Mohon tunggu...
Pipit ZL ceritaoryza.com
Pipit ZL ceritaoryza.com Mohon Tunggu... Blogger | Beauty Enthusiast | Mrs Lubis with 2 children

Blogger | Beauty Enthusiast | Mrs Lubis with 2 children

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Anna dan Kinan (9/10)

13 Januari 2025   22:04 Diperbarui: 14 Januari 2025   04:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab 9 -- Bibir Terkunci, Hati Berteriak

Setelah mengetahui kebenaran itu, Anna semakin terjebak dalam kebingungan. Dia merasa kehilangan arah---tidak ingin hidup sebagai Kinan, tetapi juga tidak bisa kembali menjadi dirinya sendiri. Semua beban ini menjadi semakin berat, terutama karena dia tidak bisa mengungkapkan identitas aslinya kepada siapa pun. Namun, perlahan, Anna mulai memahami rasa sakit Kinan dan Dirga. Meskipun sulit, dia sadar bahwa satu-satunya cara untuk maju adalah dengan menghadapi rasa bersalah mereka bersama.

Anna terduduk di tepi tempat tidur, kepalanya terasa berdenyut hebat. Pikirannya terus berputar, mengulang bayangan Kirana yang menyelamatkan Kinan, diiringi suara marah Dirga, "Seharusnya kamu yang mati..."

Kalimat itu terus bergema di pikirannya, bercampur dengan kenangan lain---sikap lembut Dirga sejak hari pernikahan mereka, cara dia menyentuh wajahnya, dan tatapan matanya yang kini dipenuhi rasa bersalah.

Anna menggenggam kepalanya, berusaha mengusir pikiran-pikiran itu. Tapi semakin dia melawan, semakin sakit yang ia rasakan. Bayangan Dirga yang dulu keras dan dingin kini terus bergantian dengan Dirga yang lembut dan penuh perhatian. "Aku tidak bisa... aku tidak bisa terus seperti ini," gumamnya sebelum semuanya menjadi gelap. Tubuhnya roboh ke lantai, kesadarannya menghilang.

---

Dirga pulang larut malam setelah shift panjang di rumah sakit. Saat masuk ke kamar, ia mendapati Anna tergeletak di lantai, wajahnya pucat dan tubuhnya dingin. "Kinan!" serunya panik, berlutut di sampingnya. Dia mencoba membangunkannya, tetapi tidak ada respons. Tanpa pikir panjang, Dirga mengangkat tubuh Anna dan berlari ke mobil, membawanya kembali ke rumah sakit.

Di ruang gawat darurat, Dirga berdiri di sudut ruangan dengan wajah penuh kecemasan. Rekannya, dokter Hasan, memeriksa Anna dengan teliti. Setelah beberapa saat, dokter Hasan mendekatinya dengan ekspresi serius.

"Kondisinya stabil sekarang," ujar dokter Hasan.

Dirga menghela napas lega. "Syukurlah. Tapi apa yang terjadi padanya? Kenapa dia sampai pingsan?"

Dokter Hasan menatap Dirga dengan sorot mata aneh sebelum berbicara. "Dia hamil, Dirga. Usianya baru beberapa minggu, tapi itu sudah cukup memberi tekanan tambahan pada tubuhnya, mengingat kondisi jantungnya yang lemah."

Dirga membeku di tempatnya. Kata-kata itu seperti petir yang menyambar di tengah malam. "Hamil?" gumamnya, nyaris tak percaya.

Dokter Hasan mengangguk. "Ya. Ini kabar baik, tentu saja, tapi juga kabar yang harus kita tangani dengan hati-hati. Kondisi Kinan harus dipantau ketat selama kehamilan ini. Kalau tidak, risikonya bisa sangat berbahaya, baik untuk dia maupun bayinya."

Dirga menatap Anna yang masih terbaring lemah di ranjang. Wajahnya yang pucat terlihat damai, tetapi Dirga tahu, di balik ketenangan itu, ada badai emosi yang menunggu.

---

Anna terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Saat membuka matanya, ia melihat Dirga duduk di samping ranjang, wajahnya tampak kusut.

"Kamu di rumah sakit," ujar Dirga pelan.

Anna mencoba duduk, tetapi Dirga dengan lembut menahan bahunya. "Jangan terlalu banyak bergerak. Kondisimu masih lemah."

"Apa yang terjadi?" tanya Anna, suaranya serak.

Dirga menunduk sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kamu... kamu hamil."

Anna terdiam, matanya melebar. Kata-kata itu seakan tidak masuk akal. "Hamil?" ulangnya, seolah butuh kepastian.

"Ya," jawab Dirga. "Dokter bilang usia kandungannya masih beberapa minggu."

Anna merasa dadanya sesak. Tubuh ini bukan miliknya, hidup ini bukan miliknya, tetapi kini ada kehidupan lain yang tumbuh di dalamnya.

"Kamu tidak perlu khawatir," ujar Dirga, mencoba menenangkannya. "Aku akan memastikan kamu dan bayi ini baik-baik saja."

Anna menatapnya lama, mencoba mencari kejujuran di balik kata-kata itu. Tapi yang ia rasakan hanyalah kebingungan dan ketakutan. Bagaimana aku bisa menjalani ini?

Dirga menggenggam tangannya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya dengan kehangatan seperti ini. "Kita akan melalui ini bersama. Aku janji."

Mulut Anna terkunci, ingin ia berteriak, Dirga, aku bukan Kinan! Aku bukan ibu dari anak ini. Dan aku tidak tahu bagaimana cara kembali menjadi diriku sendiri.

---

Kinan terbaring lemah di kamar rumah sakit, kehamilannya semakin membuat tubuhnya rapuh. Dirga duduk di sampingnya, matanya memancarkan kekhawatiran yang dalam. Namun, bukan hanya kondisi fisik Kinan yang membuatnya resah. "Aku ingin bertanya sesuatu," ujar Dirga tiba-tiba, suaranya pelan namun penuh tekanan.

Kinan menoleh perlahan, menatapnya dengan mata lelah. "Ya?"

"Kenapa kamu berubah, Kinan?" tanya Dirga. "Sejak kamu sakit terakhir kali, ada sesuatu dalam dirimu yang... berbeda. Sikapmu, caramu bicara, semuanya mengingatkanku pada Kirana. Kamu bahkan memanggilku 'Dirga' tanpa 'Kak' seperti biasanya."

Lagi-lagi mulutnya terasa terkunci, seperti ada sesuatu yang menahan kata-katanya untuk keluar. Dalam hati dia berteriak, Karena aku bukan Kinan! Aku Anna, Kirana! Aku terperangkap dalam tubuh adikku...

---

Potongan-potongan ingatan itu hadir kembali. Saat Dirga melingkarkan cincin di jari Kinan. Wajahnya tampak muram. Hari itu seharusnya hari saat ia melamar Kirana, bukan Kinanti!

Tunggu! Kenapa hanya ini ingatan Kinan yang kumiliki setelah Kinara meninggal? 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun