Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Menjadi Orang Tua Adil di Tengah Sibling Rivalry

26 Juni 2025   18:05 Diperbarui: 26 Juni 2025   17:21 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tips jadi orang tua adil tanpa harus selalu sama. Atasi sibling rivalry dengan cinta, komunikasi, dan pemahaman kebutuhan tiap anak. (orangtuahebat)

Pernah nggak sih, kamu dengar anak pertama tiba-tiba nyeletuk, "Ibu lebih sayang adik, ya?" atau yang kecil ngambek karena kakaknya lebih dulu dapat es krim? Wah, selamat datang di dunia sibling rivalry! Ini bukan sinetron keluarga, tapi potret nyata di banyak rumah tangga Indonesia.

Dalam salah satu episode menarik dari program Ruang Tengah, Dr. Ina Salma Febriani ngobrol bareng Kak Anisah Chairani, seorang psikolog yang juga ibu dan manusia biasa (jadi tahu banget jungkir baliknya jadi orang tua). Tema yang mereka angkat: Menjadi Orang Tua yang Adil di Tengah Sibling Rivalry. Dan percaya deh, ini bukan cuma soal bagi jatah mainan atau rebutan tempat duduk di mobil.

Adil Bukan Berarti Sama

Kak Anisa bilang, adil itu bukan berarti harus memberikan anak-anak kita hal yang sama persis, tapi memberikan apa yang mereka butuhkan. Anak pertama butuh waktu ngobrol soal tugas sekolah? Ya kasih. Anak kedua lagi suka gambar dinosaurus? Ya beliin kertas gambar. Kalau semua dikasih persis sama, yang ada rumah malah jadi arena adu penalti terus-terusan.

Intinya, orang tua perlu buka mata (dan hati) buat melihat kebutuhan tiap anak secara utuh. Karena setiap anak itu unik, bukan fotokopi satu sama lain.

Sibling rivalry paling sering terjadi saat jarak usia anak-anak berdekatan. Kenapa? Karena saat si kakak masih butuh pelukan dan panggilan "sayang", eh tahu-tahu muncul adik baru yang menyita waktu dan tenaga orang tua. Si kakak pun merasa singgasananya digeser - oleh makhluk mungil yang belum bisa bicara tapi sukses bikin semua mata tertuju padanya.

Dan ternyata, ini bukan hal baru. Ingat kisah Nabi Yusuf? Para saudaranya iri karena merasa ayah mereka lebih menyayangi Yusuf. Akibatnya, lahir konflik besar yang jadi pelajaran berharga tentang bagaimana ketidakadilan bisa melukai hati anak.

Strategi Cegah Drama Sejak Dini

Tenang, Kak Anisah kasih resep praktisnya:

1. Libatkan Kakak dari Awal

   Jangan tiba-tiba muncul dengan adik bayi seperti hadiah kejutan. Ajak si kakak dari masa kehamilan. Suruh dia pilih baju bayi, bantu siapkan kamar, bahkan ajak ngomong ke perut ibu. Biar tumbuh rasa memiliki, bukan rasa disingkirkan.


2. Komunikasi Itu Vitamin Keluarga

   Sisihkan waktu khusus buat masing-masing anak. Mungkin lima belas menit aja, asal fokus. Nggak disambi scroll Instagram, ya, Bu-Pak. Tanya, dengar, dan resapi. Anak yang merasa didengarkan akan lebih jarang "teriak" lewat perilaku negatif.


3. Beri Peran Sesuai Usia dan Minat

   Si kakak suka menggambar? Boleh tuh, bikin kartu ucapan buat adik. Si adik suka ikut-ikutan? Kasih kesempatan bantu kakak lipat baju. Kalau masing-masing anak merasa berguna dan dihargai, konflik bisa ditekan, cinta pun bisa berkembang.


4. Tegas tapi Lembut

   Kalau anak mulai bersaing secara negatif, jangan langsung marah. Gali dulu penyebabnya. Terkadang mereka cuma butuh validasi. Lalu tegaskan aturan dengan cara yang mereka pahami, bukan pakai ceramah ala seminar dua jam.

Kak Anisah dengan jujur mengingatkan: orang tua nggak harus sempurna. Nggak apa-apa kalau sesekali salah kasih porsi kue atau lupa jadwal jemput. Yang penting, tunjukkan bahwa kamu berusaha adil. Anak bisa merasakan ketulusan. Dan itu jauh lebih penting daripada kesempurnaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun