Mohon tunggu...
Dan Jr
Dan Jr Mohon Tunggu... Lainnya - None

私の人生で虹にならないでください、私は黒が好きです

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Getuige

10 September 2018   00:14 Diperbarui: 10 September 2018   00:36 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Senja baru saja jatuh ketika Gilang sampai di kafe tempat dia menyaksikan Kevin, salah satu sahabatnya tewas keracunan. Sedangkan, satu -- satunya sahabat Gilang yang hidup, Adam harus mendekap dibalik jeruji besi setelah kemarin ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Sudah seminggu sejak kematian Kevin, belum genap dua puluh empat jam sejak Adam ditahan. Gilang masih merasakan duka yang sama seperti sebelumnya, rasa tidak percaya bahwa Adam akan membunuh Kevin menghantui pikirannya sejak ditetapkan sebagai saksi kunci oleh penyidik perkara.

"Kau memilih meja yang tepat untuk menemuiku" Kata Gilang, begitu dia sampai pada meja yang sama menjadi saksi bisu kematian Kevin. "Kalau aku tidak salah ingat, kau penyidik dari kematian Kevin... kau tidak diperkenankan menemuiku" katanya lagi, masih berdiri menatap lawan bicaranya yang terduduk mencoba mengesap kopi miliknya.

"Aku harus melakukan ini diluar kantor" kata pria itu akhirnya, tanpa menatap Gilang yang tampaknya enggan untuk duduk disana. "Tanpa intimidasi dari kawan -- kawan polisi lain, untuk kau..."

"ini salah!" Gilang tidak membiarkan pria itu melanjutkan ucapannya "kau dan aku, dikenal hampir seluruh penduduk Indonesia saat ini"

Gilang seolah mengingatkan pria itu untuk sadar pada keberadaannya. Bagaimanapun, Kevin, Adam dan dirinya adalah selebriti baru seminggu terakhir. Gencarnya televisi dan media online memberitakan mereka, membuat Gilang sempat mengutuki dirinya sendiri.

"Pak..." Gilang menuntut jawaban dari pria itu

"Panggil aku Romeo" kata pria itu akhirnya, tangannya sekali lagi bersahabat mengajak Gilang untuk duduk dihadapannya.

Gilang akhirnya menyerah, dia tidak mau semakin menjadi bahan perhatian pengunjung yang ada di kafe itu jika terus -- terusan berdiri disana. Tapi, tatapannya pada Romeo masih sama tajamnya dengan sebelumnya.

"Dia tidak mau mengaku..." kata Romeo, dia mendengar suaranya sendiri dalam bisikan

"Akupun masih sama"

"Kau satu -- satunya harapan kami sekarang..."

"Tidak akan!"

"Kau bisa saja bernasib sama dengan Adam"

"Kau berkata seolah sekarang keadaanku lebih baik"  Gilang tidak sedikitpun mengendurkan emosinya, bahkan setelah teh Thailand yang dia pesan hadir untuk dinikmati. "Kau bisa Tanya siapa saja yang mengenal kami bertiga... Kevin, Adam dan Aku tidak akan menyakiti satu sama lain"

Romeo mencoba mencari celah mematahkan perkataan Gilang. Dia masih terdiam, berpura -- pura menikmati kopi dimeja bundar itu, seolah -- olah tidak ada satu kegiatan lain yang bisa dilakukan.

"Kau bahkan tidak punya bukti, apalagi motif untuk menuduh Adam"

"Ada..." Romeo bersemangat kali ini "Kau pasti paling tau, Adam dan Kevin saling mencintai, pernikahan Kevin adalah motif yang cukup"

"Jika kau percaya cinta... kau akan mengetahui seseorang rela mengorbankan nyawanya demi orang yang dia cintai, bukan merenggut nyawa orang yang dia cintai"

"Jadi... kau mengakui kalau mereka..."

"ada di BAP-ku... yang aku tahu, Adam juga mengakui kisah itu"

"Tapi..."

"Kau bilang, aku yang paling mengenal mereka? Iyakan?" kali ini Gilang yang menantang. Romeo terdiam, dan menunggu ucapan selanjutnya. Tapi nihil, Gilang tampaknya mengurungkan perkataan berikutnya. Keduanya kini terjebak dalam diam.

"Kau mengetahui sesuatu?" Romeo mencoba memancing Gilang. "Kalau ada yang kau ketahui dan tidak kau sampaikan..."

"Bukan disini tempatnya..." Gilang bersiap membela diri "Aku harus pergi... dan ini kau yang bayar kan?" Gilang berdiri sambil menunjuk cangkir teh yang hanya disentuhnya satu kali itu.

Lalu Gilang pergi, meninggalkan Romeo dengan Tanya besar dikepalanya. Dorongan menetapkan Gilang sebagai tersangka terbersit untuk beberapa detik. Tapi, bahkan bukti dan motif orang yang paling mungkin melakukan pembunuhan itu saja belum dia temukan, bagaimana mungkin dia mendesak diri untuk mengarahkan telunjukknya pada Gilang.

"Tunggu..." kata Romeo membalikkan badannya, menghentikan langkah Gilang. "Mungkin, aku melewatkan sesuatu..." Romeo berjalan mendekati Gilang, menggandeng pria itu ke meja kasir.

"Bagaimana kalau... kau yang membunuh Kevin. Kau mencintai Adam, Adam dan Kevin saling mencintai. Tapi Adam kemudian tersakiti, sebab pernikahan itu, lalu..."

"Sempurna..." kata Gilang, tidak membiarkan Romeo melanjutkan kata -- katanya "tanyakan pada rekan -- rekanmu, cari buktinya, dan aku akan ada dikantormu besok pagi!"

"bukan besok pagi... tapi malam ini kau ikut denganku" printah itu keluar dari bibir Romeo begitu saja. Dan tampaknya, Gilang tidak keberatan dengan permintaan yang dianggapnya konyol itu.

"baiklah... bagaimanapun kau diberi dua puluh empat jam untuk menahanku sampai kau bisa memberi bukti kalau aku tersangkanya!"

"kau paham soal hukum yaa" Romeo sedikit mencemooh.

"Aku berhak diam, kau tidak boleh memasukkan aku kedalam sel walaupun aku menginginkannya, dan aku berhak untuk memanggil pengacaraku" kata Gilang "tapi, yang paling penting aku harus memberi kabar pada istri dan orang tuaku... seseorang harus menjemput mobilku disini"

Lalu mereka berjalan menyisiri orang -- orang yang mencuri pandang terhadap keduanya. Berbanding terbalik dengan Gilang yang sangat tenang, Romeo tampak mulai pucat seperti dia sedang berpikir apa yang akan dihadapinya dalam pemeriksaan nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun