Dalam remang rembulan malam ini
Dingin rela menemani
Sunyi bersedia duduk santai
Sambil menatap bintang yang terlihat lelah
Memancarkan sinarnya
Ia bersinar
Namun tak semua bisa merasakan hangatnya
Namun tak semua bisa mencintai rupanya
Ia hendak menyerah,
Namun ia sadar, ia adalah seorang bintang
Bintang tanpa cahaya, apa gunanya
Aku melihat genangan air itu
Kenang-kenangan dari hujan sore tadi
Aku melihat sinar rembulan di dalamnya
Dan aku juga melihat
Siburuk rupa tengah berpandangan dengan bayangannya
Perlahan, aku mengerti akan dunia ini
Kucoba mencerna rupa itu, melihat bagaimana bentuk wajah dan hidungnya
Terlintas, terlihat sengsara di sana
Keriput wajahnya yang terus bertambah
Memberi tanda bahwa dunia tidak pernah selembut sutra
Kulitnya yang kusam, menandakan mentari yang terus menyiksa
Hingga pada akhirnya, aku memandang matanya
Mencoba mendalaminya dengan tenang
Akankah kutemukan seberkas cahaya di dalamnya?
Akankan keras dunia juga terus menggerogoti hidupnya?
Nampaknya tidak
Matanya masih bersinar
Ia masih hidup untuk dunia ini
Sinarnya juga tak akan pernah redup
Bahkan, jika disandingkan dengan mentari,
Rasanya sinarnya tak akan kalah bersinar
Aku melihatnya dengan senyuman
Ia sigap membalas dengan senyuman yang serupa
Ia tertawa seolah menjanjikan bahwa hari esok akan datang
Mungkin tidak dengan keberuntungan
Namun dengan peluru yang membara
Namun, apalah ribuan peluru jika dihadapi dengan sinar baja dan tenaga kuda
Jangankan seribu peluru, seribu prajurit juga akan ditebas dengan bebas
Lelah akan datang, namun hidup harus berjalan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI