Alhamdulillah, kami semua akhirnya bisa turun dari bus, tapi harus berdesakan lagi menerobos kerumunan manusia yang menyemut di terminal. Dari siang berjuang, akhirnya nanti jam sebelas malam baru dapat bus menuju Jogja.
Capek? Iya sudah pasti tapi semua itu tidak ada artinya. Yang ada hanya senyum dan tawa, perjuangan mencari bus dan semua kesulitan-kesulitan yang kami alami justru jadi bagian yang paling berkesan, bahkan hingga saat ini.
Nah, di tahun-tahun berikutnya mudik lebaran hampir tiap tahun kami lakukan. Jaman tahun 80-an hingga 90-an, tiket pesawat masih amat mahal, jumlah penerbangan dari Surabaya ke Kendari hanya sekali sehari itupun masih transit di Makassar.
Angkutan mudik favorit adalah kapal laut, waktu itu armada kapal Pelni untuk tujuan Indonesia Timur cukup banyak, ada KM Kerinci, KM Tidar, KM Rinjani, KM Kelimutu, KM Umsini.
Perjalanan ke Kendari bisa ditempuh lewat Makassar yang dilanjutkan lewat darat dan menyebrang laut lagi ke Kolaka dengan kapal Ferry yang waktu tempuhnya sehari semalam lagi. Bisa juga lewat Bau-bau (2 hari perjalanan) yang dilanjutkan naik kapal kecil lagi menuju Kendari yang ditempuh dalam sehari.
Kondisi di kapal Pelni, jangan ditanya bagaimana padatnya. Kapal dengan kapasitas 1000-an penumpang ini, penuh sesak dengan penumpang yang naik dari Medan-Jakarta-Surabaya-Makassar dst...
Penumpang yang naik mungkin dia kali lipat dari kapasitas angkut kapal, orang-orang tidur di selasar, di lorong-lorong kapal, di tangga, di semua ruang kosong pasti ada penumpang disitu.
Pencopet pun panen di situasi seperti itu, kewaspadaan harus tingkat tinggi. Begitu sampai di tujuan, karena waktu embarkasi kapal hanya dua jam maka penumpang pada berebutan untuk turun berdesakan di tangga kapal yang hanya selebar 1-1.5 meter, belum lagi pasukan Porter (buruh angkut) yang menyerbu dari bawah untuk naik ke kapal mencari penumpang yang butuh jasa mereka.
Untuk melanjutkan perjalanan menuju Kendari, dengan kapal kecil, masih juga sama penumpang berdesakan, bahkan saking berdesakannya seringkali petugas di pelabuhan harus menahan keberangkatan kapal, dan memaksa turun penumpang yang berlebihan.
Sulitnya perjalanan mudik dulu tetapi kini menjadi kenangan yang tak terlupakan, begitu juga mungkin yang dirasakan oleh orang-orang mudik, sesulit apapun itu yang penting bisa mudik.Â
Bersyukurlah sekarang, perhatian pemerintah terhadap keselamatan transportasi baik darat, laut maupun udara sudah sangat maju, kapasitas angkut untuk angkutan lebaran juga sudah diperbesar, pelayanan untuk kenyamanan dan keselamatan penumpang sudah lebih terjamin.