Mohon tunggu...
Dadan Wahyudin
Dadan Wahyudin Mohon Tunggu... wiraswasta -

Gembala sapi, suka bahasa dan menulis. Mengagumi keindahan natural. Lahir di Pagaden, Tinggal di Bandung, Garut Jurusan busnya, Hobi Makan dan Jalan-jalan di Cianjur \r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menghitung Jembatan dalam Jalan Lintas Selatan Jawa Barat

1 Juli 2012   13:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:22 2705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada perbedaan karakter sungai antara pakidulan Jawa Barat dengan sungai-sungai Kalimantan atau wilayah Pantura.  Sungai-sungai  di pakidulan melintasi bukit-bukit terjal dan berbatu-batu, praktis tidak bisa dilayari.  Tak heran, hampir tak ditemui kampung nelayan seperti halnya muara di sungai Pantura, kecuali di Jayanti dan Rancabuaya.   Di Kalimantan atau Pantura, sungai bisa dilayari untuk sarana transportasi bahkan perniagaan.

Kisah masa lalu

Hidup dihimpit sungai-sungai lebar telah mengisolasi masyarakat pakidulan selama bertahun-tahun.  Ketidakpraktisan dan ekonomi berbiaya tinggi menjadi beban hidup yang harus ditanggung warga di sini. Contohnya saja, bahan bakar premium dan solar di Cidaun harus dibeli dari SPBU Ciwidey (Kabupaten Bandung) karena ketiadaan SPBU. SPBU terdekat dijumpai di Sukanagara, namun kadangkala persediaan tak mencukupi.  Bensin eceran sebenarnya mudah dijumpai di kios-kios warga yang dijual seharga Rp. 7.000,00 per liter.  Kondisi seperti ini tak heran mobil mewah dan mobil pelat putih baru keluar dealer pun harus rela diisi di kios eceran.

[caption id="attachment_441" align="aligncenter" width="388" caption="Sungai Cidamar (kec. Cidaun), kendaraan bisa turun ketika sungai dangkal "]

[/caption]

Bila di musim kemarau di mana airnya surut, sepeda motor atau mobil bak kerap berbasah-basahan turun melintasi sungai dangkal untuk menyeberang. Pengendara harus pintar memilih jalan  tidak ada onggokan batunya, kalau tidak mau terhalang atau malah terjungkal.  Jika air besar, maka  getek (rakit)  yang ditarik penjual jasa penyebrangan memiliki peran penting menyeberangkan kendaraan atau warga ke kampung sebelahnya. Adapula pengendara yang rela berputar lebih jauh dengan menyusuri pinggiran sungai untuk mencari  aliran sungai yang dangkal.

[caption id="attachment_446" align="aligncenter" width="468" caption="Ciri khas Sungai Cipandak di basisir kidul adalah ada tiang besinya"]

[/caption] Kisah lainnya adalah untuk mencapai Pameungpeuk (Garut)  dari Cidaun (Cianjur) bila ditarik garis lurus hasilnya  sekitar 50 km.  Warga Cidaun berhari-hari  memutar ke Sindangbarang (27 km) lalu Cianjur kota (berjarak 120 km) dengan jalan dibatasi jurang dan dinding batu. Dari Cianjur dilanjutkan melewati kota Bandung sejauh  60 km.  Dari Bandung, jarak 63 km harus ditambahkan dalam perjalanan mencapai kota dodol,  Garut.  Dari terminal Guntur, Garut jalan kecil mendaki dari bukit ke bukit harus diuntai mirip kontur Cianjur-Sindangbarang dengan jarak yang lumayan ketika mencapai tujuan Pameungpeuk (87 km). Angka  357 km diperoleh sebagai akumulasi perjalanan hanya pergi saja.  Jarak ini setara dengan setengah Jakarta-Surabaya sekitar 668 km, tentu dengan kondisi jalan dilalui berbeda.  Sebuah perjalanan panjang dan melelahkan. Sungguh tidak praktis, bukan?


Yang Memisahkan dan Yang Menghubungkan

Itu kisah dulu.  Kini perjalanan yang dahulu harus ditempuh beberapa hari itu hanya dapat ditempuh dalam hitungan jam berkat kehadiran jembatan.  Jembatan yang kokoh dan jalan mulus (ada beberapa seksi yang rusak, namun tengah diperbaiki petugas jalan) serta medan lurus, perjalanan sekarang cukup mengasyikan.  Apalagi sepanjang kanan (dari arah Sindangbarang) adalah lautan lepas yang gemuruh ombaknya tiada henti.  Namun pada siang hari angin laut berhembus kencang, disarankan pengendara motor menggunakan jaket tebal dan helm tertutup.

Menurut keterangan kawan penulis, Lili Azies, yang dikenal sebagai jurnalis, pernah mengikuti kegiatan Bupati di pantai selatan di era 1978-an,  ia menghitung  setidaknya ada 7 sungai besar antara Cisadea dan sungai Cilaki.  Sungai-sungai itu adalah Citoe, Ciujung, Cipandak, Ciwadik, Cidamar/Cidaun, Ciseula, dan Cikawung.  Jembatan Cilaki sebagai tapal batas antara kabupaten Cianjur dan kabupaten Garut merupakan jembatan paling panjang berdiri di atas sungai Cilaki sepanjang 273 meter.

[caption id="attachment_457" align="aligncenter" width="257" caption="Petunjuk jalan dari arah Cidaun di perempatan Rancabuaya"]

[/caption]

Sementara, perjalanan pun dilanjutkan oleh penulis setelah melintasi  S. Cilaki (tapal batas kabupaten) hingga mencapai Rancabuaya, Kec. Caringin, Kabupaten Garut dijumpai beberapa jembatan di antaranya Jembatan Sungai Ciawi, Cidahon, Cikawung, Cilayu, Cihideung,  hingga jembatan sungai Cidora. Jembatan sungai Cilayu sepanjang 250 m merupakan jembatan kedua terpanjang yang dijumpai penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun