Mohon tunggu...
Christina Putri Aroma Ndraha
Christina Putri Aroma Ndraha Mohon Tunggu... Lainnya - Long life learner and dreamer

an Undergraduate Law Student who has interest in writing, social movement, law issues, and education.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjadi Bagian dari Ormek: "Jangan Lupa Jadi Manusia Merdeka"

15 April 2021   13:50 Diperbarui: 15 April 2021   14:33 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Namun, realita saat ini justru bertentangan dengan harapan serta nilai yang utuh dari politik kampus beserta subjek yang ada di dalamnya, sebagaimana yang sudah dibahas diatas. Tak jarang beberapa ormek yang ada menciptakan kelompok semu. Kelompok semu tersebut merupakan kelompok yang dibentuk yang sesuai dengan aturan yang ada dalam internal kampus dan bertujuan sebagai perpanjangan tangan dari beberapa Ormek di dalam kampus.

Lalu, sebenarnya apa yang menjadi tujuan ‘beberapa’ Ormek sehingga mereka harus masuk ke dalam ranah internal politik kampus?

Pertama, untuk membangun eksistensinya di ranah mahasiswa sehingga dapat memperluas ideologi dan cara pandang. Kedua, memperoleh otoritas dengan menempatkan para kader pada posisi elite mahasiswa. Sebab posisi elite mahasiswa menjadi salah satu nilai tawar tersendiri ketika melakukan komunikasi dengan jajaran birokrasi maupun pemerintah. Posisi elite mahasiswa juga memiliki peran untuk melakukan mobilisasi massa, sehingga dengan begitu ormek tertentu dapat semakin memperlebar sayapnya dan memiliki kesempatan menjadi dalang dalam beberapa pergerakan mahasiswa. (Jurnal unesa. 2015: mahasiswa dan kekuasaan)

Dahrendorf dalam bukunya “Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri” mengatakan bahwa didalam tatanan masyarakat terjadi sebuah konflik yang dimana menyebabkan munculnya kelompok-kelompok didalam masyarakat. kelompok-kelompok masyarakat tersebut dibagi menjadi dua yakni kelompok kepentingan dan kelompok semu. (Dahrendorf. 1986 : 221)

Didalam fenomena ini kita dapat memposisikan Ormek sebagai kelompok kepentingan. Sebab jelas Ormek memiliki beberapa indikator untuk diposisikan sebagai kelompok kepentingan. Diantaranya Ormek memiliki struktur, bentuk organisasi, program atau tujuan dan anggota dari organisasi tersebut. Kemudian asosiasi yang ada didalam kampus merupakan kelompok semu sebab didalam asosiasi tersebut memiliki kepentingan tersembunyi. Kepentingan tersembunyi diartikulasikan menjadi kepentingan nyata. Kelompok semu menjadi tempat merekrut anggota kelompok kepentingan yang terorganisir secara jelas.

Dalam hal ini otoritas sebagai ketua atau presiden BEM terpilih yang diperebutkan pada saar pemilihan umum mahasiswa dapat dikatakan sebagai kunci konflik dalam kontestasi politik kampus. Otoritas yang melekat pada posisi tersebutlah yang menjadi kunci dari analisis Dahrendorf. Sebab otoritas selalu diartikan sebagai subordinasi atau superordinasi. Sesuai dengan pembagian peranya, bagi individu atau kelompok yang bertada di wilayah superordinat maka dialah yang berkuasa dan mendominasi atas individu maupun kelompok yang berada di wilayah subordinat. Kelompok yang menempati posisi otoritas tertentu dan kelompok subordinat yang juga memiliki kepentingan tertentu ketika arah dan substansinya saling bertentangan maka konflik tersebut akan terjadi. Dan inilah kunci dari sebuah teori konflik yakni “kepentingan” (Ritzer dan Goodman. 2011 : 15)

Ketika kader tertentu dari suatu Ormek sudah menduduki posisi strategis, disinilah independensi dari presiden atau ketua terpilih harus dipertanyakan. Saya rasa sudah cukup jelas jika suatu Ormek punya berbagai kepentingan, walaupun hal tersebut tidak melulu merujuk pada konotasi negatif. Masih ada ideologi dan cara pandang yang rasional, tidak radikal dan relevan yang ditawarkan oleh beberapa organisasi ekstra kampus.

Namun, tetap saja perlu disampaikan bahwa, organisasi ekstra kampus yang notabene menghegemoni politik kampus seharusnya dapat mengesampingkan kepentingannya ketika kadernya berhasil memegang kekuasaan tertinggi di suatu universitas. Poinnya adalah, hal tersebut menimbulkan kurang adanya independensi dalam menentukan sikap di beberapa kampus yang perpolitikannya dihegemoni oleh suatu organisasi.

Akhirnya mereka cenderung fokus pada instruksi dan pedoman-pedoman organisasi yang menaikkan mereka dari pada permasalahan nyata yang terjadi pada masyarakat dan mahasiswa.

Di sisi lain ketika kita sudah menyadari bahwa setiap kelompok ormek pasti memiliki kepentingan, maka pertanyaan yang ada juga ditujukkan kepada setiap pribadi mahasiswa yang menduduki posisi strategis, tetapi justru rela direnggut independensinya. Tidak masalah menjadi bagian dari suatu Ormek, tetapi jangan sampai kehilangan kemerdekaan dalam menentukan sikap dan berpikir. Bukankah, setiap kita ingin menjadi manusia merdeka?

Namun perlu diingat pula bahwa dengan menjadi apolitis, apatis dan golput tidak akan memperbaiki keadaan. Banyak hal yang bisa kita lakukan, misalnya dengan menahan yang paling buruk untuk naik ke atas, dibarengi dengan membangun jaringan politik alternatif atau dengan memaksimalkan fungsi pengawasan kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun