Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Serentak: Hemat Biaya, "Boros Nyawa"

27 April 2019   10:43 Diperbarui: 27 April 2019   10:50 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PEJUANG PESTA DEMOKRASI: Jenazah Dany Faturrahman saat disemayamkan di kediamannya di Jalan Biawan, Samarinda Ilir, Kamis (18/4). ( DWI RESTU/KALTIM POST/Jawa Pos Group)

Walaupun kemudian bagi mereka yang telah meninggal dunia dalam tugasnya itu diberikan santunan oleh negara, namun bukan berarti masalah telah selesai dan pihak keluarga akan bahagia kembali. Santunan berapapun tidak akan mengembalikan apapun.

Hebatnya, santunan itu pun ternyata tidak direncanakan sebelumnya dalam anggaran pelaksanaan pemilu. Hal ini dapat kita lihat pada pernyataan Ketua KPU RI.

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui usulan KPU soal pemberian santunan ini. Namun demikian, belum ada kepastian mengenai besaran anggaran santunan yang disetujui oleh Kemenkeu. (Kompas, 26/04/2019).

Ini tampak sekali bahwa para pekerja pelaksana pemilu di TPS-TPS mereka hanya disediakan honor harian sebanyak 150 ribu rupiah saja dengan beban kerja yang begitu berat, tekanan tinggi, dan dibawah ancaman termasuk resiko dibunuh. KPU tidak memperhitungkan segala kemungkinan itu serta menyediakan kompensasi yang pantas dan layak bagi mereka. Apakah karena mereka bukan bagian dari KPU?

Negara memang abai terhadap pekerja KPPS dan lainnya yang ikut serta dalam penyelenggaraan pemilu. Selain tidak diberikan fasilitas kesehatan dan asuransi kecelekaan serta kematian, mereka juga tidak diberikan jaminan perlindungan dari berbagai potensi ancaman dan teror.

Akibatnya banyak Ketua KPPS yang diperlakukan secara sadis, dipukuli, dan dianiaya oleh kelompok-kelompok preman politik yang ingin meneguk keuntungan. Seperti kasus di Makassar, Jawa Barat dan beberapa daerah lain. Jadi posisi KPPS sangat rentan dan kurang dihargai oleh negara.

Maka patut disayangkan, ketika rakyat dengan suka rela membantu negaranya dalam menyukseskan pemilu dan tanpa pamrih, namun di sisi lain masih ada pihak-pihak yang tega mencurangi pemilu itu sendiri. Ini sama saja dengan melecehkan rakyat yang sudah bersusah payah mengawal pemilu dalam rangka mewujudkan pemilu beritegritas.

Maraknya dugaan kecurangan pada pemilu 2019 yang dilakukan oleh oknum-oknum pengkhianat demokrasi telah ikut mencederai kualitas pemilu kita. Kecurangan yang juga mungkin terlibat pihak-pihak penyelenggara itu sendiri itulah yang membuat kita malu dengan dunia internasional.

Saya mau sampaikan bahwa dengan pengorbanan pemilu kita yang demikian besar ternyata secara kualitas gagal menghasilkan pemilu yang beritegritas, bermartabat, jujur dan adil. Meskipun ada pihak yang menilai bahwa prosentase gagal itu hanya 0,0%. Artinya hanya sedikit.

Banyaknya berbagai masalah yang timbul. Maka sudah selayaknya Pemilu serentak model 2019 memang harus di evaluasi secara menyeluruh. Mulai dari kebijakan seperti Undang-undang pemilu, anggaran, pelaksanaan, hingga jaminan akan menghadirkan hasil pemilu yang berkualitas dan dapat dipercaya.

Harapan kita kedepan tidak ada lagi korban yang berjatuhan. Terlalu murah harga nyawa manusia bila hanya untuk kepentingan pemilu apalagi jika didalamnya kental dengan nuansa kecurangan. Tidak usah hemat biaya tetapi mengobral nyawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun