Mohon tunggu...
Camytha Octa
Camytha Octa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Misteri Warna Kuning

19 Maret 2017   20:23 Diperbarui: 21 Maret 2017   04:02 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Octa. Aku adalah anak perempuan satu-satunya yang suka berimajinasi di keluargaku. Aku, buah hati yang paling disayang. Aku telah diajarkan tentang apa itu keceriaan, siapa yang bisa menghadirkan tawa canda, serta kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa kebahagiaan bisa aku dapatkan. Seperti warna kuning, ia selalu bisa membuat semua orang terbawa dengan tawanya.

 Aku letih. Aku memasuki kamarku. Aku tertawa. Aku bahagia. Hatiku bernyanyi gembira. Tiba-tiba ada suara dari luar sana mengetuk pintu kamarku, “Tok! tok! tok!” ia membukanya. Wajahnya begitu berseri-seri seakan ada suatu kebahagiaan yang ingin ia sampaikan. Ia memakai baju kuning yang menambah seleraku untuk mengetahui apa tujuan ia ke sini. Beberapa detik setelah aku melihat senyumnya, seketika pakaian yang ia kenakan berubah menjadi merah dan ia tergeletak di lantai yang penuh darah.

“Ha?” aku bertanya-tanya dalam hati. Tidak aku sadari, air mataku menetes deras hingga membasahi baju putihku. Aku ingin memeluknya, tapi raganya pun tidak bisa aku sentuh. Aku mencoba dan terus mencoba untuk menggenggam tubuh adikku, tetap tidak bisa! Aku pun berlari untuk meminta bantuan. Tapi, yang aku temukan adalah tubuh-tubuh keluargaku yang sudah tidak bernyawa. Awalnya kuning ceria, sekarang berubah menjadi merah muram.

Aku ingin melupakan semua yang telah terjadi. Mungkin bersekolah di tempat yang jauh dari tempat tinggalku, bisa menenangkanku. Ya, aku bersekolah di Bogor dan aku hidup disana.

Pelajaran pertama dimulai. Aku memerhatikan penjelasan guru. Bukan! Aku memerhatikan tiga kancing yang menempel pada pakaiannya. Entah mengapa seolah-olah kancing itu berbicara padaku. Aku terus memikirkannya hingga tidak fokus dengan pelajaran biologi yang diterangkan. “Octa! Mengapa proses fotosintesis terjadi pada tumbuhan?” guruku menyadarkanku. “Emm... karena saya cantik, bu!” akupun menjawab asal. Huuuuu! teman sekelas menertawakanku, kecuali Rangga. “Cepat kamu berdiri di pojok sana!” kata guruku geram. Hashh, aku kesal.

“Kring... kring...” bel istirahat berbunyi. Aku keluar kelas dengan tergesa-gesa hingga aku hampir terjatuh. Untungnya saat itu ada Rangga di belakangku dan ia tersentak memegang tanganku untuk menolongku. “Danke!” ucapku berterima kasih. Ia hanya membalas dengan lekukan senyum dari bibir kecilnya yang manis. Aku melanjutkan tujuanku, ke kantin sekolah. Sesampainya di kantin, aku memesan kue yang paling aku suka, gehu, makanan 4.500-an rupiah yang berisi daging; dan piscok, adonan tepung roti yang berisi cokelat meleleh membuatku merasa dunia hanya milikku dan kue-kue ku. Aku memejamkan mata dan merasakan kelezatan. Saat aku mulai membuka mata, disitulah aku merasakan keganjalan. Ya, ada Rangga dihadapanku. Ia duduk tepat di depanku dan juga memakan kue yang sama sepertiku. “Ah! Kenapa kamu selalu mengikutiku? Bahkan memakan kue yang sama sepertiku”. Rangga tidak menjawab apa-apa dan ia terus melanjutkan memakan kue-kuenya itu.

Aku telah selesai memakan kue-kueku. Ketika aku ingin membayar sejumlah 9.000 rupiah, imajinasiku memberitahuku bahwa angka 9 memberi petunjuk. Sembilan? Untuk angka ini aku sedikit mengabaikannya dan bergegas kembali ke kelas. Di perjalanan menuju kelas, Rangga pun mengikutiku. Aku risih dengan sikapnya.

“Rangga, mengapa kamu mengikutiku?” kataku marah.

Ia terdiam.

“Rangga! Aku sedang bertanya kepadamu.”

Sontak ia menjawab, “Aku juga tahu kalau kamu sedang bertanya, aku tidak sebodoh yang kamu pikirkan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun