Mohon tunggu...
Satria Aditya
Satria Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis kelas teri dengan impian kelas Paus

Copywriter | Praktisi SEO | Web Developer | Social Engineer | Proud tobe a Father

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu

27 Juni 2020   10:51 Diperbarui: 27 Juni 2020   10:49 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kepada seseorang di balik tirai sifatnya,

setelah sekian detik aku termenung diantara sumpah serapah yang mulut sang fajar ucapkan lewat salju deras dari langit kelabunya, aku berdiri diatas awan-awan pikiranku sambil sesekali senandungkan barisan nada yang tercipta dari namamu.

Kadang aku bertanya untuk apakah hari ini? sedangkan kau dan keindahanmu selalu mencari jawaban dari apa yang alam pertanyakan tentang sebuah teori jarak dalam rumus hukum fisika; padahal jantung kita sudah terbelah jauh dan kantung matamu sudah mulai lebam sebab air mata sudah berbaring lama disitu.

Cinta bukanlah sebuah rumah yang ber-fondasi wahai kekasih jiwaku, akan tetapi sesungguhnya cinta adalah sebuah kerapuhan dari kekuatan tangan Tuhan. Berjalanlah terus, karena ku tahu siang ini langit akan berubah menjadi indah. Hering beterbangan menyusuri setiap helai awan dan pohon-pohon berbuah perunggu yang masih saja terbaluti salju yang tak kunjung mencair di setiap ruas jalan di kota praha.

"pulang saja lalu berbaringlah. Bukankah secangkir teh hangat dapat mencairkan hatimu yang mulai kedinginan oleh keangkuhan rindumu?", itu yang kukatakan kepada mereka yang bersemayam didalam pikiranku.

Kita saling berbagi dunia saja wahai wanita yang tidak terlupakan, dan bila nanti waktu sudi berbaik hati mungkin aku akan bergegas kepakkan sayapku lalu terbang kesana dan mulai membuat sangkar jerami dan akan kubaringkan hatiku disana sebagai tempat peristirahatan abadiku bila nanti tangan-tangan maut menggoresi nisanku.

Praha begitu dingin, dan dari setiap kepingan waktunya mereka mulai menawariku sebuah kesempatan untuk menghangatkan badanku di sebuah pojok-pojok kedai bertuliskan 'kavarny', hingga aku masuk kedalamnya dan kutemui kehidupan baru di dalam kehidupan.

Dan di kedai ini aku berhenti dari pencarianku menemukan makna dari sebuah kesendirian dan kerinduan. Semoga esok setelah aku terbangun dari belenggu kantuk malam ini, kutemukan salju-salju itu berwarna merah jambu, persis seperti warna senyum mu.

  *praha, 1 januari 2009

to: Alm. Tya semoga kamu selalu bahagia Disana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun