Kedua, niatnya menghilangkan aturan pengetatan pemberian remisi bagi terpidana korupsi dengan alasan hak asasi manusia (bagi para koruptor itu).
Â
Ketiga, gegabahnya ia sebagai Menkumham, yang memutuskan penetapan dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Golkar.
Â
Terhadap dualisme kepemimpinan PPP, Yasonna dengan Surat Keputusannya mengesahkan kepemimpinan PPP versi Munas Surabaya (Romahurmuziy), dan dalam kasus dualisme kepemimpinan Golkar, Yasonna dengan Surat Keputusannya mengesahkan kepemimpinan Golkar versi Munas Jakarta (Agung Laksono).
Â
Akibatnya ia digugat di PTUN, masing-masing oleh kepemimpinan PPP versi Munas Jakarta (Djan Faridz) dan kepemimpinan Golkar versi Munas Bali (Aburizal Bakrie). Dua gugatan tersebut dikabulkan PTUN, dengan membatalkan dua Surat Keputusan Menkumham Yasonna tersebut.
Â
Yang keempat adalah yang sekarang ini, yakni mengatasnamakan pemerintah bersama DPR untuk rencana merevisi Undang-Undang KPK, yang sebenarnya merupakan kamuflase untuk melemahkan KPK, yang sekarang ini saja sudah lemah (demi kejayaan para koruptor). Padahal Presiden Jokowi sudah menyatakan kebijakan pemerintah yang sebaliknya.
Â
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden Jokowi sangat menyayangkan karena rencana revisi Undang-Undang KPK itu sudah terlanjur masuk Prolegnas Prioritas 2015, oleh karena itu ia sudah menugaskan Menkumham Yasonna untuk berbicara dengan DPR tentang pembatalannya.