Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Pejabat Idaman, Warga Nyaman: Kisah Nyata dari Kampung Sidoharjo

9 September 2025   10:36 Diperbarui: 9 September 2025   10:36 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana asri Kampung Sidoharjo, Selagai Lingga, Lampung Tengah. (Foto: Mansur Setiawan/ist).

Jalanan berlubang, birokrasi berbelit, atau pelayanan publik yang terasa jauh dari jangkauan. Mungkin itu adalah beberapa keluhan yang sering kita dengar dari masyarakat tentang kondisi di daerahnya.

Tapi, pernahkah Anda membayangkan sebaliknya? Sebuah daerah yang pelan-pelan berubah ke arah yang lebih baik, bukan karena proyek besar yang menghabiskan anggaran miliaran, melainkan karena sentuhan-sentuhan kecil dari seorang pemimpin yang peduli.

Kisah ini datang dari Kampung Sidoharjo, Kecamatan Selagai Lingga, Lampung Tengah. Namanya Mansur Setiawan, seorang kepala kampung yang kehadirannya benar-benar dirasakan oleh warganya.

Saya bukan orang sana, tapi setiap kali melintasi kampung ini, saya selalu dibuat kagum dengan pemandangan yang tersaji: jalanan yang rapi dan bersih, meskipun belum beraspal sepenuhnya, dan suasana kampung yang asri serta damai.

Lingkungan yang nyaman ini bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil dari kerja keras dan gotong royong yang menjadi tradisi di sana. Saban Minggu warga dan perangkat kampung bahu-membahu menjaga kebersihan. Ini adalah cerminan nyata dari sebuah kampung yang kompak.

Program Sederhana dengan Dampak Luar Biasa

Sering kali, dampak terbesar justru datang dari hal-hal yang terlihat sederhana. Itulah yang terjadi di Kampung Sidoharjo. Salah satu program yang sangat menyentuh adalah ajakan untuk memanfaatkan lahan kosong di pekarangan rumah.

Awalnya, mungkin terdengar sepele. Siapa sangka, program ini berhasil mengubah banyak pekarangan yang tadinya kosong menjadi kebun-kebun produktif. Dengan dukungan penuh dari perangkat kampung, warga diberikan bantuan bibit dan bimbingan budidaya, salah satunya untuk cabai Jawa atau cabai jamu.

Tentu saja, tanaman ini dipilih bukan untuk bumbu masakan seperti cabai pada umumnya, melainkan karena manfaatnya yang besar sebagai tanaman herbal dan obat tradisional. Warga bisa memanen buahnya untuk diolah menjadi jamu atau bahan pengobatan alami, memberikan nilai tambah yang sangat bermanfaat bagi kesehatan keluarga.

Hebatnya lagi, di beberapa daerah, cabai ini juga bisa digunakan sebagai pengganti cabai untuk bumbu masakan karena memiliki sensasi pedas yang khas dan sedikit manis, memberikan sentuhan rasa unik pada hidangan.

Program ini adalah bukti nyata bahwa inovasi sederhana bisa menciptakan beragam manfaat sekaligus: dari ketahanan pangan, kesehatan keluarga, hingga kemandirian ekonomi.

Dampak luar biasa lainnya datang dari program pengadaan mobil ambulans kampung. Di daerah yang akses transportasinya terbatas, memiliki ambulans sendiri adalah sebuah anugerah. Ketika ada warga yang membutuhkan transportasi mendesak untuk berobat atau saat ada musibah, mobil ini selalu siap sedia.

Mobil ambulans ini bukan hanya sekadar kendaraan, tapi simbol kepedulian. Ini adalah wujud nyata dari kehadiran pemerintah yang dekat dan sigap. Seorang warga bisa terhindar dari keterlambatan penanganan medis yang bisa berakibat fatal. Ini adalah program yang tidak hanya membantu, tapi juga menyelamatkan nyawa.

Pembangunan Partisipatif: Saat Warga Jadi Bagian dari Keputusan

Sebuah kepemimpinan yang baik tidak hanya memberi instruksi, tapi juga melibatkan. Di Kampung Sidoharjo, hal ini juga diterapkan, salah satunya saat pembangunan irigasi kampung. Mansur Setiawan dan perangkat kampung tidak hanya memutuskan sendiri, tetapi mengajak warga duduk bersama untuk berdiskusi. Mereka mendengarkan masukan, kekhawatiran, dan ide-ide dari warga.

Proses ini sangat penting karena pembangunan irigasi yang melibatkan warga akan lebih tepat sasaran dan berkelanjutan. Warga merasa dihargai, mereka merasa memiliki proyek tersebut, dan otomatis akan ikut menjaganya.

Ini adalah contoh nyata bagaimana pembangunan partisipatif bisa menciptakan rasa memiliki yang kuat di kalangan masyarakat. Keberhasilan program bukan hanya diukur dari selesainya sebuah proyek, melainkan dari seberapa besar manfaatnya dirasakan dan dijaga oleh masyarakat.

Kehangatan yang Terasa di Setiap Sudut Kampung

Selain gotong royong dan program-program yang nyata, ada satu lagi hal yang menunjukkan betapa hidupnya Kampung Sidoharjo: perayaan 17 Agustus. Saya dengar dari cerita, perayaan di sana sangat meriah. Bukan hanya lomba-lomba yang biasa kita lihat, tapi juga pentas seni yang melibatkan seluruh warga, tua dan muda.

Suasana riang dan penuh tawa ini adalah hasil dari semangat kebersamaan yang terus dipupuk. Ini membuktikan bahwa di bawah kepemimpinan yang baik, sebuah kampung tidak hanya maju dalam hal pembangunan fisik, tetapi juga hidup dalam kebersamaan sosial.

Pelajaran Penting dan Harapan untuk Masa Depan

Kisah dari Kampung Sidoharjo ini memberikan sebuah pelajaran berharga bagi kita semua. Bahwa seorang pemimpin yang baik tidak harus selalu punya proyek besar dan mewah. Kebaikan yang paling bermakna sering kali datang dari hal-hal kecil, dari sikap yang tulus, dari kepedulian yang nyata.

Mansur selalu memegang teguh pesan dari orang tua dan keluarga, untuk tidak menunda-nunda penyaluran bantuan atau gaji. Sikap ini, walau terlihat sederhana, menunjukkan integritas dan komitmen yang luar biasa.

Di tengah banyaknya berita tentang penyelewengan dana, sikap ini menjadi sebuah oase. Ia memahami bahwa di balik setiap dana yang disalurkan, ada harapan dan kebutuhan mendesak dari warganya.

Namun, pejabat publik dengan integritas dan kehadiran seperti ini terasa sangat langka. Sosok-sosok seperti Mansur Setiawan adalah harapan nyata yang sangat kita butuhkan. Untuk itu, kita sebagai masyarakat perlu mengambil peran. Perlu adanya partisipasi aktif dari warga dalam mengawal kinerja pemimpinnya, serta dukungan penuh terhadap setiap inisiatif baik yang muncul dari bawah.

Menjadi pemimpin, di manapun kita berada - di kampung, di kantor, atau bahkan di rumah - bukanlah soal jabatan, melainkan tentang seberapa besar kita bisa memberi manfaat bagi orang lain. Dan yang tak kalah penting, kepercayaan adalah aset terbesar seorang pemimpin. Kepercayaan itu tumbuh dari kejujuran, komitmen, serta pelayanan yang tulus dari hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun