Mohon tunggu...
Cyntia Meisiana 121231042
Cyntia Meisiana 121231042 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Cyntia Meisiana-121231042, Universitas Dian Nusantara Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Bisnis Akuntansi Perpajakan, Dosen Prof. Apollo Daito

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Diskursus Penagihan Utang Pajak PMK No189/PMK.03.2020

8 Mei 2025   21:21 Diperbarui: 8 Mei 2025   21:23 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memahami dan Menjelaskan Penagihan Penagihan Utang Pajak PMK No.189/PMK.03/2020"

Pendahuluan

Penagihan utang pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perpajakan nasional. Dalam konteks ini, negara memiliki kewenangan untuk memungut pajak sebagai bentuk kontribusi wajib dari setiap warga negara dan badan usaha demi pembiayaan pembangunan. Ketika pajak yang telah terutang tidak dibayar tepat waktu, maka negara harus menjalankan mekanisme penagihan utang tersebut secara sistematis dan legal.

Dalam rangka memperkuat proses penagihan pajak, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. PMK ini hadir untuk menggantikan PMK sebelumnya dan mengakomodasi berbagai perubahan dalam dinamika perpajakan modern, termasuk digitalisasi, efisiensi birokrasi, serta penegakan hukum pajak yang lebih adil dan akuntabel.

1. What: Apa Itu PMK 189/PMK.03/2020 dan Penagihan Utang Pajak?

Penagihan utang pajak adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh negara melalui pejabat pajak terhadap Wajib Pajak yang memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo dan belum dibayar. Dasar hukum utama penagihan ini adalah UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah beberapa kali diubah, terakhir melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

PMK Nomor 189/PMK.03/2020 merupakan peraturan pelaksana dari UU KUP yang mengatur secara teknis pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa. Surat paksa adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (jurusita pajak), dan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan hukum seperti penyitaan dan pelelangan atas aset milik Wajib Pajak.

PMK ini menetapkan bahwa penagihan dilakukan jika:

  • Surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak telah diterbitkan.

  • Tidak ada pelunasan dalam jangka waktu yang ditentukan.

  • Sudah dilakukan pemberitahuan secara patut.

hal 3
hal 3
hal 5
hal 5

2. Why: Mengapa PMK Ini Penting dan Diterbitkan?

1. Meningkatkan Kepastian Hukum

Sebelum adanya PMK 189, pelaksanaan penagihan acapkali menimbulkan multitafsir di lapangan, terutama terkait prosedur penyitaan dan pelelangan. PMK ini hadir untuk memperjelas prosedur penagihan utang pajak agar lebih terukur, terstruktur, dan tidak menimbulkan konflik antara Wajib Pajak dan petugas pajak.

2. Menyesuaikan dengan Perkembangan Teknologi dan Prosedur

PMK 189 mengadopsi pendekatan digital seperti sistem informasi penagihan, penggunaan dokumen elektronik, dan keterpaduan data lintas instansi (misalnya dengan perbankan). Hal ini dilakukan untuk:

  • Efisiensi proses administrasi.

  • Akurasi data penagihan.

  • Integrasi dengan sistem peradilan pajak.

3. Mendorong Kepatuhan Sukarela dan Penegakan Disinsentif

Ketika utang pajak tidak ditagih secara efektif, maka akan menciptakan moral hazard di masyarakat. PMK ini bertujuan menciptakan efek jera terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh, sekaligus memberikan insentif kepatuhan bagi yang taat.

4. Menjamin Penerimaan Negara

Utang pajak yang menumpuk akan mengganggu target penerimaan negara. Dengan adanya regulasi yang mempercepat proses penagihan, potensi piutang pajak negara bisa direalisasikan lebih cepat dan optimal.

3. Dasar Penagihan atas PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan 

Penagihan atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan bunga penagihan dilakukan berdasarkan Surat Ketetapan Pajak dan ketentuan dalam UU KUP (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021).

Dasar-dasar penagihan mencakup:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
    Diterbitkan jika jumlah pajak yang dibayar lebih kecil dari jumlah yang seharusnya terutang.

  2. Surat Tagihan Pajak (STP)
    Digunakan untuk menagih bunga, denda administratif, atau kekurangan pajak tertentu seperti pembetulan SPT.

  3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
    Diterbitkan bila setelah pemeriksaan tambahan ditemukan pajak terutang yang belum dibayar.

  4. Bunga Penagihan
    Merujuk pada bunga yang dihitung berdasarkan keterlambatan pembayaran pajak sesuai Pasal 8 dan 9 UU KUP, dihitung berdasarkan suku bunga acuan.

Dasar Penagihan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB memiliki mekanisme penagihan yang sedikit berbeda karena tergolong sebagai pajak daerah, khususnya untuk sektor perdesaan dan perkotaan, sedangkan sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan (PBB-P3) masih dikelola oleh pusat.

Dasar-dasar penagihan PBB:

  1. SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)
    Merupakan dasar pemberitahuan jumlah PBB yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.

  2. STP PBB (Surat Tagihan Pajak PBB)
    Dikeluarkan jika terjadi keterlambatan atau tidak ada pembayaran.

  3. Surat Paksa dan Penagihan Aktif
    Dapat digunakan untuk PBB sektor P3 (pusat) dan sektor PBB-P2 (daerah), bila SPPT tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu (minimal 1 bulan dari jatuh tempo).

 

hal 6
hal 6

4. How : Bagaimana Tahapan Penagihan Pajak ?

1. Identifikasi Utang Pajak

  • Langkah pertama adalah memastikan bahwa Wajib Pajak memiliki utang pajak yang telah jatuh tempo dan belum dibayar.

  • Utang pajak bisa berasal dari:

    • SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) : SKPKB diterbitkan jika hasil pemeriksaan atau keterangan lain menunjukkan pajak terutang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak. Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas kekurangan pembayaran tersebut. Periode terbaru menunjukkan tarif bunga sanksi SKPKB (Pasal 13 ayat 2) sekitar 1,82% per bulan, sedangkan untuk pelanggaran tertentu (Pasal 13 ayat 3B) tarifnya 2,23% per bulan 

    • SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) : SKPKBT diterbitkan jika setelah SKPKB masih ditemukan kekurangan pembayaran pajak, misalnya karena data baru terungkap. Sanksi administrasi SKPKBT umumnya berupa kenaikan 100% dari jumlah pajak kurang bayar yang ditetapkan, kecuali jika pembetulan dilakukan atas inisiatif Wajib Pajak sebelum pemeriksaan. Jika diterbitkan setelah 5 tahun, sanksi bunga bisa mencapai 48% dari jumlah pajak yang kurang dibayar 

    • STP (Surat Tagihan Pajak) : STP diterbitkan untuk menagih pajak yang tidak atau kurang dibayar selain yang sudah ditetapkan dalam SKPKB/SKPKBT, termasuk sanksi administrasi. Tarif bunga sanksi untuk STP biasanya mengikuti tarif bunga administrasi pajak yang berlaku saat itu, misalnya 0,98% per bulan untuk keterlambatan setor atau kurang bayar PPh Masa/Tahunan 

hal 7
hal 7

2. Penyampaian Surat Teguran

  • Surat Teguran dikirim 1 hari setelah jatuh tempo pembayaran, jika Wajib Pajak belum melunasi utang.

  • Tujuan: memberikan kesempatan pertama kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang tanpa tindakan paksa.

3. Penerbitan Surat Paksa

  • Jika dalam 21 hari setelah Surat Teguran disampaikan Wajib Pajak belum juga membayar, maka:

    • Pejabat pajak menerbitkan Surat Paksa.

    • Surat ini memiliki kekuatan hukum seperti putusan pengadilan.

hal 8
hal 8

hal 9
hal 9

hal 10
hal 10
hal 11
hal 11
hal 12
hal 12
hal 13
hal 13
hal 14
hal 14

4. Jangka Waktu 2x24 Jam

  • Setelah Surat Paksa disampaikan, Wajib Pajak diberi waktu 2x24 jam untuk melunasi utang pajak.

  • Jika tetap tidak dibayar, tindakan lebih lanjut dapat dilakukan.

5. Tindakan Penagihan Aktif

Jika utang tidak dilunasi, petugas dapat melakukan tindakan eksekusi sebagai berikut:

a. Penyitaan Aset

  • Dilakukan terhadap barang milik Wajib Pajak.

  • Harus didahului oleh penilaian dan pemberitahuan.

b. Pelelangan Aset

  • Barang yang disita akan dilelang melalui lelang negara untuk melunasi utang pajak.

c. Pencegahan

  • Wajib Pajak dapat dicegah untuk bepergian ke luar negeri jika memenuhi syarat tertentu (utang Rp100 juta dan tidak kooperatif).

d. Penyanderaan (Gijzeling)

  • Wajib Pajak dapat disandera selama maksimal 6 bulan, diperpanjang 6 bulan lagi, sesuai prosedur hukum.

6. Pelunasan atau Pemotongan Piutang

  • Apabila terdapat hasil lelang atau penyitaan, maka akan digunakan untuk membayar utang pajak.

  • Jika utang lunas, maka proses penagihan dihentikan dan dicatat dalam administrasi.

Peran dan Tanggung Jawab Jurusita Pajak

Jurusita pajak merupakan petugas yang memiliki wewenang hukum untuk melakukan tindakan eksekutif terhadap utang pajak. Mereka bertugas melaksanakan:

  • Penyerahan Surat Paksa.

  • Penitipan barang sitaan.

  • Pelaksanaan pelelangan.

  • Penyampaian dokumen hukum kepada pihak ketiga.

Dalam menjalankan tugasnya, jurusita harus memperhatikan asas-asas keadilan, akuntabilitas, dan proporsionalitas.

hal 4
hal 4

hal 15
hal 15

A. Penagihan Pajak atas Wajib Pajak dalam Keadaan Khusus

Penagihan pajak tidak hanya berlaku terhadap WP aktif, tetapi juga tetap dilakukan terhadap WP yang sedang atau telah:

  1. Dinyatakan pailit

  2. Dilikuidasi (dalam proses pembubaran)

  3. Melakukan penggabungan (merger)

  4. Melakukan peleburan (konsolidasi)

  5. Mengalami pengambilalihan (akuisisi)

  6. Melakukan pemisahan usaha (spin-off)

Tindakan penagihan dalam kondisi ini penting untuk menjamin tidak adanya penghindaran kewajiban pajak melalui perubahan status hukum atau pengakhiran usaha.

 B. Dasar Hukum

  • Pasal 18 UU KUP
    Utang pajak tetap dapat ditagih kepada:

    • Pengurus atau kurator dalam kepailitan

    • Likuidator dalam pembubaran

    • Entitas penerus dalam merger atau akuisisi

    • Entitas baru hasil pemisahan

  • PMK Nomor 189/PMK.03/2020 Pasal 35--38
    Menjelaskan secara rinci mekanisme penagihan pajak dalam keadaan khusus.

 C. Penjelasan Per Kasus

1. Wajib Pajak Pailit

  • Penagihan dilakukan kepada kurator, bukan kepada WP secara langsung.

  • Utang pajak menjadi bagian dari harta pailit, dengan klasifikasi sebagai preferen sesuai UU Kepailitan.

  • DJP harus mengajukan tagihan ke pengadilan niaga.

Asas dan Prinsip Penagihan dalam PMK 189

Pelaksanaan penagihan utang pajak di bawah PMK 189 harus berlandaskan asas hukum administrasi negara, yaitu:

  • Asas Legalitas: Semua tindakan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  • Asas Prosedural Fairness: Wajib Pajak harus diberi kesempatan untuk membela diri dan memahami proses.

  • Asas Efisiensi dan Efektivitas: Proses harus dilakukan secara cepat, tepat, dan tidak menimbulkan pemborosan.

  • Asas Perlindungan Hukum: Wajib Pajak yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau gugatan.

Tantangan Implementasi di Lapangan

1. Ketimpangan Pemahaman Antara Petugas dan Wajib Pajak

Banyak Wajib Pajak yang tidak memahami hak-hak dan kewajibannya dalam proses penagihan. Di sisi lain, sebagian petugas pajak juga belum sepenuhnya memahami aspek hukum dan prosedural dari PMK 189.

2. Keterbatasan Teknologi dan Infrastruktur

Meskipun PMK 189 mengarah pada digitalisasi, implementasinya masih terbatas karena belum semua unit kerja pajak memiliki infrastruktur yang memadai.

3. Sengketa Penagihan yang Berlarut

Proses keberatan dan gugatan ke Pengadilan Pajak masih tergolong lama, sehingga memperpanjang proses eksekusi dan menurunkan efektivitas penagihan.

Refleksi dan Rekomendasi

Agar pelaksanaan PMK 189 berjalan optimal, diperlukan beberapa langkah strategis sebagai berikut:

  • Peningkatan literasi perpajakan bagi masyarakat dan Wajib Pajak melalui edukasi reguler.

  • Penguatan kapasitas SDM DJP, khususnya jurusita pajak, melalui pelatihan berkala.

  • Penerapan teknologi berbasis blockchain dan AI dalam sistem informasi perpajakan untuk mencegah manipulasi dan meningkatkan transparansi.

  • Pembentukan tim pengawas independen untuk memantau pelaksanaan penagihan di daerah-daerah rawan konflik.

  • Evaluasi periodik terhadap PMK 189 melalui audit hukum dan administratif.

hal 16
hal 16

hal 17
hal 17
Pengertian Tanggung Jawab Pajak WP Orang Pribadi (OP)

Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) adalah individu yang memiliki penghasilan dan berkewajiban melaporkan serta membayar pajak sesuai ketentuan. Dalam hal tertentu, tanggung jawab perpajakan orang pribadi dapat dibagi atau dibebankan kepada pihak lain, seperti:

  • Suami dan istri (penggabungan atau pemisahan hak dan kewajiban perpajakan)

  • Ahli waris

  • Pengurus harta warisan yang belum terbagi

  • Wali, pengampu, atau kuasa hukum

  • Penerima penghasilan dari WP OP yang telah meninggal atau tidak cakap hukum

Kesimpulan

PMK Nomor 189/PMK.03/2020 merupakan tonggak penting dalam memperkuat penegakan hukum perpajakan di Indonesia. Regulasi ini tidak hanya memberikan dasar hukum yang kuat, tetapi juga mencerminkan semangat reformasi birokrasi dan akuntabilitas fiskal. Meskipun pelaksanaannya menghadapi sejumlah tantangan, namun dengan komitmen dan pembenahan sistemik, PMK ini dapat menjadi instrumen efektif untuk menagih utang pajak secara adil dan efisien.

Daftar Pustaka / Referensi

Kementerian Keuangan RI. (2020). PMK Nomor 189/PMK.03/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
https://www.kemenkeu.go.id

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021.

Direktorat Jenderal Pajak. (2021). Panduan Penagihan Pajak dan Surat Paksa. Jakarta: DJP.

Mardiasmo. (2019). Perpajakan Edisi Terbaru. Yogyakarta: Andi.

Sutedi, A. (2021). Hukum Pajak dan Prosedur Penagihan di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.

Simanjuntak, B. & Mukhlis, I. (2022). "Evaluasi Kinerja Penagihan Pajak dalam Perspektif Hukum Administrasi," Jurnal Pajak dan Negara, 10(1), 20--35.

Purwanto, A. (2021). "Peran Surat Paksa dalam Efektivitas Penagihan Pajak," Tax & Law Review, 6(2), 50--63.

Dwiastuti, R. (2023). Digitalisasi Perpajakan di Indonesia: Peluang dan Tantangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun