Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Setiap perjalanan adalah peluang untuk menemukan hal baru, menghadapi tantangan, dan menemukan kekuatan dalam diri. Jangan mengeluh tentang perjuanganmu. Bersyukurlah karena kamu masih diberi kesempatan untuk berjuang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar Dermawan dengan Konsep Matematika

2 Maret 2025   08:44 Diperbarui: 3 Maret 2025   09:24 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Matematika dan segala rumusnya. (Sumber: Thinkstock via kompas.com) 

Jika Ingin Bertambah (+), Harus Berani Berkurang (-)
Jika Ingin Berkali Lipat (×), Harus Berani Berbagi (:)

Demikian cuplikan sambutan dari H. Abdul Majid Umar, Ketua Pengurus Koperasi UGT Nusantara Sidogiri, pada Rapat Anggota FKS  ( Forum Koperasi Syariah) Jawa Timur (26-27/02/2025) di Hotel Kusuma Agro, Batu, Malang. 

Pernahkah kita berpikir bahwa konsep matematika bisa menjelaskan nilai-nilai kedermawanan? Mungkin terdengar aneh, karena matematika sering dianggap sebagai ilmu pasti yang kaku.

Sedangkan kedermawanan adalah tindakan sosial yang berkaitan dengan perasaan dan empati. Namun, jika kita perhatikan lebih dalam, ada pola menarik yang menghubungkan keduanya.

Mari kita mulai dengan konsep sederhana: jika ingin bertambah (+), kita harus berani berkurang (-). Secara logis, ini terdengar berlawanan dengan prinsip ekonomi klasik yang mengajarkan bahwa untuk memiliki lebih banyak, kita harus mengumpulkan dan menyimpan sebanyak mungkin. 

Tetapi nyatanya, banyak penelitian membuktikan bahwa orang-orang yang murah hati justru cenderung lebih sejahtera, baik secara finansial maupun emosional.

Sebuah studi dari Harvard Business School tahun 2010 menemukan bahwa orang yang menyumbangkan uangnya untuk orang lain melaporkan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya membelanjakan uang untuk dirinya sendiri. 

Ini menunjukkan bahwa ketika kita memberi, kita memang "berkurang" secara materi, tetapi kita "bertambah" dalam kebahagiaan, rasa makna hidup, dan bahkan dalam rezeki yang sering datang dari arah yang tidak terduga.

Matematika Kedermawanan: Paradoks Bertambah dengan Berkurang

Dalam matematika, jika kita memiliki angka 10 lalu kita kurangi 2, hasilnya jelas menjadi 8. Namun dalam kehidupan, konsep ini bisa berfungsi secara paradoksal. 

Saat kita memberi Rp100.000 kepada seseorang yang sangat membutuhkan, uang kita memang berkurang secara nominal. 

Tetapi, jika pemberian itu mendatangkan rasa syukur dan kebahagiaan bagi si penerima, kita telah menanam benih kebaikan yang bisa berbuah dalam bentuk koneksi sosial yang lebih kuat, reputasi baik, atau bahkan rezeki yang datang dari jalur yang tak disangka-sangka.

Ini sejalan dengan konsep ekonomi sosial yang dikenal sebagai "warm glow giving", di mana tindakan memberi tidak hanya menguntungkan penerima, tetapi juga memberikan kepuasan emosional bagi pemberi. 

Menariknya, dalam berbagai penelitian, individu yang dermawan cenderung memiliki jaringan sosial yang lebih luas, akses ke peluang ekonomi yang lebih besar, dan bahkan tingkat kesehatan yang lebih baik.

Dari Penjumlahan ke Perkalian: Berbagi untuk Berkali Lipat

Sambutan Oleh H. Abdul Majid Umar, Ketua Pengurus Koperasi UGT Nusantara Sidogiri |dok.pri
Sambutan Oleh H. Abdul Majid Umar, Ketua Pengurus Koperasi UGT Nusantara Sidogiri |dok.pri

Sekarang kita masuk ke level berikutnya: jika ingin berkali lipat (×), kita harus berani berbagi (:). Dalam matematika, pembagian (:) sering dianggap sebagai tindakan "mengurangi" sesuatu, tetapi dalam kehidupan sosial, berbagi justru sering kali menjadi kunci untuk pertumbuhan eksponensial.

Misalnya, dalam dunia bisnis, banyak perusahaan besar yang menerapkan corporate social responsibility (CSR) atau program berbagi keuntungan dengan masyarakat sekitar. 

Alih-alih hanya fokus mengumpulkan profit, mereka menyisihkan sebagian pendapatan untuk beasiswa, bantuan sosial, atau inisiatif lingkungan. Apa hasilnya? 

Bukan hanya citra perusahaan yang meningkat, tetapi loyalitas pelanggan juga tumbuh, bisnis berkembang, dan akhirnya keuntungan mereka bertambah berkali lipat.

Kisah inspiratif lainnya datang dari penelitian yang dilakukan oleh Arthur Brooks, seorang ekonom yang menemukan bahwa orang-orang yang dermawan justru memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan mereka di masa depan. 

Data menunjukkan bahwa individu yang rutin bersedekah memiliki kemungkinan 43% lebih tinggi untuk mengalami pertumbuhan pendapatan dibandingkan mereka yang jarang berbagi.

Hukum Alam: Semakin Diberikan, Semakin Bertambah

Konsep ini juga bisa kita lihat dalam hukum alam. Bayangkan sebuah sungai yang terus mengalir. Air yang terus mengalir membawa kehidupan bagi ekosistem sekitarnya. 

Tetapi ketika air berhenti mengalir dan tertahan di satu tempat tanpa ada yang dikeluarkan, ia bisa berubah menjadi genangan yang keruh dan penuh penyakit. 

Begitu pula dengan rezeki manusia: semakin kita alirkan kepada orang lain, semakin jernih dan bersih aliran hidup kita.

Dalam Islam, konsep ini juga dikenal dalam prinsip zakat dan sedekah. Banyak kisah dari pengusaha sukses yang justru semakin berkembang setelah mereka meningkatkan jumlah donasi dan sedekahnya. 

Salah satu contohnya adalah pengusaha asal Indonesia, Chairul Tanjung, yang dikenal sebagai filantropis besar. Dia percaya bahwa berbagi dengan masyarakat luas justru menjadi salah satu faktor utama kesuksesannya.

Kritik terhadap Kedermawanan yang Salah Kaprah

Tentu, ada juga beberapa kesalahpahaman tentang kedermawanan yang perlu diluruskan. Ada yang berpikir bahwa menjadi dermawan berarti harus memberikan segalanya tanpa berpikir panjang. 

Padahal, kedermawanan yang sehat tetap harus diiringi dengan kebijaksanaan dan manajemen yang baik. Memberi secara berlebihan tanpa memperhitungkan keseimbangan hidup sendiri bisa berujung pada kelelahan finansial atau bahkan kemiskinan yang tidak produktif.

Selain itu, ada juga fenomena "dermawan selektif", di mana orang hanya memberi jika ada imbalan sosial, seperti pujian atau penghormatan. Sikap ini bisa mengaburkan esensi dari kedermawanan sejati, yang seharusnya dilakukan dengan ketulusan hati tanpa pamrih.

Kesimpulan: Dermawan dengan Rumus Matematika

Jika kita merangkum semua poin di atas, maka kita bisa merumuskan "matematika kedermawanan" sebagai berikut:

Jika ingin bertambah (+), kita harus berani berkurang (-). Memberi tidak membuat kita miskin, justru bisa membuka pintu rezeki lain yang lebih besar.

Jika ingin berkali lipat (×), kita harus berani berbagi (:). Semakin kita berbagi, semakin luas dampak positif yang bisa kita ciptakan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Konsep ini bukan sekadar teori, tetapi telah terbukti dalam berbagai aspek kehidupan: dari penelitian akademik, pengalaman sosial, hingga ajaran agama. 

Jadi, apakah kita siap untuk menerapkan matematika kedermawanan dalam kehidupan sehari-hari? Jika iya, mulailah dengan langkah kecil: berbagi senyuman, berbagi ilmu, atau berbagi rezeki. Karena dalam dunia ini, semakin kita memberi, semakin kita menerima.

Salam,
Choirul Anam, GM BMT NU Balen 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun