Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Semua baik-baik saja

Indonesian Democratic (IDE) Center

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tirani Formalitas, Hapus Syarat Pendidikan dan Ijazah Dalam UU Pemilu

26 September 2025   15:30 Diperbarui: 26 September 2025   16:09 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: ilustrasi kotak suara calon pemimpin terperangkap syarat ijazah

Gagasan dalam tulisan ini memang terdengar aneh nyeleneh tetapi menarik untuk dibahas karena sedang viral di masyarakat soal ijazah pejabat atau calon-calon pemimpin. Sementara harus diakui dan dikemukakan bahwa sistem politik nasional kita yang mengklaim berdaulat penuh di tangan rakyat justru secara de facto masih terpenjara oleh tirani formalitas.

Tirani itu berwujud  pendidikan yang dibuktikan oleh ijazah bagi calon pejabat publik, sebuah dokumen administratif yang diangkat derajatnya melebihi integritas substantif dan kapasitas riil seorang pemimpin. 

Syarat ini, yang kini terpatri dalam banyak Undang-Undang, sesungguhnya adalah tembok penghalang yang berdiri tegak di jalur menuju meritokrasi sejati, dan ia harus segera dibongkar.

Menghilangkan tembok penghalang ini adalah langkah awal yang krusial untuk memastikan sistem politik kita merekrut talenta terbaik, terlepas dari latar belakang akademik mereka.

Persyaratan pendidikan dan kepemilikan ijazah, betapapun tinggi jenjangnya atau meski minimal harus SMA sederajat, tetap berpeluang menciptakan  diskriminasi terselubung yang secara langsung berkonflik dengan amanat fundamental Konstitusi.

Landasan normatif kita sangat jelas. Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI 1945 secara tegas menjamin bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." Persamaan kedudukan ini tidak boleh dibatasi oleh kriteria yang bersifat privilege, melainkan harus tegak di atas prinsip keadilan substantif.

Lebih lanjut, Pasal 28D Ayat (3) mengukuhkan: "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan." 

Dalam UU Pemilu persyaratan pendidikan untuk jadi pejabat minimal SMA atau sederajat, dan hal itu masih bisa dijangkau oleh kebanyakan orang Indonesia. Akan tetapi jika dinaikan tingkat menjadi Sarjana tentu hal itu adalah gagasan yang konyol. Data statistik pendidikan tinggi mencatat bahwa ada ratusan ribu mahasiswa yang memutuskan berhenti studi, dan masalah biaya kuliah seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal menjadi alasan utama di banyak Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri.

Dengan kondisi ini, di mana akses ke pendidikan tinggi masih terhalang oleh faktor ekonomi, maka pembatasan akses ke posisi publik melalui kriteria formal pendidikan bukanlah sebuah manifestasi rasionalitas, melainkan sebuah defisit logika yang mencederai prinsip persamaan kesempatan konstitusional.

Sebuah hukum yang mendasarkan kualifikasi kepemimpinan pada selembar dokumen akademik, secara esensial, sedang membangun pagar elitis yang memisahkan antara pemimpin dengan realitas rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun