"Ma, maaf ya aku nggak bawa buah tangan," ucap Azzam menunduk. Ia malu pulang dengan tangan kosong, meski uang tabungannya masih tersisa ia harus berhemat sampai mendapatkan pekerjaan baru.
"Nggak apa-apa nak, Mama mengerti kondisimu, yang terpenting kita bisa kumpul saat ramadan dalam keadaan sehat. Kita jalani ibadah ramadan dengan sungguh-sungguh, insha Allah ada jalan nantinya," demikian Mama menenangkan.
Belaian lembut sentuhan tangannya membuat air mata Azzam meleleh, ada tangis yang tak mampu ia sembunyikan, namun tak berani pula ia lepaskan sebab malu dan takut jika dinilai cengeng.
Mama memang paling terbaik dalam hal menenangkan hati, ia tak pernah kekurangan cara untuk menyenangkan anak-anaknya, meski ada luka yang ia sembunyikan. Azzam senang akhirnya ia bisa menikmati momen ramadan bersama keluarga di kampung halaman, santap sahurnya kini tidak hanya sendirian yang disaksikan dinding-dinding bisu serta lemari tua yang lapuk selayaknya di kamar kost dulu.
Kini dirinya tidak hanya dapat melihat langsung sosok penyemangat dalam hidupnya, wanita tangguh yang kini telah berubah status menjadi kepala keluarga. Namun, ia juga dapat merasakan sentuhan ajaib tangan Mama setiap harinya lewat olahan makanan yang disajikan. Kerinduan aroma masakan yang khas sentuhan Mama kini dapat ia rasakan setiap harinya. Kesempatan yang luar biasa ini tidak disia-siakan olehnya, semenjak di kampung halaman Azzam tidak hanya berdiam diri, ia pun turut membantu apa saja yang dilakukan Mama.
Bagi Azzam ramadan bukan waktu untuk bersantai maupun berleha-leha. Bulan penuh berkah ini harus diisi dengan banyak melakukan hal-hal positif. Kebaikan-kebaikan harus terus dipupuk, agar nanti bisa memanen berkali lipat berkah dari-Nya.
"Ma, maafin Azzam ya, Azzam banyak salah sama mama. Suka membantah dan terkadang acuh. Maafkan perlakuan serta sikap Azzam yang tidak baik selama ini Ma," ucap Azzam di suatu malam.
Sembari menangis sesegukan, menjelang santap sahur Azzam memeluk Mamanya seraya meminta maaf dan memohon ridha kepadanya. Dalam balutan sarung dan baju koko ia mengaku salah karena selama ini banyak perbuatan kurang baik yang dilakukan secara sadar atau tidak. Malam itu Azzam ingin melepas rasa bersalah yang terus membayangi dirinya, ia ingin lebih tenang dalam menjalani ritual ibadah di bulan suci. Keduanya saling rangkul dan larut dalam tangisan.
Pada kesempatan itu pula Azzam minta satu permohonan agar selama ramadan dalam sujud dan doa-doa yang Mama panjatkan tak luput menyisipkan namanya. Bagi Azzam tak ada yang paling 'keramat' selain doa yang dipanjatkan oleh orang tua untuk anak-anaknya.Â
"Azzam mohon jangan lupakan nama Azzam dalam setiap sujud dan doa-doa Mama ya," demikian pinta Azzam, meski ia tahu orang tua mana yang tidak mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya, bahkan tanpa mereka memintanya sekalipun.
Azzam bersyukur karena ia telah berani mengutarakan maaf kepada Mama secara langsung, selama ini ia hanya berani berkata melalui sambungan telepon, dan itu pun amat jarang dilakukan. Setiap hari hampir banyak kesalahan yang dilakukan, bahkan dalam keadaan sadar sekalipun.