Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mengapa Kita Kerap Keliru Menulis Kata dalam Bahasa Indonesia?

1 Agustus 2019   15:22 Diperbarui: 2 Agustus 2019   14:27 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com | Garuda Citizen

HIMBAUAN KEPADA PENGIRIM PAKET

Kalimat tersebut saya baca di salah satu unggahan Instagram sebuah perusahaan logistik saat heboh pemberitaan terkait larangan/imbauan untuk mengambil gambar di dalam pesawat sebuah perusahaan penerbangan nasional. Beberapa perusahaan memang memanfaatkan momen pemberitaan yang lumayan viral tersebut. Umumnya hanya untuk lucu-lucuan.

Selain perusahaan, banyak juga netizen yang ikut meramaikan momen tersebut. Mereka membuat imbauan yang lumayan mengundang tawa, atau setidaknya senyum yang lumayan lebar. Namun saat diperhatikan, ternyata masih banyak yang menggunakan kata "himbauan", bukan kata baku "imbauan".

Mereka menulis kata tersebut entah karena belum tahu kata baku dari kata tersebut, atau karena kebiasaan. Terkadang walaupun sudah tahu suka "keseleo" jari. Efek kebiasaan. Apalagi saat menulis di media sosial kan biasanya kita menggunakan kalimat/kata sehari-hari. Terlebih kita juga sepertinya memang lebih akrab dengan kata "himbauan", bukan "imbauan".

Sama seperti halnya dengan penulisan kata "Idulfitri" atau "Iduladha". Kita sering menulis "Idul Fitri" atau "Idul Adha" padahal yang baku adalah "Idulfitri" dan "Iduladha". Begitu juga dengan kata "risiko". Masih banyak yang menulis "resiko", padahal yang baku adalah "risiko". Begitu juga dengan kata "antre", masih banyak yang menulis "antri".

Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Fungsi dasar bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Selama bahasa yang digunakan tersebut dipahami oleh orang-orang yang sedang berkomunikasi, sebenarnya sah-sah saja. Terlebih kalimat-kalimat yang disampaikan di media sosial umumnya lebih banyak untuk berkomunikasi secara informal.

Saya sering juga mengunggah status dengan kata yang tidak baku. Kata ganti orang pertama tidak menggunakan "saya" atau "aku", malah menggunakan kata "gue", itu pun dengan huruf "g" dan "w", jadi "gw". Pertimbangannya karena hanya menulis di media sosial, bukan menulis sebuah artikel.

Beberapa waktu lalu ada teman yang "protes" terkait hal itu. Ia bilang, nanti kebiasaan. Menulis dengan kata yang dimodifikasi sendiri juga bukan contoh yang baik bagi generasi muda yang masih berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa. Terlebih bila kita berstatus sebagai pengajar dan berteman dengan mereka. Khawatir nanti terbawa saat membuat tulisan resmi. Tidak lucu kan saat mengoreksi karangan di sekolah terselip kata, "rumah mevvah", bukan "rumah mewah" hehe.

Namun menurut saya pribadi sah-sah saja bila kita menggunakan kata tidak baku bila hanya untuk konsumsi teman-teman satu komunitas, bukan untuk hal resmi, yang diunggah di media pribadi. Entah Whatsapp, atau media sosial. Apalagi bila sudah lumayan akrab. Mungkin lain hal bila kita menggunakan kata-kata tidak baku itu untuk akun resmi perusahaan/instansi/lembaga.

Saat membaca pengumuman/surat resmi dari perusahaan/instansi memang sedikit mengganggu bila menemukan ada kata yang tidak baku. Terkadang suka terpikir kok bisa tidak cek dan ricek dulu kata tersebut. Namun itu pun bila kita tahu mana kata yang betul dan mana kata yang salah. Bila tidak ya "adem-adem" saja. Beruntung saya banyak tidak tahunya, jadi saya banyak "adem"-nya hehe.

Merasa Bahasa Indonesia Merupakan Bahasa Ibu

Saat terlahir ke dunia kita sudah akrab dengan Bahasa Indonesia. Sebelum azan berkumandang di telinga --bagi bayi muslim, kita sudah lebih dulu mendengar percakapan dokter ahli kandungan atau bidan dengan perawat dan ayah atau ibu kita. Alhasil, tanpa belajar secara formal, sudah otomatis kita bisa Bahasa Indonesia.

Sejak Taman Kanak-kanak bahasa pengantar di kelas yang digunakan juga umumnya menggunakan Bahasa Indonesia. Terlebih sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi kita juga belajar Bahasa Indonesia. Walaupun umumnya hanya dua SKS saja, bila kita mengambil program studi di luar Bahasa/Sastra Indonesia. Itu makanya kita selalu merasa sudah lancar Bahasa Indonesia sejak lahir.

Alhasil tidak banyak dari kita yang rajin memperbarui keterampilan berbahasa Indonesia. Orang-orang Indonesia juga sepertinya jarang yang kursus secara khusus Bahasa Indonesia, seperti halnya kita kursus Bahasa Inggris. Saya pun termasuk orang Indonesia "kebanyakan". Tidak pernah kursus Bahasa Indonesia secara khusus.

Efek merasa sudah lancar berbahasa Indonesia, kita juga terkadang malas mengecek kata. Saat menulis dengan menggunakan Bahasa Inggris, umumnya kita rajin mengecek kamus terkait penulisan kata yang masih ragu karena khawatir salah. Namun untuk Bahasa Indonesia, tulis, ya tulis saja.

Terkadang, walaupun sudah tahu kata baku dari kata tersebut, saat menulis suka tidak sadar. Menulis ya menulis saja, bablas. Apalagi bila terlalu sering buka-tutup kamus, walaupun secara daring, khawatir nanti malah "mood" untuk menulis hilang. Kita juga malah terbebani karena harus menulis sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Selain itu sepertinya juga tidak ada lomba khusus untuk mengasah keterampilan berbahasa Indonesia. Kalaupun ada lomba menulis umumnya lebih mengutamakan tulisan menarik yang sesuai dengan tema yang ditentukan panitia. Keterampilan berbahasa tetap dipertimbangkan, tetapi bukan yang utama. Penilaian utama bukan ditentukan dengan penggunaan bahasa baku sesuai PUEBI, tetapi seberapa menarik tulisan tersebut disajikan.

Tidak ada juga spelling bee seperti halnya Bahasa Inggris. Belum pernah mendengar ada kompetisi mengeja kata Bahasa Indonesia. Namun Bahasa inggris dan Bahasa Indonesia memang berbeda ya. Bahasa Indonesia itu pengucapan dan penulisan tetap sama. Tidak seperti Bahasa Inggris yang berbeda.

Harus Banyak Belajar dan Membiasakan Diri

Meskipun terlahir sebagai orang Indonesia dan masih aktif menggunakan Bahasa Indonesia selama 24 jam --karena kalau tidur pun mimpi saya tetap menggunakan Bahasa Indonesia hehe, kita tetap harus memperbarui keterampilan berbahasa Indonesia. Saya biasanya mengetahui kata-kata baku Bahasa Indonesia, baik yang baru maupun yang lama dari laman facebook Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan.

Namun ya itu, terkadang walaupun sudah tahu, saat menulis suka lupa. Saya pun tidak tahu ada berapa kata yang tidak sesuai PUEBI yang saya gunakan dalam artikel ini. Hal yang paling penting, kita sudah berusaha menyajikan sebaik mungkin sambil terus belajar. Kalau bukan kita siapa lagi? Bila bukan sekarang menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kapan lagi? Yuk, dimulai. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun