Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Doa dari Raja Ampat yang Terluka

12 Juni 2025   08:15 Diperbarui: 14 Juni 2025   09:21 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan Raja Ampat ternoda aktivitas tambang nikel - konflik antara alam perawan dan kerakusan industri. (Sumber: AI)

Di ujung timur negeri ini,
di peluk lautan jernih dan karang surgawi,
Raja Ampat bersenandung pilu,
tercekik debu nikel dan janji palsu.

Langit Papua masih biru,
tapi hatinya mendung membiru.
Bukan karena hujan -
melainkan keserakahan manusia berkedok pembangunan.

Katamu, ini untuk kemajuan.
Katamu, bumi takkan terasa kerusakan.
Tapi bagaimana bisa,
logika kalian menafsir tambang sebagai berkah dari surga?

Sedang kami lihat pohon tumbang,
ikan-ikan hilang,
anak-anak kehilangan pantai tempat bermain,
dan doa-doa kami ditenggelamkan oleh alat berat dan kontrak yang tak terbaca terang.

Para petinggi negeri,
yang duduk manis di ruang ber-AC dengan dasi.
Apa kalian benar-benar percaya
alam bisa kembali seperti sedia kala?

Para pemuka agama,
yang katanya penjaga moral bangsa.
Mengapa diam saat ciptaan Tuhan diperlakukan tanpa rasa?
Surga yang tersisa di tanah Papua sedang dipaksa menjadi neraka.

Mau sampai kapan kalian pura-pura tuli,
saat rakyat menangis bukan karena iri -
tapi karena rumah mereka dihancurkan atas nama investasi?

Apakah perut para petinggi
belum cukup kenyang hingga harus mengorek isi bumi?
Sedangkan rakyat Papua,
masih makan dari laut yang kini berlumur racun dan sunyi.

Raja Ampat menangis dalam senyap,
karangnya pecah, lautnya gelap.
Malu rasanya menyebut ini negeri kaya,
kalau kekayaan hanya untuk segelintir yang punya kuasa.

Hari ini kami bersuara -
esok mungkin tinggal debu cerita.
Tapi ingatlah, tak ada negara besar yang bisa berdiri tegak di atas luka-luka warganya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun