru (misalnya, startup pertanian berbasis teknologi). Ini bertujuan menumbuhkan wirausaha baru di luar unit usaha BUMDes inti.

C. Sertifikasi dan Standarisasi Produk:

• Mendampingi unit usaha BUMDes mendapatkan sertifikasi standar kualitas (misalnya, SNI untuk produk pupuk, sertifikasi halal untuk produk makanan) agar dapat menembus rantai pasok ritel modern dan ekspor.

D. Membangun Akademi BUMDes Lokal: 

• Bermitra dengan kampus terdekat dan generasi muda diaspora desa (alumni) untuk membuat program pelatihan manajemen, branding, dan keuangan secara berkelanjutan bagi pengelola BUMDes dan UMKM lokal.

4. Strategi Paling Realistis Diterapkan di Desa-desa Indonesia:

Strategi yang menurut saya paling realistis diterapkan di sebagian besar desa Indonesia adalah memperkuat dan menginovasi peran BUMDes melalui unit usaha jasa pelayanan dasar (utilitas) dan pengolahan potensi lokal.

Berikut beberapa strateginya:

A. Pelayanan Dasar (Air Bersih, Listrik, Sampah): Setiap desa pasti membutuhkan air bersih, listrik (meski hanya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro atau surya komunal), dan pengelolaan sampah. Unit usaha ini memiliki pasar yang pasti (monopoli sehat), memberikan pendapatan rutin, dan pada saat yang sama, menyelesaikan masalah dasar masyarakat. Model ini lebih stabil dibandingkan pariwisata yang sangat rentan terhadap isu keamanan, infrastruktur, atau pandemi.

  • Contoh Panggungharjo: Unit pengelolaan air bersih dan sampah memberikan pemasukan harian dan langsung dirasakan manfaatnya oleh warga.

B. Pengolahan Potensi Lokal dengan Nilai Tambah Rendah (Low-Hanging Fruits): Daripada hanya menjual bahan mentah (misalnya, beras atau gabah), BUMDes bisa fokus pada pengolahan sederhana yang cepat menghasilkan uang.

  • Contoh Realistis: Penggilingan padi desa, pengeringan hasil panen, atau kemasan produk UMKM lokal. Investasinya relatif kecil, tetapi memberikan nilai tambah yang signifikan bagi petani atau pelaku usaha desa.

Kesimpulannya, strategi ini meminimalkan risiko, memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, dan menciptakan pondasi arus kas yang kuat sebelum beralih ke inovasi yang lebih kompleks seperti wisata atau teknologi tinggi. 

5. Keterlibatan Masyarakat dan Transparansi Memengaruhi Keberhasilan Inovasi Sumber Dana Desa:

Keterlibatan Masyarakat (Partisipasi):

  • Panggungharjo: Keterlibatan masyarakat terwujud dalam model Tripartit: masyarakat sebagai pemilik, konsumen, dan pemasok. Warga menyerahkan sampah dan minyak jelantah, membeli air bersih dan pupuk, dan beberapa direkrut menjadi karyawan BUMDes.
  • Dampak Keberhasilan: Partisipasi menciptakan rasa kepemilikan (sense of ownership). Ketika masyarakat merasa memiliki dan mendapatkan manfaat langsung (pembagian Sisa Hasil Usaha/SHU, lingkungan bersih, air lancar), mereka akan menjaga kelangsungan usaha BUMDes. Tanpa dukungan ini, BUMDes akan dianggap sebagai "milik perangkat desa" dan mudah ditinggalkan saat menghadapi kesulitan.

Transparasi:

  • Panggungharjo: Keberhasilan BUMDes Panggung Lestari sangat didukung oleh transparansi pengelolaan keuangan. Pengelola BUMDes wajib membuat laporan keuangan yang akuntabel, mudah diakses, dan dipublikasikan secara rutin kepada masyarakat melalui forum musyawarah atau papan informasi.

  • Dampak Keberhasilan: Transparansi membangun kepercayaan (trust). Kepercayaan adalah modal sosial terbesar desa. Dengan transparansi, perangkat desa terhindar dari tuduhan korupsi atau penyalahgunaan dana, yang pada gilirannya akan menarik minat investor atau mitra swasta untuk berkolaborasi. Sebaliknya, ketiadaan transparansi akan menimbulkan kecurigaan, konflik, dan membuat inovasi apa pun mustahil untuk bertahan lama.

6. Peran Mahasiswa atau Generasi Muda dalam Mendorong Inovasi Penggalian Sumber Dana di Desanya Masing-masing 

Generasi muda (termasuk mahasiswa) adalah katalisator utama untuk inovasi di desa, membawa energi, pengetahuan baru, dan koneksi ke dunia luar. 

Peran Kunci Generasi Muda diantaranya = 

  • Aktor Inovasi dan Digitalisasi (Transfer Pengetahuan): Mahasiswa KKN atau Diaspora Desa: Menerapkan pengetahuan akademik mereka untuk memecahkan masalah desa (misalnya, membantu BUMDes Panggungharjo mengolah jelantah menjadi R-UCO). Mereka juga menjadi garda terdepan dalam digitalisasi, mulai dari manajemen media sosial BUMDes, membuat sistem administrasi desa berbasis digital, hingga membuat platform e-commerce untuk produk desa.
  • Peningkatan Kapasitas SDM: Mengorganisir pelatihan keterampilan praktis (pembukuan sederhana, digital marketing, branding) untuk UMKM dan pengurus BUMDes. Mereka menjembatani kesenjangan keahlian antara desa dengan standar industri modern.
  • Jaringan dan Kemitraan (Broker):  Memanfaatkan jaringan kampus, alumni, dan komunitas profesional di kota untuk menarik kemitraan, investasi, atau program Corporate Social Responsibility (CSR) ke desa. Mereka adalah jembatan yang menghubungkan desa dengan dunia luar.
  • Agen Kontrol Sosial dan Transparansi: Sebagai kelompok yang relatif independen, mereka dapat menjadi suara yang mendorong tata kelola desa yang lebih bersih dan transparan, memastikan akuntabilitas penggunaan dana desa dan laba BUMDes.

Di Desa Panggungharjo, keberhasilan inovasi seperti pengolahan jelantah menjadi R-UCO tidak lepas dari sinergi antara perangkat desa dengan akademisi dan generasi muda yang membawa teknologi dan ide segar. Mahasiswa, dengan semangat idealisme dan penguasaan teknologi, adalah harapan desa untuk beralih dari sekadar penerima bantuan menjadi produsen dan inovator sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun