Terbukti melakukan kezaliman besar atau pengkhianatan terhadap rakyat.
Melakukan kekufuran yang nyata (kufr bawwah) yang bisa dibuktikan secara syar'i.
Tidak lagi mampu menjalankan amanah kepemimpinan, baik karena cacat moral, cacat akal, atau cacat fisik berat.
Mengabaikan tujuan syariah (maqashid al-syari'ah) seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta rakyat.
Dalil yang sering dijadikan landasan untuk pemakzulan adalah hadits Nabi SAW:
"Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata (kufran bawwahan) yang ada padanya bukti dari Allah, maka tidak boleh taat."
(HR. Bukhari dan Muslim)
C. Kasus Pemakzulan dalam Sejarah Islam
Beberapa peristiwa dalam sejarah Islam memperlihatkan adanya proses pemakzulan atau perlawanan terhadap pemerintah:
Khalifah Utsman bin Affan (r.a.) menghadapi desakan keras dari sebagian umat akibat tuduhan nepotisme dan ketidakadilan administratif, yang pada akhirnya berujung pada pemberontakan dan pembunuhan beliau. Namun, para sahabat senior tidak pernah secara sah memakzulkan Utsman, melainkan lebih mendorong perbaikan internal.
Khalifah Al-Mu'tamid di Abbasiyah pernah diisolasi dari kekuasaan karena ketidakmampuan memimpin akibat dominasi militer dan kekacauan politik, meskipun kasus ini lebih didominasi faktor kekuasaan militer daripada prosedur syar'i.
Dalam era khilafah Umayyah dan Abbasiyah, ada beberapa kali terjadi kudeta dan pemberontakan, namun jarang dilakukan berdasarkan prosedur sahih syariat, lebih banyak dipengaruhi konflik kekuasaan.