Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Film

Bukan Hujatan, Ini Ulasan Jujur dan Kontroversi Film Merah Putih: One For All

16 Agustus 2025   11:13 Diperbarui: 18 Agustus 2025   16:40 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film animasi Merah Putih: One For All menjadi perbincangan hangat di kalangan penggemar film, bahkan sebelum resmi tayang di bioskop. Beragam respons, mulai dari antusiasme hingga kritik tajam, mewarnai jagat maya. Namun, tak sedikit dari kita yang memilih untuk tidak menontonnya di layar lebar, termasuk saya. Alasan utamanya sederhana: trailer yang beredar luas di media sosial sudah lebih dari cukup untuk menimbulkan keraguan.

Daripada membuat ulasan film yang tidak saya tonton, lebih baik kita bedah saja apa yang bisa kita lihat dari 'jendela' kecil yang disediakan - yaitu trailernya. Ulasan ini akan membahas mengapa film ini terasa kurang 'menggigit' sejak awal, berdasarkan apa yang terlihat dan kabar yang beredar di masyarakat.

Kualitas Visual dan Isu Plagiat

Sejatinya, trailer berfungsi sebagai etalase yang memikat penonton. Sayangnya, trailer Merah Putih: One For All gagal menjalankan tugas ini dengan baik. Hal pertama yang langsung terasa adalah kualitas visualnya.

Dibandingkan dengan animasi-animasi lokal, bahkan yang bisa kita tonton gratis di YouTube, visualnya terasa jauh di bawah standar. Gerak-gerik karakter yang kaku, desain yang kurang hidup, hingga lingkungan yang terkesan buru-buru, semua memberikan kesan bahwa film ini dikejar target waktu.

Selain itu, yang paling mengkhawatirkan adalah isu plagiarisme. Kabar ini bukan sekadar gosip. Beberapa karakter di film ini diduga kuat merupakan jiplakan dari karya-karya animator luar negeri.

Ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal integritas. Bagaimana sebuah karya yang seharusnya mengangkat nama bangsa, justru dimulai dengan 'pinjaman' ide tanpa izin? Trailer yang ada seolah membenarkan dugaan ini, menunjukkan beberapa desain yang terasa tidak orisinal dan familiar.

Kesan Setelah Menonton dan Alur Cerita yang Kacau

Setelah melihat trailer, rasa dan kesan yang tertinggal bukanlah rasa penasaran, melainkan kebingungan. Kabar dari beberapa penonton perdana juga semakin memperkuat keraguan ini.

Menurut mereka, film ini terasa "setengah-setengah". Alur ceritanya melompat-lompat tanpa transisi yang jelas, membuat penonton sulit terhubung dengan narasi. Ada yang sampai bergurau, sepanjang film mereka dibuat tertawa bukan karena adegan yang lucu, melainkan karena keanehan dan ketidaklogisan cerita.

Kualitas ini sangat jauh jika kita bandingkan dengan film animasi lokal sukses seperti Jumbo. Film seperti itu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun cerita yang solid, visual yang memanjakan mata, dan karakter yang kuat.

Tim yang terlibat pun terdiri dari para seniman yang berdedikasi tinggi. Prosesnya panjang dan biayanya besar, namun hasilnya adalah karya yang utuh dan membanggakan. Film Merah Putih: One For All justru terasa seperti proyek yang dikejar deadline dan kurang niat.

Identitas yang Terasa Canggung

Satu lagi poin yang mengganggu adalah identitas film ini. Mengklaim berjiwa nasionalisme, tapi judulnya menggunakan gabungan bahasa asing, "One For All". Bukankah ada kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang sama kuatnya, seperti "Satu untuk Semua"?

Penggunaan bahasa asing juga kabarnya merambah ke beberapa dialog film, padahal film ini bisa menjadi media yang baik untuk mempromosikan bahasa kita sendiri.

Bahkan, dalam narasinya juga penulisannya ada yang tidak pas, disingkat-singkat. Seperti penulisan kata "yang" menjadi "yg". Ini menimbulkan pertanyaan, apakah film ini dibuat untuk penonton lokal, atau hanya ingin terlihat "keren" dengan mengorbankan identitasnya?

Semoga ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi para seniman dan animator di Indonesia. Sebuah karya yang baik tidak cukup hanya bermodal niat atau tergiur pada dana. Ia harus didukung dengan eksekusi yang matang, dedikasi, dan niat tulus dalam berkarya. Niatlah yang akan membuat sebuah karya bertahan lama dan memiliki pesan yang kuat.

Mari kita dukung film-film animasi Indonesia yang berkualitas dan orisinal, yang lahir dari tangan-tangan kreatif yang berani bermimpi dan berkarya. Semoga ke depannya, perfilman animasi Indonesia bisa lebih maju dan membanggakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun