Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Semua baik-baik saja

Indonesian Democratic (IDE) Center

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPU, Tumbal Sempurna Semrawut Pemilu

22 September 2025   13:12 Diperbarui: 22 September 2025   13:12 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI: Pecat Anggota KPU

Setiap kali pemilu usai, panggung politik di Indonesia tak pernah luput dari drama tuding-menuding. Lembaga yang paling sering menjadi sasaran kritik adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Beberapa kelompok menyuarakan agar KPU membuka dokumen calon pejabat, semisal ijazah dan rekam jejak, demi transparansi yang lebih baik. Mereka berargumen, publik berhak menilai rekam jejak kontestan yang akan memimpin mereka. Seruan ini menemukan tempat kuat di tengah masyarakat.

Akan tetapi, dalam setiap kritik tajam, kita perlu bertanya, lantas apakah KPU adalah satu-satunya entitas yang bertanggung jawab atas setiap kecacatan dalam sistem? 

Saya berpandangan, dengan segala hormat, tuntutan tersebut meski bermaksud baik, justru terperangkap dalam jebakan simplifikasi. Mereka menuntut perbaikan pada KPU, sebuah organ pelaksana, sementara melupakan bahwa cacat yang sesungguhnya berada pada kerangka hukum yang membatasi KPU, partai-partai politik yang pragmatis, dan bahkan masyarakat itu sendiri. 

Hal ini bukan soal membela KPU, melainkan upaya mengajak publik untuk melihat masalah ini secara lebih adil dan proporsional.

Polemik kerahasiaan dokumen calon pejabat adalah barometer sempurna untuk memahami dilema yang dihadapi KPU. Tudingan dilempar kepada KPU karena Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan dokumen persyaratan calon presiden sebagai "informasi publik yang dikecualikan". 

Keputusan itu seketika dicap sebagai tindakan anti-transparansi. Namun demikian, pandangan ini tidak sepenuhnya akurat. Lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU, bekerja di bawah payung Undang-Undang Pemilu.

Undang-undang itu sendiri adalah produk politik, hasil tawar-menawar kepentingan di antara fraksi-fraksi di parlemen. Keputusan KPU seringkali merupakan terjemahan dari undang-undang yang bersifat ambigu. 

Keputusan Nomor 731 bukanlah produk dari itikad buruk untuk menutup-nutupi, melainkan interpretasi terhadap batasan hukum yang ada. Saat publik dan media merespons dengan keras, KPU membatalkan keputusannya melalui Keputusan Nomor 805 Tahun 2025. 

Tindakan ini menunjukkan bahwa KPU bukanlah entitas yang otoritatif dan independen, melainkan sebuah institusi yang sangat reaktif dan rentan terhadap tekanan publik. Jadi, masalahnya bukanlah KPU yang tidak mau transparan, melainkan kerangka hukum yang memang tidak secara tegas mewajibkan transparansi total sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun