Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Jalan Damai Sunni-Syiah yang Tertunda: Dinasti Safawi, Kekuasaan, dan Evolusi Politik Islam

16 Februari 2025   04:04 Diperbarui: 16 Februari 2025   04:04 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dinasti Safawi (Sumber: GettyImages)

A. Pendahuluan

Konflik antara Sunni dan Syiah telah menjadi masalah yang signifikan sepanjang sejarah Islam, dengan dampak yang meluas baik di tingkat teologis maupun dalam tataran politik. Konflik ini tidak hanya sebatas perbedaan pendapat akademis saja, tetapi juga sering kali berujung pada kekerasan dan perang antarkelompok.

B. Awal Mula Konflik

Perbedaan utama antara Sunni dan Syiah berasal dari masalah suksesi kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad . Sunni percaya bahwa kepemimpinan umat Islam telah jatuh kepada sahabat-sahabat Nabi yang paling layak (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) melalui mekanisme musyawarah antarumat, sedangkan Syiah meyakini bahwa hanya keturunan langsung Nabi , yaitu Ali dan para Imam dari keturunannya, yang memiliki hak untuk memimpin.

C. Polemik Teologis

Ulama dari kedua belah pihak telah terlibat dalam polemik panjang untuk mempertahankan pandangan mereka. Salah satu contoh penting adalah debat antara Jamaluddin Al-Hilli, seorang ulama besar Syiah yang menulis Minhaj Al-karama fi ma'rifat al-imama, dengan Ibnu Taimiyah, ulama Sunni yang menulis Minhaj al-sunna al-nabawiyya. Karya-karya mereka mencerminkan perdebatan tajam mengenai keabsahan kepemimpinan Syiah dan Sunni.

D. Peran Safawi dalam Konflik

Dinasti Safawiyah memainkan peran penting dalam sejarah Syiah, terutama di Iran. Setelah mereka merebut kekuasaan pada tahun 1501 M, Safawi mendeklarasikan Syiah sebagai agama resmi kekhalifahan.

Kebijakan ini menandai perubahan besar dalam dinamika politik dan agama di Iran, di mana sebelumnya wilayah tersebut didominasi oleh penganut aliran Sunni. Safawi secara aktif menghilangkan pengaruh Sunni dan mempromosikan ajaran Syiah, termasuk melalui tindakan kekerasan dan pemaksaan.

1. Konsolidasi Kekuasaan Syiah

Di bawah Safawi, ulama Syiah diberi kebebasan untuk mengorganisasikan diri dan mengembangkan ajaran mereka tanpa takut ditindas oleh penguasa Sunni. Kesempatan ini memungkinkan ulama Syiah untuk memperkuat posisi mereka dalam masyarakat dan menciptakan jaringan kekuasaan yang kuat.

2. Represi terhadap Sunni dan Sufisme

Safawi juga melakukan tindakan keras terhadap semua bentuk Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Syiah, termasuk Sunni dan Sufisme. Safawi dan ulama Syiah kemudian juga mempublikasikan berbagai propaganda dan penghinaan terhadap tiga khalifah pertama Sunni dan membunuh siapa saja yang menolak untuk mematuhi kebijakan ini. Hal ini menciptakan ketegangan yang mendalam dan berkelanjutan antara Syiah dan Sunni di wilayah tersebut.

E. Upaya Rekonsiliasi (Konferensi Najaf 1743)

Pada abad ke-18, Nader Shah, seorang pemimpin militer yang merebut kekuasaan di Iran, mencoba untuk mendamaikan kedua kelompok dengan mengusulkan agar Syiah diakui sebagai mazhab kelima dalam Islam, sejajar dengan empat mazhab Sunni. Meskipun Nader Shah berusaha keras untuk menciptakan perdamaian, usahanya tidak diterima baik oleh para ulama Syiah maupun Sunni, yang melihat langkah tersebut sebagai ancaman terhadap identitas dan independensi teologis mereka.

Nader Shah mengadakan konferensi di Najaf pada tahun 1743 dengan mengundang semua ulama Sunni dan Syiah. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan tertulis yang meminta ulama Syiah untuk berhenti melakukan praktik-praktik yang dianggap ofensif oleh Sunni, seperti mencaci-maki tiga khalifah pertama. Namun, kesepakatan ini tidak memiliki dampak yang signifikan karena tidak adanya delegasi dari Kekaisaran Ottoman dan sikap politik ulama Syiah yang masih penuh perhitungan.

F. Dampak Safawi terhadap Perkembangan Syiah (Evolusi Ulama Syiah menjadi Imam)

Konsolidasi kekuasaan Safawi memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan Syiah menjadi kekuatan politik dan agama yang dominan di Iran. Ulama Syiah berkembang menjadi kelas yang lebih terorganisasi dan berperan besar dalam politik dan hukum. Peran ini terus berlanjut hingga abad ke-20, di mana ulama Syiah memainkan peran kunci dalam pergerakan politik dan sosial. 

Ulama Syiah mulai mengadopsi peran yang lebih terstruktur, berkembang menjadi Imam kependetaan dengan otoritas yang hampir mirip dengan gereja dalam agama Kristen. Mereka mendapatkan hak untuk membuat keputusan hukum secara independen (ijtihad) dan memainkan peran penting dalam kehidupan politik masyarakat Syiah.

G. Gerakan Pan-Islamisme dan Implikasinya

Pada abad ke-19, gerakan Pan-Islamisme muncul sebagai respons terhadap kolonialisme Eropa. Gerakan ini didominasi oleh Sunni dan bertujuan untuk menyatukan semua umat Islam di bawah satu kepemimpinan untuk melawan dominasi Barat. Meskipun ada beberapa upaya untuk melibatkan Syiah, perbedaan teologis dan rasa ketidakpercayaan di antara dua golongan ini tetap menjadi penghalang utama.

Meskipun dominasi Sunni dalam gerakan Pan-Islamisme begitu terlihat, ada beberapa upaya dari pihak Syiah untuk ikut serta. Salah satu contohnya adalah kontribusi dari anggota Dinasti Qajar, Abu Al-Hasan Mirza Jahanbani, yang menulis tentang hubungan antara Sunni dan Syiah di bawah kerangka diplomatik dan politik. Namun, upaya ini tidak mendapatkan dukungan yang signifikan dari ulama Syiah.

H. Tantangan terhadap Upaya Rekonsiliasi

Upaya rekonsiliasi sering kali gagal karena faktor-faktor seperti kebijakan Turkifikasi yang dilakukan oleh Turki Muda, serta kurangnya dukungan dari tokoh-tokoh sentral di kalangan Syiah yang lebih memilih sikap konservatif dan anti-konsitusionalisme.

I. Kesimpulan

Konflik antara Sunni dan Syiah adalah salah satu isu paling kompleks dan berkepanjangan dalam sejarah Islam. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menciptakan perdamaian dan persatuan, ketegangan teologis dan politik terus menjadi penghalang besar. Upaya rekonsiliasi sering kali tidak berhasil karena terhambat oleh kepentingan politik, perbedaan ideologi, dan ketidakpercayaan yang mendalam dari kedua belah pihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun