Mohon tunggu...
DR. M Iqbal J Permana
DR. M Iqbal J Permana Mohon Tunggu... Peminat ilmu Ekonomi industri dan kebudayaan

Seorang pembelajar ilmu ekonomi yang tertarik dengan revolusi digital 4.0, marketing 6,0 dan utilitarianisme kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Paradox Raja Kecil : Meredupnya demokrasi di Era otonomi daerah

11 Agustus 2025   10:15 Diperbarui: 11 Agustus 2025   10:14 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja raja di era masa lalu : sumber istimewa

3. Politik Identitas
   Dalam pilkada, calon kepala daerah lebih sering memenangkan suara melalui politik uang, primordialisme, atau pencitraan religius, bukan program kerja. Masyarakat pun cenderung memilih berdasarkan faktor emosional, bukan kapasitas kepemimpinan. sebagai kegagalan sistemik dalam membentuk political literacy yang kritis.

 Survei LSI (2024) membuktikan: 68% pemilih memilih berdasarkan "kedekatan emosional", sementara hanya 19% yang menilai rekam jejak kebijakan. Tetapi terkadang banyak juga masyarakat yang meragukan hasil pooling atau survey oleh lembaga survey sebagai produk pesanan untuk menggiring opini publik.

Menuju Otonomi Daerah yang Benar-Benar Berdaulat

Mengatasi "raja kecil" memerlukan langkah revolusioner, bukan sekadar perbaikan teknis. Berikut usulan strategis dari perspektif penulis, *diperkaya bukti keberhasilan lokal*:  

1. Membangun Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat.

 Perkuat peran watchdog lokal seperti forum RT/RW dan komunitas digital untuk memantau APBD.

 Contohnya, aplikasi Lapor Bupati di Kabupaten Banyuwangi perlu diadopsi nasional dengan jaminan perlindungan hukum bagi pelapor. Tanpa partisipasi aktif warga, pengawasan hanyalah mimpi di siang bolong.  Model "social accountability" ini sukses di Bojonegoro: partisipasi warga dalam audit APBD mengurangi kebocoran anggaran hingga 40% (World Bank, 2023).

2. Reformasi Pendidikan Politik dari Tingkat Dasar

Integrasi materi demokrasi, anti-korupsi, dan hak asasi manusia ke kurikulum sekolah harus diwajibkan. Makanya ide sekolah Demokrasi yang pernah dirancang, menjadi sangat relevan,  untuk memberikan  asupan krpada masya rakat  agar  melek demokrasi.  

Selain itu, program village democracy school perlu digencarkan di desa-desa untuk membangun kesadaran kolektif.

 Saya yakin, generasi yang paham hak politiknya tidak akan mudah ditipu oleh janji kosong "raja kecil".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun