Wacika Parisudha di Dunia Maya: Jari-jemari kita telah menjadi perpanjangan lidah. Ujaran kebencian, cyberbullying, dan penyebaran fitnah secara daring adalah pelanggaran berat terhadap prinsip Wacika Parisudha. Sebaliknya, menggunakan media sosial untuk menyebarkan inspirasi, pengetahuan yang bermanfaat, dan kata-kata yang mendukung adalah wujud praktiknya.
Kayika Parisudha di Masyarakat Global: Tantangan global seperti krisis iklim, ketidaksetaraan sosial, dan kemiskinan menuntut tindakan nyata. Kayika Parisudha mendorong kita untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi untuk terlibat aktif dalam kegiatan sosial, menjaga kelestarian lingkungan, dan bertindak adil dalam setiap peran yang kita jalani.
Kesimpulan
Tri Karya Parisudha bukanlah sekadar doktrin usang, melainkan sebuah sistem etika hidup yang dinamis, komprehensif, dan sangat relevan. Ia mengajarkan bahwa kesucian bukanlah sesuatu yang dicari di luar diri, melainkan sesuatu yang dibangun dari dalam melalui disiplin yang berkelanjutan. Dimulai dari menjaga kebun pikiran agar tetap subur dengan benih-benih positif, dilanjutkan dengan merawat tunas perkataan agar tumbuh menyejukkan, dan diakhiri dengan membiarkan pohon perbuatan berbuah manis bagi seluruh makhluk. Ini adalah sebuah perjalanan seumur hidup, sebuah seni untuk menyelaraskan dunia batin dengan perilaku lahiriah, yang pada akhirnya mengantarkan individu pada kedamaian sejati dan berkontribusi pada terciptanya dunia yang lebih baik, sesuai dengan tujuan luhur Dharma: Mokshartham Jagadhita ya ca iti Dharma.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI