Bayangkan Dono, Kasino, dan Indro, bisa melompat dari gedung tanpa cedera, dikejar bos tanpa dipecat, dan menyamar jadi bocah SD tanpa canggung. Dunia kartun memungkinkan itu semua. Dan, begitulah Warkop DKI Kartun bekerja: ia membawa trio legendaris ke realitas baru, namun tetap dengan tawa khas mereka yang tak lekang oleh zaman.
Film animasi ini tayang di bioskop sejak 26 Juni 2025, dengan durasi kurang lebih 80 menit. Diproduksi oleh Falcon Pictures dan disutradarai oleh kolaborasi Rako Prijanto bersama Daryl Wilson. Sebagai penggemar Warkop, saya bisa bilang: ini bukan hanya animasi, ini adalah penjaga warisan humor Indonesia.
Trio Lawak dalam Tiga Misi Absurd
Mengusung format omnibus, film ini terbagi dalam tiga cerita utama. Dalam dunia fiksi sebagai agen CHIIPS (referensi dari serial CHiPs tahun 80-an), Dono, Kasino, dan Indro dihadapkan pada misi yang tak biasa:
- Melawan robot ciptaan sendiri yang berubah jadi ancaman.
- Menyamar jadi bocah SD untuk membongkar skandal jawaban ujian nasional.
- Menjadi pemain Timnas Indonesia demi mencegah konspirasi nuklir Korea Barat (iya, kamu nggak salah baca - Korea Barat).
Ketiga kisah ini absurd, tapi menggemaskan. Apalagi ketika dikemas dengan animasi penuh warna, gerak slapstick, dan referensi budaya pop dari berbagai era: mulai dari gaya visual Scooby-Doo, aroma investigatif Detective Conan, hingga sentuhan Shinchan dan Tom & Jerry. Bahkan, wasit legendaris Pierluigi Collina dan pemimpin Korea Utara "Kim Jong-un KW" pun ikut nimbrung jadi cameo!
Nilai Lebih: Nostalgia yang Dibungkus Kekinian
Film ini menjembatani dua generasi: mereka yang tumbuh bersama film Warkop di kaset video (VHS) tahun 80--90an, dan anak-anak masa kini yang lebih akrab dengan YouTube daripada trio komedi legendaris Dono, Kasino, dan Indro.
Bagi generasi lama, ini adalah nostalgia rasa baru. Komedi khas Warkop yang penuh celetukan, gestur lebay, dan kritik sosial tersirat masih terasa kental. Penonton dewasa akan menangkap satire pendidikan, teknologi, hingga sepakbola nasional yang disisipkan secara jenaka. Sementara anak-anak bisa menikmatinya tanpa harus paham semua konteks - karena bentuk kartunnya yang menghibur secara visual dan tak mengandung humor dewasa yang vulgar.
Suara pengisi karakter juga patut diapresiasi. Meski tidak bisa menyamai 100% keunikan suara asli Dono, Kasino, dan Indro, kemiripannya cukup menyenangkan telinga, apalagi dikombinasikan dengan gaya bicara dan punchline yang khas. Yang jelas: ini bukan sekadar meniru, tapi menghormati.
Apakah Sempurna? Tentu Tidak.
Meski menyenangkan, bukan berarti film ini bebas cela. Sebagai karya omnibus, kualitas ketiga cerita terasa tidak merata. Cerita pertama dan kedua menghibur dengan intensitas dan pacing yang tepat. Tapi cerita ketiga terasa "maksa" - alur pertandingan bola yang panjang, dialog yang terlalu mengada-ada, serta humor yang terasa cringe di beberapa titik.
Selain itu, meski banyak referensi pop culture yang seru, kadang terasa terlalu banyak numpuk - hingga penonton awam mungkin sulit menangkap arah cerita. Beberapa anak juga bisa jadi bingung karena percampuran antara isu modern dengan gaya lawakan jadul.
Namun, kekurangan ini bukan kegagalan. Justru menunjukkan bahwa menghidupkan kembali legenda itu tidak mudah. Ada pertaruhan antara mempertahankan warisan, dan menyajikannya ke pasar baru.
Film ini layak untuk ditonton, arena Warkop DKI Kartun adalah upaya serius namun ringan untuk menunjukkan bahwa komedi tidak mengenal usia atau format. Ia bukan sekadar hiburan, tapi juga pengingat bahwa komedi bisa mengkritik tanpa melukai, tawa bisa diwariskan lintas generasi, budaya lokal bisa tampil keren di medium modern.
Film ini mengajak kita untuk percaya bahwa Dono, Kasino, dan Indro bukan sekadar tokoh, tapi semangat kekaryaan yang hidup di berbagai zaman. Dari layar bioskop tahun 80-an, panggung Srimulat, YouTube, hingga kini lewat layar kartun digital.
Komedi yang Bertransformasi
Warkop DKI Kartun bukan sekadar film, ia adalah jembatan budaya dan sejarah humor Indonesia. Ia mungkin tak sempurna dalam penyampaian, tapi niat baik dan kreativitas di baliknya layak mendapat apresiasi. Terbukti film ini mendapatkan rating yang lumayan tinggi dari penonton, di IMDB ia memperoleh nilai 8,6/10.Â
Film ini cocok untuk ditonton bersama keluarga, nostalgia bareng orang tua, atau bahkan memperkenalkan humor jaman dulu ke generasi yang pikir Dono itu nama karakter sinetron. Dan yang terpenting: film ini mengajarkan bahwa dalam hidup, selera boleh berubah, tapi tawa harus tetap dibagi. Warkop DKI boleh berubah bentuk. Tapi tawa mereka tetap kekal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI