Mohon tunggu...
Daniel Karunia
Daniel Karunia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu komunikasi di Unika Atma Jaya

Menulis, menulis, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Belajar Mendaki di Kawah Ratu, Suatu Pengalaman Baru yang Layak Dicoba

7 Januari 2022   12:55 Diperbarui: 19 Januari 2022   11:33 2089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Always try new things in life and you will be able to live a life filled with surprises and excitement" - Anurag Prakash

Berdiam di rumah tidaklah asik, apalagi jika diri ini tidak memiliki minat yang menonjol terhadap sesuatu atau memiliki kesibukan yang membuat hari terasa lebih "produktif". 

Akhirnya memutuskan untuk mencari-cari kegiatan atau aktivitas yang kira-kira asik, dan cocok yang semoga kedepannya bisa menjadi minat tersendiri. 

Kemudian akhirnya memutuskan untuk mencoba mendaki atau hiking, suatu jenis kegiatan yang belum pernah ada didalam benak karena kesannya terisolasi dari peradaban dan kenyamanan

Namun, tak mengapa, karena kebetulan sudah rutin olahraga dan sepertinya akan menjadi salah satu variasi olahraga yang tidak kalah menyenangkan karena pasti akan menyaksikan berbagai kenampakan alam yang refreshing. Daripada dirumah hanya menatap layar biru, ada baiknya sekarang menatap alam hijau.

Destinasi pendakian yang dipilih adalah Kawah Ratu yang berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat. 


Adapun alasan memilih lokasi tersebut karena lokasi yang relatif dekat dengan Jakarta, daya tariknya yang konon tidak kalah menarik dengan tempat hiking lainnya, dan juga Kawah Ratu merupakan salah satu tempat favorit untuk belajar mendaki. 

Persiapan yang disiapkan tentunya matang seperti sarapan dengan nutrisi yang proporsional, menyiapkan sepatu khusus mendaki/hiking, handuk, baju ganti, air mineral besar, serta cemilan-cemilan yang mudah disantap seperti sosis.

Kawah Ratu memiliki tiga titik pendakian, yakni Jalur Bumi Perkemahan Gunung Bunder, Pasir Reungit, dan Bumi Perkemahan Cangkuang. Titik pendakian yang diambil adalah Pasir Reungit. 

Selama perjalanan dalam mobil menuju titik mulai pendakian yang sekitar 15 menit, pengunjung tidak akan bosan meski jalan berkelok-kelok karena kenampakan hutan kanopi yang indah dan asri akan selalu memanjakan mata.

Juga ada camping site yang dipenuhi oleh tenda warna-warni dan juga hammock yang bergelantungan di pohon-pohon. 

Dalam perjalanan akan terdapat berbagai kios-kios penyewaan peralatan mendaki seperti sepatu dan tongkat, peralatan berkemah, dan sebagainya sehingga tidak perlu khawatir bila kurang persiapan akan alat-alat tertentu. 

Akhirnya sampailah kepada titik awal pendakian. Di titik tersebut tersedia lahan parkir kendaraan bermotor dan warung makanan serta penyewaan alat-alat. 

Sebelum mulai mendaki, ada baiknya pengunjung membeli bekal makanan di warung yang tersedia untuk dapat dinikmati nantinya ketika sudah sampai pada kawasan kawah.

Okay let's go hit the road! Atau tepatnya hit the stones, mud, and dirt. Tidak bisa dipungkiri impresi awal yang dirasakan sangatlah tentram dan menyegarkan ketika melihat pohon, trek yang disinari matahari namun tidak panas karena adanya pepohononan kanopi yang membuat sejuk, padahal inipun baru jalan masuk kedalam trek pendakian. 

Kurang lebih di lima menit awal perjalanan masih terasa mulus karena trek masih berupa tanah padat, ada tangga dari kayu pepohonan, dan tidak berbatu-batu. 

Namun itu hanyalah awalan, hingga akhirnya bertemu sungai yang membatasi trek "mulus" dengan trek yang sebenarnya. Di sungai tersebut hanya dijembatani oleh batu-batu yang tidak tersusun sehingga harus hati-hati ketika menyebrang agar tidak terpeleset. 

Pendakian berlanjut dan pengunjung akan menyusuri hutan kanopi yang indah, suatu penglihatan yang memanjakan mata, akan tetapi mata harus tetap fokus kepada trek karena karakteristik trek yang dari waktu ke waktu akan berubah-ubah.

Lurus maupun menanjak mulai dari yang hanya batu-batu besar, batu-batu licin, lumpur yang hanya beralaskan pohon kecil tumbang yang kalau tidak hati-hati bisa terpeleset, sungai-sungai, dan sebagainya. 

Terkadang kita akan mendengar suara monyet di hutan, namun kemungkinan melihatnya cukup kecil karena biasanya monyet tersebut jarang melewati trek karena takut akan manusia. 

Akan ada suatu titik "peristirahatan" atau checkpoint berupa sungai yang cukup lebar dari yang pertama dengan batu-batu besar untuk duduk. 

Pengunjung biasanya beristirahat untuk sekedar mengambil napas, membasuh kaki dan tangan, mencuci sepatu, dan tidak jarang makan hingga memasak, namun sebenarnya tempat tersebut tidak ada apa-apa nya dibanding dengan kawasan Kawah Ratu. 

Perjalanan menyusuri hutan dan sungai tidak akan terasa lama karena hati dan pikiran hanya fokus menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan YME.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Kurang lebih satu setengah jam mendaki, pengunjung akan berada pada checkpoint berupa hutan terbuka dengan permukaan tanah yang mulai berwarna putih, dan terdapat pohon-pohon yang sudah tumbang, serta bebatuan berwarna putih kemerahan menandakan sudah hampir tiba di Kawah Ratu. 

Pada titik checkpoint ini akan sedikit menanjak cukup terjal, namun setelahnya trek akan cukup lurus dan mulus dibanding sebelumnya. 

Pada trek ini akan ditemui banyak sekali ranting-ranting kering, serta pepohonan tumbang, namun terlihat indah jika terkena sinar matahari. Kurang lebih 20 menit perjalanan sampailah pada Kawah Ratu.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Sungguh, rasa lelah dan kaki yang penat benar-benar sirna ketika sampai di Kawah Ratu, bukan hanya karena pemandangannya yang luar biasa, namun juga karena selama perjalanan kita tidak akan pernah bosan melihat kiri dan kanan kita. 

Kawasan kawah ini seperti pada umumnya berwarna putih dan berbatu-batu, juga ada asap panas, dan genangan air serta belerang. Uniknya tidak ada rasa panas, melainkan sejuk. 

Kenampakan alam Kawah Ratu akan terlihat sangat luas di mata, berbeda jika kita melihatnya melalui foto. Menyantap nikmatnya bekal sambil melihat kenikmatan alam, sungguh Indonesia tidak pernah kekurangan keindahan karya dan keajaiban Tuhan. 

Sebenarnya Kawah Ratu ini bukanlah perhentian akhir pendakian, melainkan sebuah titik perhentian pendaki untuk melanjutkan pendakian hingga puncak gunung maupun turun gunung, hanya saja bagi yang baru belajar mendaki.

Tempat ini merupakan tempat favorit untuk dijadikan suatu accomplishment untuk mendaki. 

 "Sejak tahun 2013, biasanya setahun 3 kali saya kesini, Karena treknya gampang dan gak rame dibanding trek pendakian di gunung lain", ujar Chadratus Chalid, salah satu pendaki. 

Kalau diamati memang betul treknya mudah, dan tidak ramai akan pendaki lainnya. Selesai menyantap bekal, berfoto-foto, dan beristirahat jenak, akhirnya memutuskan untuk kembali ke titik awal pendakian. 

Satu hal yang akan disadari oleh yang baru belajar medaki adalah bahwa mendaki akan lebih mudah dibanding turun, alias akan lebih melelahkan untuk turun daripada mendaki. 

Hal ini karena tenaga kita sudah terpakai duluan ketika mendaki, sehingga ketika turun tenaga sudah habis, ditambah harus hati-hati dengan jalanan yang menurun serta berbatu-batu.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Ada banyak yang bisa diamati melalui perjalanan mendaki di Kawah Ratu selain hanya mendaki dan menikmati kenampakan alamnya. Kita akan melihat bahwa budaya pendaki umumnya ramah, memberi semangat, dan mengalah. 

Contohnya di trek yang sempit, pasti yang berlawanan arah akan lebih dahulu mempersilakan kita lewat. "Yokk semangat mass", "semangat kang!", "mari mas" adalah interaksi yang cukup sering kita lihat. 

Hal-hal tersebut membuat perjalanan yang ditempuh terasa lebih bersahabat, dengan alam dan dengan sesama manusia. Suatu pengalaman baru yang asik, seru, dan memuaskan, juga bersyukur bisa mencoba hal baru seperti mendaki.

"Mendaki bukanlah semata-mata tentang mendaki, lelah, dan mencapai puncak, tetapi juga tentang momen apresiasi dan syukur, kepada Tuhan atas perjalanan yang berhasil kita tempuh" -Daniel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun