Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rojali dan Realita Ngemall: Ketika Jalan-Jalan Nggak Harus Beli-Beli

27 Juli 2025   23:54 Diperbarui: 27 Juli 2025   23:54 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung mall hilir mudik tanpa kantong belanja—mungkin bukan cari diskon, tapi sekadar jeda dari riuhnya hidup. (Foto: bisnis.com)

Di akhir pekan, pemandangan yang paling sering kita jumpai di mall-mall besar adalah: ramai. Tapi anehnya, keramaian itu tidak selalu berbanding lurus dengan kantong belanjaan yang dibawa pulang. Banyak orang datang, keliling, nongkrong, tapi pulangnya tetap dengan tangan kosong. Inilah yang melahirkan kembali istilah legendaris: Rojali, alias Rombongan Jarang Beli.

Saya sendiri? Hmm… kalau ditanya termasuk Rojali apa nggak, ya... mungkin iya. Tapi Rojali versi kalem. Bukan yang sok tanya-tanya harga ini itu lalu pergi dengan "misi penyamaran."

Saya lebih ke tipe “jalan pelan-pelan, lihat-lihat dikit, terus pulang karena capek.” Jarang banget tuh masuk-masuk toko buat tanya, karena biasanya label harga sudah cukup jelas berbicara. Dan jujur, saya memang nggak kuat kelamaan di mall.

Entah kenapa, mall punya semacam aura tersendiri yang bisa menyedot energi saya. Lampunya yang terang, musiknya yang kadang kelewat semangat, ramainya pengunjung, dan pendingin udara yang sejuk tapi bikin kering — semuanya seperti menghisap tenaga. Akhirnya, niat awal yang sudah ditata sejak rumah jadi senjata utama: saya ke mall bukan buat jalan-jalan, tapi karena ada tujuan.

Biasanya kalau ke mall, saya bertandang ke bioskop atau toko buku. Dua tempat itu seperti oasis di tengah riuhnya dunia per-mall-an. Di bioskop, saya bisa menyendiri dalam gelap, menyerap cerita. Di toko buku, saya bisa jadi diri sendiri: membaca tanpa suara, menyentuh halaman-halaman baru, dan merasa seperti sedang mengobrol dengan banyak ide dalam diam.

Kalau bukan karena dua tempat itu, saya mungkin memilih rebahan di rumah atau cari angin di taman daripada ke mall.

Mungkin ini juga yang dirasakan oleh banyak "Rojali" lainnya. Mereka datang bukan untuk belanja, tapi untuk mengamati, mencari hiburan gratis, atau sekadar melepas suntuk.

Mall hari ini bukan cuma tempat jual beli, tapi tempat pelarian. Pelarian dari panasnya luar kota, dari kebosanan rutinitas, atau bahkan dari kesepian. Di mall, meskipun kita sendiri, kita merasa ditemani.

Tapi jangan salah. Jadi Rojali bukan berarti nggak berkontribusi. Keberadaan kami, para pengunjung yang “hanya mampir” ini, tetap menghidupkan ekosistem mall. Kami yang bikin rame, yang bikin suasana lebih hidup.

Mall kini jadi semacam ruang pertemuan modern — tempat orang dari segala rupa berkumpul: ada yang pacaran sambil jajan boba, ibu-ibu yang saling update gosip sambil cari diskon, sampai anak muda yang duduk-duduk doang sambil numpang Wi-Fi. Semua ada, semua diterima, asal nggak bikin rusuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun