Mohon tunggu...
Meta Maftuhah
Meta Maftuhah Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan UMKM dan survey sosial ekonomi yang senang menulis blog.

Visit my blog : http://www.ceumeta.com Contact : meta.maftuhah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB Menjadi Penentu Nasib Siswa di Perbatasan

5 Juli 2018   13:41 Diperbarui: 6 Juli 2018   11:51 2611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: sangpencerah.id

Sudah sepekan ini, para orang tua dibuat pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak, nasib pendidikan anak-anak masih belum pasti.

Sejak Menteri pendidikan Prof Muhadjir Effendy, menetapkan kebijakan penetapan zonasi dalam Penerimaan Pserta Didik Baru (PPDB) 2018, obrolan di warung sayur setiap pagi selalu sama, "Bu, anaknya sudah dapat sekolah?" Atau, "Hari ini sudah berapa sekolah yang didatangi?"

Dilema Tinggal di Perbatasan

Bagi masyarakat yang tinggal di perbatasan Kabupaten Bandung,  urusan pendidikan selalu menjadi masalah. Bagaimana tidak, rumah di Kabupaten, tapi sekolah dan kegiatan lain terpusat di Kota Bandung.

Masalah muncul ketika jumlah sekolah Negeri di Kota Bandung lebih banyak daripada di luar Kota Bandung. Apalagi beberapa sekolah pun mendapat predikat sekolah favorit.

Tetapi yang lebih penting dari itu adalah terbatasnya jumlah sekolah dibandingkan jumlah penduduk. 

Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab bertambahnya penduduk di Kecamatan Bojongsoang.

Semula daerah ini merupakan kawasan pertanian dan perikanan. Seiring meningkatnya kebutuhan tempat tinggal, mulailah bertumbuhan perumahan baru.

Sejak tahun 1995-2018 lebih dari 10 perumahan berdiri.  Otomatis para penghuni baru itu membawa kebutuhan baru di antaranya adalah pendidikan.

Dan ternyata dalam 23 tahun tersebut tidak ada pendirian sekolah negeri baru untuk tingkat SMP dan SMA. 

Penerapan Sistem Zonasi, Keadilan untuk Siapa?

Di Kecamatan Bojongsoang, saat ini terdapat 2 SMP Negeri, dan 1 SMA Negeri. Sedangkan jumlah SD Negeri sebanyak 26 sekolah.

Jadi dapat dibayangkan berapa banyak jumlah anak lulusan SD yang merebutkan 1 kursi SMP Negeri.

Tetapi, ternyata, selain terbatas, jarak tempuh ke sekolah pun tidak dekat. Jika dilihat jarak, maka sekolah terdekat justru di Kota Bandung.

Sebelum sistem zonasi berlaku, sebagian besar anak memilih bersekolah di Kota Bandung.

Selain lebih dekat juga cukup bergengsi. Karena sekolah-sekolah tersebut memiliki passing grade lumayan tinggi. Hanya dapat dimasuki oleh calon siswa dengan nilai di atas passing grade. Sehingga anak-anak pun sudah dapat menakar sekolah mana yang dapat dimasuki. 

Tetapi dengan sistem zonasi yang diberlakukan saat ini, Nem tidak menjadi indikator.

Siswa yang jarak dari rumah ke sekolah paling dekatlah yang akan diterima. Berapapun nilainya.

Bagi siswa dari luar kota Bandung, berdasarkan Juknis PPDB Kota Bandung, terdapat total sebanyak 16 SMP negeri yang dapat menerima siswa dari luar kota Bandung. Untuk warga kecamatan Bojongsoang ada 4 sekolah terdekat. 

Tetapi, kuota yang dapat diberikan hanya 10 %. Jika daya tampung 1 sekolah 350 siswa, maka kuota bagi siswa luar kota Bandung adalah 35 orang. Masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah lulusan SD.

Artinya, masih ratusan lulusan SD yang tidak dapat bersekolah di SMP Negeri. Padahal tidak sedikit dari mereka mendapat Nem yang baik saat Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tingkat SD.

Wajib Belajar 12 Tahun, Gratis atau Bayar?

Doa dan takdir adalah penentu terakhir, di manakah anak-anak itu akan bersekolah.

Bagi orang tua berkocek tebal, uang tentu bukan masalah. Anak-anak masih bisa bersekolah di sekolah swasta favorit.

Namun bagi orang tua dengan penghasilan pas-pasan, sekolah negeri menjadi satu-satunya harapan. 

Pemkab Bandung di tahun 2018 masih memberikan dana BOS untuk siswa SMP Negeri maupun swata sebesar Rp 90.000/siswa/tahun (PR,8/2/2018).

Tetapi, tentunya bagi yang bersekolah di SMP Swasta ada biaya bulanan yang harus dikeluarkan. 

Masih ada 2 hari lagi bagi para orang tua untuk berjuang mencarikan sekolah terbaik dan terjangkau bagi putra dan putri mereka.

"Supaya bisa dapat nomor urut,saya harus datang jam 5 pagi. Padahal pendaftaran dibuka jam 8. Itu kemari datang jam 8 pagi, sudah tidak dapat nomor." Ujar Mamah Devi saat bertemu di warung sayur.

Lain lagi cerita Bunda Rija, "Saya malah sudah 5 sekolah didatangi, minimal titip data dulu. Semua yang daftar rumahnya dekat-dekat. Pasrah saja lah."

Tidak ada lagi yang dapat dilakukan selain berdoa. Mau apa lagi, kursi SMP Negeri sangat sedikit,  dibanding jumlah pendaftar.

Sudah saatnya mengevaluasi kebutuhan sekolah tingkat menengah di daerah.

Apalagi anak-anak ini adalah bagian dari generasi Z yang akan menjadi pelaku pembangunan saat Indonesia mendapat bonus demografi di tahun 2030.

Keputusan ada di tangan pengambil kebijakan, bukan hanya di Kabupaten tetapi juga di Pusat.

Jangan sampai karena masalah ekonomi masyarakat tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah. 

Sumber :

Pemendikbud No 14 Tahun 2018, tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan atau Bentuk Lain Sederajat,

 Juknis PPDB Kota Bandung 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun