"Semua ini adalah milik dan tanggung-jawabku juga sebagai anak mereka, tetapi mengapa aku tidak pernah merasa memilikinya? Aku termenung..."
Aku selonjoran di sofa TV sambil ngobrol dengan mama. Aku bercerita banyak soal Martha, Jenny, Rini dan juga pekerjaanku. Tiba-tiba aku tidak tahan lagi. Sambil menangis tersedu-sedu seperti anak kecil, aku memeluk mama sambil berkata, "ma, Ricky cape banget, stress.. uda bosen sama semuanya. Jenuh banget, gak tahan lagi"
Sudah lama sekali aku tidak menangis sebegitu hebatnya. Mungkin terakhir sewaktu dimarahi Papa gara-gara tidak mau kuliah ke Amerika. Mama terkejut melihat aku menangis di pelukannya. Beliau hanya bisa terdiam dalam herannya. "Wah, anak durhaka dan sombong ini ternyata bisa juga nangis lagi," mungkin begitu pikirnya. Namanya juga seorang ibu. Matanya kemudian berkaca-kaca lalu memelukku dengan erat.
Sambil menepuk-nepuk bahuku, beliau berkata, "ngak apa-apa Rick.. kalau kamu jenuh, ya sudah kamu berhenti saja. Ngapain juga kamu cape-cape, wong di sini saja banyak kerjaan. Kalo kamu nggak mau ikut papa ya ngurusin kebun kita. Kalau nggak cocok di kebun, kamu saja yang ngurusin bisnis mama. Lagian dari dulu kamu ditawarin nggak pernah mau. Sementara ini kamu nggak usah juga ngapa-ngapain, istrahat saja dulu, kamu di sini saja dan ini kan memang rumah kamu "
Aku terdiam, busett...ini memang rumahku. Pekerjaan yang mau diurusin di sini juga banyak sekali, kenapa aku tidak pernah selama ini merasakannya. Dan mengurusi bisnis keluarga sebenarnya adalah tanggung-jawabku juga sebagai anggota keluarga. Kenapa aku selama ini tidak pernah memikirkannya?
Sampai kapan aku membiarkan kedua orangtua ini harus memikulnya. Mereka sudah mulai menua. Semua ini adalah milik dan tanggung-jawabku juga sebagai anak mereka, tetapi mengapa aku tidak pernah merasa memilikinya? Aku termenung...
Untuk pertama kalinya, aku menyadari bahwa aku itu sebenarnya sangat dibutuhkan oleh keluargaku. Apa sebenarnya yang aku cari dalam perjalanan hidupku selama ini?
Aku toh belum kemana-mana juga. Belum Ke Nepal, Tibet, Amazon, tidak juga ke Karibia. Aku tidak pernah kemana-mana, dan aku tersesat dalam kesombonganku yang semu. Aku terlalu egois, hanya mementingkan kepentinganku sendiri, tanpa pernah mempedulikan keluargaku yang begitu baik kepadaku. Sangat memalukan!
Aku anak kedua dari tiga orang bersaudara. Kakakku Tommy dan adikku Clara yang baru saja selesai menjadi dokter umum. Sebenarnya tanggung-jawab mengurusi bisnis keluarga tidak harus bebanku melulu sendiri.
Clara selama ini selalu membantu mama mengurus bisnisnya. Namun setelah ia mengikuti koskap, praktis Clara lebih banyak berkutat di rumah sakit. Ia bahkan sering tidak pulang ke rumah kalau dapat jadwal jaga malam. Setelah selesai wisuda dan menjalani internship, barulah Clara bisa membantu mama.
Namun mama selalu mendesak Clara untuk mengambil program spesialis. "Mumpung kamu masih muda dan semangat, ntar kalau sudah married, repot kan belajar sambil mikirin anak dan suami?" kata mama kepada Clara.