Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menunggu Pak Haji Berhati Mulia Lewat

5 Desember 2021   23:56 Diperbarui: 6 Desember 2021   00:35 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan Wartani berladang dalam membangun sosial. (foto dok damanhuri)

Menunggu Pak Haji lewat. Itu yang banyak orang menyebutnya, ketika saya tanya ada sejumlah perkumpulan orang duduk di trotoar Jalan KH Hasyim Asy'ari Jakarta Pusat, Ahad (5/12/2021) malam.

Tempat nongkrong menunggu orang berhati mulia itu banyak kelompoknya. Menurut Satpam Hotel Merlynn Park, tempat saya nginap malam itu, biasanya Minggu malam dan Kamis malam Pak Haji itu lewat, pakai Fortuner hitam sambil memberi uang.

Masing-masing yang duduk di trotoar itu dikasihnya Rp50 ribu. Orang tak ada yang tahu siapa Pak Haji itu, dari mana asalnya. Yang orang dia Pak Haji yang dengan ikhlas sepertinya bagi-bagi duit buat orang-orang ini.

"Saya tak tahu juga entah dari mana gerombolan orang-orang ini. Yang saya sejak dari lampu merah di ujung sana, hingga lampu merah ujung sini, itu lebih dari 100 orang berjejer duduk di pinggir jalan ini," kata Satpam itu.

Orang kedai kopi tak jauh dari hotel juga menyebutnya seperti demikian. " Ini ada ini. Tawuran ya," tanya seseorang yang baru saja menghentikan motor di depan gerobak yang jualan minuman itu.

Ibu setengah baya pemilik warung gerobak ini menjawab, bukan tawuran, tetapi menunggu Pak Haji lewat.

Satpam dan orang kedai itu tak menjelaskan dan tentu tak tahu persis apa motivasi Pak Haji memberikan santunan tersebut.

Sepengetahuan Satpam ini, sejak pandemi orang-orang ini berubah profesi. Dulunya sih pemulung. Berkeliling malam-malam dengan sebuah gerobak.

Macam-macam yang dicarinya. Umumnya botol minuman mineral yang berserak dikumpulkannya, tentu dibersihkan, lalu dijualnya.

Dan kepada pemulung malam Pak Haji ini sering juga mengasih duit, tapi saat itu belum tersruktur seperti saat ini. Sekarang indah pula dilihat.

Mereka tertib, duduk secara bergerombol dan berkelompok. Di sebelah sini,vdi depan hotel ini, di seberang ada tiga gerombolan yang berjarak dekat.

Biasanya, cerita Satpam ini, Pak Haji ini lewat antara pukul 22.00 hingga 23.00 wib. Lewat dari jam itu, biasanya dianggap tak lewat Pak Haji itu.

Tadinya, saya ingin melihat dan menyaksikan dari dekat. Saya sengaja turun dari lantai 17 lantaran keperluan minum. Lama saya amati, Pak Haji tak juga tampak lewat.

Saya bercerita dengan Satpam soal itu. "Pokoknya ini sudah lama. Sejak covid melanda negeri ini, Pak Haji berhati mulia menurut orang yang menerima duitnya itu selalu lewat dua kali dalam sepekan," kata Satpam itu.

Umumnya yang ikut duduk di trotoar itu anak muda dan remaja, dan sebagian ibu-ibu berjilbab. Mereka betah duduk lama-lama. Besingan mobil dan motor yang lewat, seperti tak mengganggu mereka dalam menunggu lewatnya Pak Haji.

Tentu ini sebuah fenomena sosial di tengah ibukota Jakarta, di tengah hantaman ekonomi yang terpuruk akibat covid, ada orang pemurah, berhati mulia, tak ingin perbuatan baiknya di ketahui banyak orang lain, selain dari yang menerima itu saja.

Sepertinya, semakin dekat jam ke pukul 23.00 wib, kelompok orang-orang itu bertambah saja. Awal dari awal malam itu hanya tiga sampai lima orang, semakin malam semakin bertambah.

Terutama di trotoar dekat gang masuk jalan pemukiman. Sayang, sampai hampir pukul 23.00 wib malam saya tak menyaksikan Pak Haji lewat.

Kalau saja bisa, ada banyak cerita, dan saya ingin sekali bertanya langsung ke Pak Haji sekaitan tradisi memberi yang dia biasakan setiap Ahad dan Kamis malam tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun