Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Stimulus 8+4, Jalan Terjal Visi Pro-Rakyat Pemerintahan Prabowo

13 September 2025   12:04 Diperbarui: 13 September 2025   23:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/9/2025).(KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU) 

Pergeseran Paradigma Fiskal

Sejarah kebijakan fiskal Indonesia pasca-reformasi sering kali dipersonifikasikan pada sosok menteri keuangan. Sri Mulyani Indrawati, dengan reputasi globalnya, menjadi wajah yang paling lekat dengan era disiplin fiskal. 

Ia berulang kali disebut sebagai teknokrat yang menjaga stabilitas makroekonomi, memperketat defisit, serta merawat kredibilitas Indonesia di mata pasar global. 

Reputasi Sri Mulyani nyaris tanpa cela di forum internasional, tapi di dalam negeri ia kerap dituding lebih loyal pada rating lembaga keuangan dunia ketimbang realitas rakyat yang kian terjepit.

Pendekatan fiskal ala Sri Mulyani, yang prudent dan akuntabel di atas kertas, sebenarnya menyimpan dilema besar. Di satu sisi, disiplin fiskal mencegah Indonesia terjerembab dalam krisis utang seperti 1998. 

Namun, di sisi lain, itu menciptakan kesan bahwa APBN adalah dokumen yang lebih didedikasikan bagi kreditor global daripada instrumen untuk kesejahteraan rakyat. 

Rasionalitas pasar dan investor sering kali diperlakukan sebagai ukuran tunggal, sehingga aspirasi domestik cenderung terpinggirkan.

Dalam konteks itulah kehadiran Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan membawa nuansa baru. Purbaya dikenal dengan pandangan bahwa kebijakan fiskal seharusnya tidak semata menjadi ajang menjaga kepercayaan eksternal, melainkan alat untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan dalam negeri. 

Pandangan ini bukan hal baru, tetapi jarang muncul ke permukaan karena keberanian semacam itu sering dianggap "tidak ramah pasar."

Pergeseran paradigma ini dapat dibaca sebagai upaya memulihkan fungsi asli fiskal: memobilisasi sumber daya bagi kepentingan rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun