Mereka tertib, duduk secara bergerombol dan berkelompok. Di sebelah sini,vdi depan hotel ini, di seberang ada tiga gerombolan yang berjarak dekat.
Biasanya, cerita Satpam ini, Pak Haji ini lewat antara pukul 22.00 hingga 23.00 wib. Lewat dari jam itu, biasanya dianggap tak lewat Pak Haji itu.
Tadinya, saya ingin melihat dan menyaksikan dari dekat. Saya sengaja turun dari lantai 17 lantaran keperluan minum. Lama saya amati, Pak Haji tak juga tampak lewat.
Saya bercerita dengan Satpam soal itu. "Pokoknya ini sudah lama. Sejak covid melanda negeri ini, Pak Haji berhati mulia menurut orang yang menerima duitnya itu selalu lewat dua kali dalam sepekan," kata Satpam itu.
Umumnya yang ikut duduk di trotoar itu anak muda dan remaja, dan sebagian ibu-ibu berjilbab. Mereka betah duduk lama-lama. Besingan mobil dan motor yang lewat, seperti tak mengganggu mereka dalam menunggu lewatnya Pak Haji.
Tentu ini sebuah fenomena sosial di tengah ibukota Jakarta, di tengah hantaman ekonomi yang terpuruk akibat covid, ada orang pemurah, berhati mulia, tak ingin perbuatan baiknya di ketahui banyak orang lain, selain dari yang menerima itu saja.
Sepertinya, semakin dekat jam ke pukul 23.00 wib, kelompok orang-orang itu bertambah saja. Awal dari awal malam itu hanya tiga sampai lima orang, semakin malam semakin bertambah.
Terutama di trotoar dekat gang masuk jalan pemukiman. Sayang, sampai hampir pukul 23.00 wib malam saya tak menyaksikan Pak Haji lewat.
Kalau saja bisa, ada banyak cerita, dan saya ingin sekali bertanya langsung ke Pak Haji sekaitan tradisi memberi yang dia biasakan setiap Ahad dan Kamis malam tersebut.