Mohon tunggu...
Garinps
Garinps Mohon Tunggu... Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Pembelajar sejati yang haus akan ilmu di bidang Lingkungan, Kesehatan, IPTEK, Internet, dan Seni.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Nanoplastik: Ancaman Tersembunyi bagi Kesehatan dan Solusi Praktis untuk Mengatasinya

8 Mei 2025   10:43 Diperbarui: 8 Mei 2025   10:43 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air mineral dituangkan dari botol ke gelas. (Photo by Konrad Hofmann on Unsplash)

Pendahuluan

Di tengah kemajuan teknologi dan gaya hidup modern, plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kenyamanannya, tersimpan ancaman tak kasat mata: nanoplastik. Berukuran lebih kecil dari 1 mikron---sekitar 1/1.000 lebar rambut manusia---partikel ini mampu menyusup ke dalam darah, otak, jantung, hingga plasenta.

Nanoplastik tidak hanya menumpuk di dalam tubuh, tetapi juga membawa bahan kimia berbahaya seperti phthalates, bisfenol A (BPA), dan bahan penahan api (flame retardants) yang telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan serius. Di Indonesia, tingginya penggunaan plastik sekali pakai memperparah permasalahan ini. Artikel ini mengulas bahaya nanoplastik berdasarkan temuan ilmiah terbaru, dampaknya terhadap kesehatan, serta langkah praktis yang bisa dilakukan untuk mengurangi paparannya.

Nanoplastik: Apa Itu dan Mengapa Berbahaya?

Nanoplastik adalah fragmen plastik berukuran kurang dari 1 mikron, jauh lebih kecil dari mikroplastik (1--5.000 mikron). Karena ukurannya yang sangat halus, partikel ini dapat menembus sawar biologis seperti dinding sel, pembuluh darah, dan sawar darah-otak. Nanoplastik dapat masuk ke tubuh melalui air minum, makanan, udara, bahkan dari produk perawatan pribadi.

Lebih mengkhawatirkan lagi, nanoplastik sulit dikeluarkan dari tubuh. Ia menumpuk di organ vital, memicu peradangan kronis, serta melepaskan bahan kimia beracun yang berpotensi merusak jaringan tubuh.

Penelitian dari Columbia University pada tahun 2024, misalnya, menemukan bahwa dalam setiap liter air kemasan, terkandung lebih dari 240.000 partikel nanoplastik. Di Indonesia, tingginya konsumsi makanan laut terkontaminasi dan penggunaan plastik sekali pakai memperbesar risiko paparan. Bahkan, laporan dari National Geographic mencatat bahwa kantong infus medis pun dapat melepaskan ribuan partikel nanoplastik ke dalam aliran darah pasien.

Bukti Ilmiah: Dampak Nanoplastik terhadap Kesehatan

Penelitian terkini menunjukkan keberadaan nanoplastik di berbagai jaringan tubuh manusia, termasuk:

  • Otak: Studi terbaru yang dikutip oleh The Guardian pada awal 2025 menunjukkan bahwa kadar nanoplastik di otak bisa 7 hingga 30 kali lebih tinggi dibandingkan organ lain, terutama pada penderita demensia---meskipun hubungan sebab-akibat masih dalam tahap penelitian.

  • Jantung: Dalam sebuah publikasi di The New England Journal of Medicine tahun 2024, ditemukan bahwa 58 persen plak arteri dari pasien operasi jantung mengandung nanoplastik. Studi ini juga mencatat bahwa individu dengan kadar nanoplastik tinggi di pembuluh darah memiliki risiko serangan jantung, stroke, atau kematian 4,5 kali lebih besar dibandingkan yang tidak terpapar.

  • Sistem Reproduksi: Menurut laporan Reuters, nanoplastik telah terdeteksi di plasenta manusia dan jaringan reproduksi, memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap kesuburan dan perkembangan janin.

  • Darah dan Paru-paru: Studi oleh para peneliti di Eropa yang dikutip oleh Science Alert menunjukkan bahwa nanoplastik telah masuk ke dalam aliran darah dan paru-paru, berkontribusi terhadap peradangan sistemik.

Bahaya Kimia Plastik: Phthalates, BPA, dan Lainnya

Nanoplastik kerap membawa bahan kimia beracun yang biasa digunakan dalam produksi plastik, di antaranya:

  • Phthalates (plasticizer)

  • Bisfenol A (BPA) (monomer)

  • Bahan penahan api (flame retardants)

Paparan terhadap zat-zat ini telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan, antara lain:

Gangguan Neurokognitif

  • ADHD

  • Autisme

  • Penurunan IQ dan fungsi kognitif

Gangguan Hormonal

  • Penyakit dan kanker tiroid

Penyakit Pernapasan

  • Asma, terutama pada anak-anak

Gangguan Kardiovaskular

  • Serangan jantung dan stroke

Penyakit Metabolik

  • Diabetes tipe 2

  • Obesitas pada anak

  • Peningkatan kolesterol LDL dan lingkar pinggang

Penurunan Imunitas

  • Respons antibodi terhadap vaksin menurun

Gangguan Reproduksi

  • Sindrom ovarium polikistik

  • Endometriosis

  • Penurunan jumlah sperma

  • Keterlambatan kehamilan

  • Hipertensi akibat kehamilan dan pre-eklampsia

Dampak pada Keturunan

  • Berat lahir rendah

  • Pubertas dini atau tertunda

  • Struktur genital abnormal

Laporan dari National Institutes of Health (NIH) dan Harvard School of Public Health telah lama menyoroti efek disrupsi hormon yang disebabkan oleh zat-zat ini. Di Indonesia, paparan tinggi terutama berasal dari makanan kemasan, kosmetik, dan air minum dalam kemasan plastik.

Upaya Global dan Lokal dalam Mengatasi Masalah Nanoplastik

Respons Global

Uni Eropa telah melarang penggunaan mikroplastik dalam kosmetik, deterjen, dan produk konsumen lainnya melalui regulasi REACH sejak 2023. Pada April 2025, Komisi Eropa memperbarui pedoman implementasi untuk memperketat pengawasan industri.

Selain itu, banyak peneliti dan lembaga seperti World Health Organization (WHO) mendesak negara-negara untuk memperluas riset mengenai dampak jangka panjang nanoplastik, serta mendorong edukasi publik dan kebijakan pencegahan yang lebih kuat.

Langkah di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada 2025 berdasarkan Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018. Target lainnya adalah pengurangan sampah dari produsen sebesar 30 persen pada 2029, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 97 Tahun 2017.

Di tingkat lokal, Kabupaten Banyumas menjadi sorotan dunia berkat inovasi pengelolaan sampahnya. Lewat 29 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST), daerah ini telah mengelola sampah rumah tangga dengan prinsip sirkular ekonomi, dan menjadi rujukan global dalam pengelolaan sampah plastik berkelanjutan.

Greenpeace Indonesia juga bekerja sama dengan Universitas Indonesia untuk mengedukasi masyarakat mengenai bahaya nanoplastik terhadap fungsi kognitif manusia, khususnya anak-anak dan kelompok rentan.

Langkah Praktis untuk Mengurangi Paparan Nanoplastik

Walaupun sulit dihindari sepenuhnya, langkah-langkah berikut dapat membantu meminimalkan risiko:

  1. Gunakan Botol Non-Plastik
    Gantilah botol plastik dengan wadah stainless steel atau kaca. Seperti ditunjukkan oleh studi Columbia University, air dalam botol plastik dapat mengandung ratusan ribu partikel nanoplastik per liter.

  2. Hindari Memanaskan Makanan dalam Plastik
    Gunakan wadah keramik atau kaca saat memanaskan makanan. Pemanasan plastik berisiko melepaskan bahan kimia beracun ke dalam makanan.

  3. Gunakan Filter Air yang Efektif
    Pilih filter air dengan teknologi reverse osmosis atau nanofiltrasi untuk menyaring partikel plastik mikroskopis.

  4. Cuci Pakaian Sintetis dengan Bijak
    Gunakan kantong penangkap mikroplastik (seperti Guppyfriend) saat mencuci pakaian berbahan poliester atau nilon.

  5. Pilih Makanan Segar dan Minim Kemasan
    Kurangi konsumsi makanan dalam kemasan plastik. Simpan makanan dalam wadah kaca untuk menghindari migrasi zat kimia.

  6. Periksa Kandungan Produk Perawatan Tubuh
    Hindari kosmetik dan pasta gigi yang mengandung polyethylene atau polypropylene, sebagaimana disarankan oleh Environmental Working Group (EWG).

  7. Jaga Kebersihan Rumah dan Udara
    Gunakan penjernih udara dengan filter HEPA dan bersihkan rumah secara rutin untuk mengurangi paparan debu yang mungkin mengandung nanoplastik.

Kesimpulan

Nanoplastik dan bahan kimia seperti phthalates dan bisfenol A telah terbukti menjadi ancaman serius terhadap kesehatan manusia---dari kanker dan penyakit jantung hingga gangguan perkembangan anak. Bukti ilmiah yang terus bertambah menunjukkan bahwa partikel ini telah menyusup ke dalam tubuh manusia, bahkan ke organ-organ paling sensitif.

Namun, masih ada harapan. Dengan mengambil langkah-langkah sederhana, mulai dari mengganti botol plastik hingga mendukung kebijakan pengurangan sampah, kita bisa mengurangi dampak paparan nanoplastik. Kesadaran kolektif dan perubahan perilaku individu akan menjadi kunci untuk melindungi generasi sekarang dan masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun