Mohon tunggu...
Damanhuri Ahmad
Damanhuri Ahmad Mohon Tunggu... Penulis - Bekerja dan beramal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ada sebuah kutipan yang terkenal dari Yus Arianto dalam bukunya yang berjudul Jurnalis Berkisah. “Jurnalis, bila melakukan pekerjaan dengan semestinya, memanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati dunia,”. Kutipan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana seharusnya idealisme seorang jurnalis dalam mengamati dan mencatat. Lantas masih adakah seorang jurnalis dengan idealisme demikian?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Malamang dan Badikie dalam Peringatan Maulid Nabi di Piaman

20 Oktober 2021   09:26 Diperbarui: 20 Oktober 2021   16:56 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu sedang membuat lamang untuk peringatan maulid di Piaman. (foto dok damanhuri)

Begitu juga orang siak pandai dikie, juga saling bepergian, berslang sling dari kampung yang satu ke kampung yang lainnya.

12 Rabiul Awal, lazimnya maulid di masjid. Juga disebut istilahnya dengan "manduobaleh", karena tepat pada tanggal kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Sementara di surau, baru setelah itu. Ada tiga bulan lamanya masa peringatan kelahiran junjungan umat Islam sedunia itu. Piaman boleh disebut sebagai "rantau dengan seribu surau". Banyak surau di daerah ini.

Mulai dari surau milik korong, kaum hingga pada surau milik pribadi yang dibangun oleh orang berada atau perantau sukses.

Bedanya, masing-masing surau itu merayakan maulid dengan caranya sendiri. Ada yang rutin tiap tahun, dan banyak pula yang sekali semusim. Artinya, bisa jadi sebuah surau bertahun-tahun tak melakukan maulid dengan malamang dan badikie.

Seperti surau yang kita temui di VII Koto Sungai Sariak misalnya. Di situ kadang ada sampai lima tahun tak melakukan maulid besar-besaran. Mungkin saja karena mahal dan tingginya biaya maulid dengan malamang dan badikie tersebut.

Oleh masyarakat, maulid dengan malamang dan badikie juga bagian dari giliran alias julo-julo. Hari ini kita di turut orang, tahun depan tentu kita pula menurut alek orang.

Itu bahasa kegotong royongan yang familiar di Piaman, sebagai daerah asal agama Islam di Ranah Minang melalui Syekh Burhanuddin dulunya.

Intinya, maulid dengan malamang dan badikie yang kabarnya dimulai sejak Syekh Burhanuddin mengembangkan agama dulunya itu, adalah cara nagari dan korong mencari uang untuk pembangunan masjid dan surau.

Sebab, yang namanya pembangunan masjid dan surau tak akan pernah selesai. Sudah bangunan yang satu, timbul ide dan rencana untuk membuat ruangan ini dan itu.

Yang tak kalah penting, maulid dengan malamang dan badikie adalah ajang silaturahmi masyarakat, menjada lisan dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang dalam agama dan tradisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun