Menyaksikan upacara peringatan HUT proklamasi kemerdekaan RI Ke 80, dimana para siswa-siswi yang tergabung dalam pasukan pengibar bendera tampil dengan hikmat menunjukkan semangat patriotisme dan cinta tanah air yang sangat membanggakan.
Namun, di sudut lain di kotaku, sekelompok siswa dari beberapa SMA di kota Kendari berkumpul untuk merencanakan penyerangan terhadap anak STM. Singkat cerita sekitar 20-an lebih anak-anak SMA ini berangkat mencari sasaran.
Dalam perjalanannya mereka pun berpapasan dengan dua orang anak SMA yang berboncengan sepeda motor, salah satu diantara mereka berseru jika dua orang anak tersebut adalah siswa SMKN 2 (STM).
Sontak mereka mengejarnya, dan berhasil menjatuhkan anak yang dibonceng, melihat sasarannya jatuh mereka dengan beringas segera mengeroyok dan membuat korban terluka cukup parah.
Peristiwa yang langsung menarik perhatian gubernur Sulawesi Tenggara, selain menanggung semua biaya perawatan korban. Beliau memberikan perhatian serius guna mencegah kejadian serupa, termasuk mengultimatum para kepala sekolah dengan ancaman serius kehilangan jabatan.
Dan tidak lama berselang, tiga hari kemudian terjadi di depan saya sendiri sekitar belasan bahkan mungkin dua puluhan anak berseragam murid SMA akan menyerang lawannya, ada yang membawa semacam kelewang dan bermacam senjata lainnya akan saling berhadapan di jalanan yang ramai, beruntung siswa yang diincar berhasil meloloskan diri, sungguh miris.
Peristiwa tawuran anak sekolahan bukan lagi cerita baru, termasuk pembullyan di lingkungan sekolah yang sampai berakibat fatal, bahkan ada yang sampai kehilangan nyawa.
Bukan hanya di kota-kota besar, bahkan kota kecil seperti di daerah ku kejadian ini juga terjadi. Tentu ini menimbulkan pertanyaan bukan hanya di benak saya tapi tentu juga di benak banyak orang, ada apa dengan dunia pendidikan kita?
Jujur saja, kenakalan (tawuran) anak sekolahan itu sudah dari jaman sebelum jaman saya sekolah di tahun 80-an, tetapi sungguh tingkat keseriusannya itu tidak segila sekarang.
Dulu kami berkelahi melawan sekolah lain dengan bertangan kosong, kalau pun ada yang membawa senjata itu hanya satu dua orang saja itupun bukan senjata tajam, tapi sejenis rantai atau alat lainnya yang tidak untuk (bisa) mematikan.
Dulu ketemu lawan, kita tantang singel alias satu lawan satu, dengan tangan kosong. Sekarang ngeri sudah pakai alat, main keroyokan lagi dan ini marak terjadi, ada apa dengan perangai anak sekolahan sekarang ini?
Kalau dipikir-pikir kondisi ini sebenarnya sudah darurat, salut dengan Kang Dedi gubernur Jawa Barat yang langsung bertindak dengan solusi barak militer terlepas dari pro kontra atas kebijakan tersebut.
Sampai sejauh ini belum ada langkah sistematis yang konkret yang serius dan komprehensif untuk mengatasi tawuran dan pembullyan oleh siswa. Langkah untuk menghilangkan segala macam bentuk tawuran dan pembullyan di sekolah ini merupakan bagian dari Aspirasi Pendidikan Bermutu Untuk Semua.
Negara harus hadir, untuk memberikan jaminan pendidikan yang bermutu untuk seluruh rakyatnya, untuk menjadikan anak-anak kita menjadi generasi yang hebat. Tetapi bagaimana bisa hebat jika mentalitas tawuran dan bully masih ada di lingkungan pendidikan itu sendiri.
Heran saja, jaman sudah canggih tetapi perilaku primitif masih ada dan bahkan lebih beringas, apa yang terjadi? Meski anggaran pendidikan 20% dari anggaran belanja belum bisa terpenuhi, tetapi setidaknya sudah mendekati, itu sebenarnya sudah lebih dari cukup apalagi APBN setiap tahun juga semakin meningkat.
Tetapi sampai sejauh ini, yang menjadi persoalan terus dan terus saja adalah bangunan sekolah rusak (tidak layak), ruang kelas yang tidak cukup, guru honorer masih banyak, dan yang bikin meradang adalah kebijakan yang setiap ganti menteri pasti ganti kebijakan.
Dan jujur saja, masalah tawuran dan bully di sekolah ini hanya menjadi wacana kekhawatiran saja tanpa ada langkah konkret seperti langkah yang diambil oleh Pak KDM.
Tawuran dan bully, kalau mau jujur itu sudah menjadi momok bagi siswa maupun orang tua, bukan hanya takut anak-anak menjadi korban tawuran dan bully, tetapi khawatir jangan-jangan mereka menjadi bagian dari pelaku.
Pendidikan yang berkualitas itu merupakan modal bangsa, dan sekolah sudah harus menjadi ujung tombaknya sebagai kawah candradimuka pendidikan yang berkarakter, jangan menjadikan sekolah hanya seperti tempat kursus apalagi tempat les.
Oleh karena itu pemerintah harus peka dan tanggap atas semua Aspirasi Pendidikan Bermutu Untuk Semua. Meski pendidikan adalah bagian dari tanggungjawab keluarga (orang tua), masyarakat dan pemerintah.
Tetapi sekolah harus menjadi tempat representatif bagi siswanya untuk memperoleh kemampuan dan kesadaran penuh terhadap kehidupan dan tanggungjawab sosial mereka.
Jangan jadikan sekolah seperti tempat kursus, yang hanya menjadi tempat transfer ilmu, transfer pengetahuan tanpa penanaman landasan karakter dan akhlak yang baik.
Maaf saja, image tentang sekolah favorit sepertinya masih ada di masyarakat, orientasi pengajaran di sekolah yang paling dikejar adalah prestasi belajar yang ditunjukkan dengan ikut dan menang Olimpiade ini dan itu segala macam.
Tidak semua anak punya orientasi, juga visi untuk menjadi juara Olimpiade matematika, fisika, kimia, dan lain sebagainya. Meski begitu semua anak yang normal pasti punya potensi, hanya belum tergali.
Bisa jadi anak-anak yang memiliki potensi yang belum tergali inilah yang salah jalan menyalurkan jiwa mudanya ke tantangan yang sedikit ekstrem atau bisa jadi merupakan pelampiasan terhadap sesuatu yang tidak terpuaskan dari yang mereka peroleh di sekolah, rumah dan lingkungannya.
Anak hebat hanya akan lahir dari pendidikan bermutu, tidak ada cara lain selain itu. Pendidikan bermutu itu memang bisa di dapatkan dimana saja tergantung dari upaya setiap individu.
Namun, demikian tempat pendidikan bermutu terbaik itu adalah di sekolah dan disediakan dengan penuh tanggungjawab oleh pemerintah. Sediakan tempat lengkap dengan fasilitasnya, sediakan tenaga pendidiknya yang terjamin penghasilan dan pengembangan karirnya, sediakan kurikulumnya yang paten yang tidak harus selalu berganti setiap ganti menteri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI