Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pameran Turots di Kudus dan Gema Intelektual Islam Nusantara

15 Juli 2025   12:17 Diperbarui: 15 Juli 2025   12:05 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pameran Turots Nusantara di Kudus, Jawa Tengah dihadiri banyak kalangan. (Foto. Turotsid).

Di tengah dunia yang serba cepat, kadang kita lupa bahwa ada banyak hal berharga yang datang dari masa lalu. Bukan sekadar cerita, tapi warisan ilmu, kebijaksanaan, dan jati diri. Dan semua itu bisa kita temukan dalam sesuatu yang mungkin terdengar asing di telinga banyak orang: turots — warisan intelektual Islam yang ditulis para ulama Nusantara puluhan hingga ratusan tahun lalu.

Beberapa hari lalu, Kudus menjadi saksi dari upaya luar biasa untuk menghidupkan kembali warisan itu. Dalam Pameran Nahdatut Turots yang bertajuk "Intelektual Syekh Abdul Hamid Kudus dan Jejak Ulama Kudus dalam Khazanah Keilmuan Islam", kita diajak melihat ulang siapa kita sebagai bangsa dan umat.

Acara ini digelar di kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, berlangsung pada 13-16 Juli 2025. Di sanalah, naskah-naskah karya Syekh Abdul Hamid Kudus ditampilkan. Salah satunya, naskah langka berjudul Fathul Alil Karim fi Maulidin Nabil Azim, diluncurkan kembali untuk publik. Ini bukan sekadar pameran. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap ilmu dan semangat belajar para ulama kita dulu.

Warisan yang Tak Cuma Disimpan

Banyak orang mengira turots hanya kumpulan buku tua yang hanya layak ditaruh di museum. Tapi lewat acara ini, kita diingatkan: turots adalah napas keilmuan yang harus dihidupkan kembali. Ia bukan untuk dilihat saja, tapi untuk dipelajari, dipahami, dan ditanamkan dalam kehidupan hari ini.

Kiai Ayung Notonegoro, ketua program Jelajah Turots Nusantara, menyebut bahwa turots adalah penghubung antara kita dan para pendiri peradaban Islam di negeri ini. Mereka menulis bukan untuk populer, tapi untuk mencerdaskan. Dan tugas kita hari ini adalah memastikan tulisan itu tetap bersuara.

Warisan intelektual yang dipamerkan dalam pameran turots di Kudus, Jawa Tengah. (Foto: TVNU).
Warisan intelektual yang dipamerkan dalam pameran turots di Kudus, Jawa Tengah. (Foto: TVNU).

Yang menarik, acara ini tak hanya dihadiri para kiai dan tokoh ormas Islam. Mahasiswa dan anak muda juga ikut menyimak, belajar, dan memberi apresiasi. Ini adalah bukti bahwa ulama Indonesia tidak kalah hebat dari ulama dunia.

Kehadiran anak muda seperti ini penting. Karena sering kali, kita dibuat merasa ilmu itu harus dari luar negeri agar dianggap hebat. Padahal, para ulama kita — seperti Syekh Abdul Hamid Kudus — sudah lebih dulu menulis, berpikir, dan membangun tradisi keilmuan yang luar biasa.

Di sinilah letak pentingnya gerakan Jelajah Turots Nusantara. Ia tidak hanya mengumpulkan naskah. Ia mengembalikan rasa percaya diri kita sebagai bangsa. Bahwa kita punya tradisi berpikir sendiri. Bahwa kita punya sejarah panjang dalam ilmu dan akhlak. Bahwa kita tidak harus selalu mengutip orang luar untuk merasa pintar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun